Pakar UGM Sebut Kemarau Jadi Faktor Polusi Udara

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 11 Agu 2023 14:49 WIB

Pakar UGM Sebut Kemarau Jadi Faktor Polusi Udara

Optika.id - Pencemaran udara beberapa waktu belakangan ini terbilang cukup tinggi, apalagi di daerah Jabodetabek yang notabene kota metropolitan. Tak hanya Jabodetabek, berdasarkan keluhan warganet, udara di daerah mereka seperti Bandung dan Surabaya pun mengkhawatirkan.

Baca Juga: Retno Marsudi: Israel Memiliki Tujuan Meniadakan Pengungsi!

Menanggapi hal demikian, Pengajar di Universitas Gadjah Mada, Emilya Nurjani menjelaskan bahwa musim kemarau yang memengaruhi polusi udara akhir-akhir ini. Udara di musim kemarau dengan curah hujan dan kecepatan angina yang rendah ini alhasil memicu polusi udara di berbagai daerah.

Secara teori memang benar, karena jika ada hujan maka gas hasil pembakaran akan larut dengan air dan diturunkan ke permukaan sehingga udara kembali bersih. Dengan kondisi sekarang di mana sudah lama tidak hujan dan kelembaban juga cukup rendah, keberadaan gas tadi jadi banyak, ucap Emilya seperti yang dikutip Optika.id, di laman UGM, Jumat (11/8/2023).

Kendati demikian, dia menyebut bahwa faktor pemicu lainnya selain cuaca dan iklim adalah aktivitas manusia itu sendiri mulai dari transportasi, mobilisasi, industri, hingga permasalahan sampah yang menyumbang persoalan polusi.

Kecenderungannya di musim penghujan kualitas udara lebih bagus dibanding musim kemarau, tapi pada saat pandemi kita melihat bahwa kualitas udara juga cukup baik bahkan saat musim kemarau. Jadi itu bukan satu-satunya variabel, meskipun musim penghujan tetap jika sumber pencemaran cukup tinggi maka kualitas udara bisa buruk juga, jelasnya.

Maka dari itu, Emilya menyarankan agar masyarakat selalu memantau kualitas udara melalui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang diperbarui setidaknya satu kali sehari. Guna ISPU yakni sebagai gambaran kondisi mutu udara ambien di lokasi tertentu dan didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, hingga mahkluk hidup lainnya.

Baca Juga: Diplomasi Indonesia untuk Palestina, Menlu Retno: All Eyes on Rafah!

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Adapun penghitungan ISPU ini dilakukan pada tujuh parameter antara lain PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC. Emilya menjelaskan bahwa masyarakat harus memantau PM2.5 yang merupakan penambahan baru lantaran berbahaya bagi kesehatan manusia.

Baru ditambahkan karena ternyata disinyalir akan berpengaruh pada kesehatan manusia. PM2,5 bisa masuk ke dalam saluran hidung, kalau sudah sampai paru-paru akan susah untuk keluar, kata Emilya.

Diketahui, nilai ISPU di wilayah Yogyakarta terpantau berada pada kategori sedang. Penjelasannya adalah tingkat kualitas udara di Yogyakarta masih tergolong bisa diterima oleh kesehatan manusia, hewan dan juga tumbuhan. Nilai ISPU 84 merupakan angka yang masih berada di bawah batas kategori Tidak Sehat pada rentang angka 101 200. Akan tetapi, nilai tersebut masih lebih tinggi dari batas angka kualitas udara baik di angka 0 50.

Baca Juga: Triyatni Martosenjoyo: Tingkat Kepuasan Rakyat ke Jokowi 80 Persen Itu Omong Kosong!

Lebih lanjut, dia menyarankan solusi yang baik untuk mengatasi masalah pencemaran udara salah satunya adalah perubahan pada gaya hidup. Misalnya, menggunakan transportasi umum, menghindari pengolahan sampah dengan cara membakar, tidak mengotori lingkungan menjadi langkah penting yang perlu dilakukan oleh masyarakat untuk membuat udara yang dihirup jadi lebih segar.

Menanam pohon juga menjadi salah satu cara yang baik. Selain berfungsi sebagai peneduh, pohon yang ditanam di tepi jalanan sebisa mungkin dapat mengikat gas-gas berbahaya yang mengancam kesehatan, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU