Optika.id - Herdiansyah Hamzah selaku Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyebut bahwa saat ini ada peningkatan upaya pengekangan terhadap kebebasan akademik di Indonesia. hal tersebut terlihat dari meningkatnya jumlah pengaduan yang diterima oleh KIKA.
Baca Juga: Demokrasi Tergerus, LaNyalla: Sistem Pilpres Liberal Penyebab Penurunan Kualitas Demokrasi
Dalam keterangannya dia menyampaikan ada 43 kasus yang masuk ke KIKA di tahun 2022. Mereka yang melapor lantas meminta advokasi dan solidaritas yang berkaitan dengan penegakan kebebasan akademik.
"Itu bahkan kecenderungannya naik kalau dibandingkan tahun 2021," ujar Herdi dalam keterangannya yang diterima Optika.id, Senin (14/8/2023).
Pada tahun 2021, Dosen di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman itu menyebut ada sekitar 29 aduan pengekangan kebebasan akademik. Angka tersebut diketahui meningkat secara signifikan dari sembilan aduan pada tahun 2020 dan enam aduan pada tahun 2019 silam.
Lebih lanjut, ada sebelas model pengekangan kebebasan akademik yang terjadi sepanjang tahun 2022 berdasarkan laporan dari KIKA yang dirilis pada bulan Februari 2023. Model pengekangan kebebasan akademik tersebut di antaranya adalah serangan digital terhadap akademisi yang melontarkan kritik serta tekanan hingga terror terhadap aksi-aksi mahasiswa.
Yang terbaru adalah transaksi gelap dalam penulisan jurnal internasional, peleburan lembaga riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hingga mandeknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi.
Baca Juga: Setara Institute: Prabowo-Gibran Akan Bawa Indonesia ke Otoritarianisme 2.0
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Makna kebebasan akademik, tegas Herdi, tidak bisa dibatasi pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat saja. Namun juga perlu menggunakan definisi UNESCO yang mencakup beberapa hal seperti kebebasan melakukan dan menyebarkan hasil riset serta kebebasan berpendapat secara terbuka.
Hal itu kemudian ditambah dengan kebebasan untuk terlibat dalam keputusan politik baik di dalam maupun di luar kampus. Termasuk di antaranya adalah kebebasan untuk tidak mendapatkan sensor secara institusional. Mirisnya, yang terakhir adalah yang paling sering didapati di Indonesia menurut Herdi.
Maka dari itu, salah satu hal yang dapat dilakukan guna merespons hal ini adalah dengan cara membentuk serikat pekerja kampus. Herdi menilai dengan terbentuknya serikat ini, maka bisa mendorong kebebasan akademik sekaligus mendorong kesejahteraan pekerja kampus.
Baca Juga: Genderang Kritik Dibungkam, YLBHI: Ada Empat Pola Negara Memberangus Gerakan
Selain itu, Herdi berpesan sesuai dengan pernyataan dari professor pendidikan tinggi di Universitas of Lincoln Inggris, Terrence Karran.
"Hak kita untuk melakukan penelitian, pendidikan, dan pengabdian itu hanya bisa kita peroleh dengan layak di bawah pelaksanaan kebebasan akademik sepenuhnya," pungkas Herdi.
Editor : Pahlevi