Optika.id - Maraknya ujaran kebencian hingga hoaks di media saat ini tidak bisa dibendung dan hanya sedikit yang bisa disaring informasinya oleh masyarakat. Menurut Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Komunikasi dan Media (P2KM), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Deden Mauli Darajat, hal itu disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap literasi digital.
Baca Juga: Hoaks Kesehatan Wolbachia Perlu Diatasi Serius Oleh Pemerintah
Kekurangan pemahaman tentang literasi digital inilah yang kemudian masih maraknyahate speechdan hoaks. Kita, misalnya bertanggung jawab untuk mengingatkan lingkungan di sekitar kita untuk mengurangihate speechdan hoaks, kata Deden dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Minggu (13/8/2023).
Menurutnya, pemahaman literasi digital yang kurang inilah yang menyebabkan masyarakat tidak bisa bijak dalam menyampaikan berbagai pendapat, opini dan gagasannya di media sosial dan gemar menyebarkan hoaks serta mudah memviralkan hal negatif yang menimbulkan kerentanan polemik antar anak bangsa.
Maka dari itu, dia menyebut jika masyarakat perlu dibekali dengan pelatihan kecapakan literasi digital yang cukup agar dapat berpikir secara bijak dalam mengakses, mengolah, hingga menyebarkan informasi yang dia terima di media sosial.
Di sisi lain dia turut mengajak agar semua pihak ikut serta dalam mengkampanyekan pentingnya literasi digital dalam membangun iklim demokrasi yang positif untuk menyambut tahun politik di depan mata yang sebentar lagi datang. Pasalnya, tahun-tahun politik terkesan sensitive.
Lebih lanjut, dia mengajak masyarakat untuk berkaca pada pengamat politik Rocky Gerung yang melontarkan pernyataan yang diduga merendahkan martabat Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Pernyataan dari Rocky tersebut dia sebut harus dijadikan sebagai refleksi dalam memberikan kritik yang santun demi mencegah perpecahan dan tidak terjerat delik hukum.
Baca Juga: Literasi Digital dan Finansial Lemah Jadi Akar Masalah Terlillit Utang Pinjol
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun program kampanye literasi digital tersebut bisa dilakukan oleh berbagai pihak yang merasa peduli terhadap iklim demokrasi yang sehat khususnya mereka yang berada di instansi pemerintahan, organisasi kemasyarakatan maupun lembaga pendidikan.
Kendati negara menjamin kebabasan berpendapat sebagaimana yang tercantum pada Pasal 28 UUD 1945 dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Deden mengingatkan bahwa masyarakat harus mampu memilih dan memilah kata-kata yang akan disampaikannya ke ranah publik.
Pasalnya, saat ini masyarakat masih belum bisa membedakan antara nyinyir, kritik, hujatan dan ujaran kebencian yang rentan memecah belah masyarakat karena sejatinya, imbuh Deden, tidak ada kebebasan dalam menyebarkan kebencian, hasutan, fitnah dan sejenisnya atas nama demokrasi.
Baca Juga: Jangan Asal FOMO, Ini Cara Atur Keuangan Secara Efektif Buat Gen Z
Di sisi lain, para politikus dan kontestan pemilu juga perlu sadar untuk membangun Indonesia yang lebih baik dengan cara memaparkan visi-misi yang orisinal, kampanye yang elegan, disertai dengan strategi yang baik agar bisa menghasilkan pemimpin eksekutif dan legislative yang berkualitas.
Setiap kontestan di pemilu 2024 ini harus membangunpolitical willyang baik yang membuat pesta demokrasi berjalan dengan lancar dan sukses tanpa adanya perpecahan di masyarakat, tutur dia.
Editor : Pahlevi