Mengenal Oppenheimer dan Keterlibatannya di Proyek Manhattan

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Kamis, 10 Agu 2023 14:40 WIB

Mengenal Oppenheimer dan Keterlibatannya di Proyek Manhattan

Optika.id - Film biopic Oppenheimer mampu memukau banyak orang yang melihatnya di bioskop. Banyak detail yang dibahas, namun di sisi lain, detail lainnya juga kurang diulik. Namun, film biopic ini pun tak ayal menuai kesuksesan bahkan di awal peluncuran nya.

Baca Juga: Donald Trump Deklarasikan Kemenangannya dalam Pilpres AS 2024

Sebenarnya, sejauh apa keterlibatan Oppenheimer dalam proyek bom atom yang disebut sebagai proyek Manhattan?

Tanpa mengecilkan peran ilmuwan lainnya di proyek tersebut, Oppenheimer adalah jantung dan intelektual dari proyek Manhattan dan yang paling berjasa.

Menurut keterangan dari Fisikawan yang pernah bekerja bersama Oppenheimer usai peperangan, Jeremy Bernstein, dia yakin bahwa tidak ada orang lain yang dapat menciptakan bom atom selain Oppenheimer itu sendiri.

Oppenheimer awalnya tidak ingin mengabdikan dirinya pada upaya perdamaian melalui perang. Akan tetapi, Oppenheimer takut kehilangan kariernya di dunia akademik lantaran adanya penyelidikan terhadap kemungkinan subversive yang diusulkan oleh majelis negara bagian California pada awal tahun 1941. Oppenheimer menerima tawaran itu karena tahu bahwa dia tengah disasar.

Maka dari itu, Oppenheimer akhirnya memutuskan untuk menerima tanggung jawab dan terlibat dalam proyek Manhattan tersebut untuk membuktikan kesetiannya kepada negara. Dia meyakini bahwa keterlibatannya itu bisa menuntaskan tugas membuat bom atom.

Pergulatan batin Oppenheimer tak berhenti sampai di situ. Dirinya yang pernah mendalami kitab Bhagavad Gita yang sacral bagi orang Hindu yakin bahwa apa yang dilakoninya merupakan tugas mulia dna harus dijalani dengan berbagai risiko. Dia mengandaikan dirinya adalah Arjuna yang terjun ke dalam medan perang dan menjalankan tugas demi dharma.

Peran Sebagai Penghancur Dunia

Pada medio 1945, Oppenheimer dan kawan-kawannya sukses membuat bom atom yang diuji coba di gurun Jornada del Muerto di New Mexico, America Serikat pada dini hari 16 Juli 1945.

Uji coba tersebut sukses menghadirkan ledakan nuklir pertama di dunia pukul 5:29:21 waktu setempat. Uji coba itu diberi nama sandi yang diilhami oleh puisi John Donne, Trinity.

Oppenheimer mengaku dalam wawancaranya pada tahun 1960-an, jika sebuah baris dari kitab Bhagavad Gita muncul di benaknya sesaat setelah ledakan. Kalimat tersebut adalah "Sekarang saya menjadi Kematian, penghancur dunia".

Alhasil, dirinya pun semakin tertekan lantaran khawatir akan apa yang ditimbulkan dari hasil ciptaannya tersebut. Selama dua minggu sebelum bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima, Oppenheimer menjadi sangat pendiam dan terus merenung.

Pasca Jepang terkena ledakan bom atom buatannya, Oppenheimer sempat meratap dan menyesalkan nyawa orang-orang yang tak bersalah di Jepang. Dia sering mengucapkan 'Orang-orang kecil yang malang itu, orang-orang kecil yang malang itu', berulang.

Baca Juga: Buya Hamka dan Kapal Van Der Wijck

Akan tetapi, seperti dua mata koin yang memiliki dua sisi, selama dua minggu masa ratapan itu, dirinya kembali ceria dan antusias ketika memberi penjelasan di hadapan para petinggi militer terkait tata laksana pengemboman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam buku biografiAmerican Prometheus: The Triumph and Tragedy of J. Robert Oppenheimer, karya Bird dan Sherwin, dikutip Optika.id, Rabu (09/8/2023), dirinya berpesan agar bom atom jangan diledakkan di kondisi tertentu agar efeknya maksimal dan tidak gagal. Kondisi yang dimaksud adalah hujan atau kabut. Bom atom juga tidak boleh diledakkan dalam posisi yang terlalu tinggi apabila ingin menghasilkan kerusakan yang maksimal.

Dilema Tragis

Di balik kesuksesannya tersebut, Oppenheimer sempat menentang Amerika Serikat yang hendak mengembangkan bom atom yang lebih kuat lagi. Misalnya seperti Seperti ketika tes bom atom pertama Uni Soviet tahun 1949an. Hal tersebut menimbulkan tekanan bagi Amerika Serikat untuk mengembangkan bom hidrogen yang lebih kuat.

Namun, saat itu dirinya menentang upaya Amerika dengan alasan etnis dan praktis. Alhasil, tindakannya itu berbuah panjang yang mengakibatkan dirinya dituduh sebagai pendukung Komunis. Bahkan, AEC pada tahun 1954 mengadakan sidang keamanan terhadapnya. Hasilnya, dirinya dilarang melakukan penelitian serta izin keamanannya dicabut oleh pemerintah.

Apa yang dialaminya tak pelak mendapatkan tantangan dari ilmuwan dan cendekiawan lainnya. Dalam tulisannya di The New Republic, Betrand Russell berpendapat bahwa hasil penyelidikan memang membuat Oppenheimer terbukti melakukan kesalahan.

Salah satu yang disinggung oleh Betrand Russell adalah sudut pandang keamanan yang agak serius. Namun, pada kenyataannya tidak ada bukti pengkhianatan dari Oppenheimer. Alhasil, apa yang dialami Oppenheimer pada akhirnya bisa menimbulkan dilema besar bagi ilmuwan lainnya.

Baca Juga: Maulid Nabi Ternyata Bukan Syiah yang Mengawalinya

"Para ilmuwan terjebak dalam dilema yang tragis," tulis Bertrand Russell dalam buku The New Republic.

Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1963, Presiden John F. Kennedy memulihkan nama baik Oppenheimer dengan cara memberinya Penghargaan Enrico Fermi yang diserahkan pada bulan Desember 1963 oleh Presiden Lyndon B. Johnson yang menggantikan Kennedy karena Kennedy telah tewas dibunuh pada tahun itu.

Selama 20 tahun terakhir sisa hidupnya, Oppenheimer bertugas sebagai Direktur Institute for Advance Study di Princeton, New Jersey. Dirinya berkerja sama dengan Albert Einsten dan fisikawan kondang lainnya. Dia kemudian sadar bahwa sains membutuhkan humaniora untuk lebih memahami dampak dari penemuan dan pemikiran yang dihadirkan. Upaya tersebut adalah dengan menggandeng rumpun ilmu sosial humaniora seperti penyair, ahli klasik, hingga psikolog.

Di masa tuanya, Oppenheimer harus bergelut dengan tuberculosis (TBC) yang kian menggerogotinya lantaran dia adalah seorang perokok berat semenjak remaja. Sejak tahun 1966 dia rutin menjalani pengobatan radiasi dan kemoterapi.

Namun pada 15 Februari 1967 dia dinyatakan koma dan tiga hari kemudian tepatnya pada 18 Februari 1967, di usianya yang ke 62 tahun, dia menghembuskan nafas terakhirnya di rumahnya, Princeton New Jersey.

Rasa sesal Oppenheimer itu membawa banyak temuan ilmiah di dunia fisika. Misalnya, teori medan kuantum, teori electron dan positron, proses Oppenheimer-Phillips dan lain sebagainya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU