Hukuman Mati
Baca Juga: Dua Prajurit TNI Terluka Ditembak Israel
Asas Mata diganti mata adalah hukum pembalasan jika seseorang melukai seseorang dengan begitu kejamnya, maka orang yang melukai orang tersebut harus dibalas dengan luka yang sama. Hukuman mati adalah sebuah kebijakan dalam suatu negara yang melegalkan sistem hukum untuk menjatuhkan hukuman mati kepada seorang kriminal. Hukum tersebut dianggap setara bagi pelaku tindakan kriminal termasuk pembunuhan berencana dan berantai, sanksi pidana narkotika, terrorisme, dan sebagainya. Banyak negara yang tidak setuju dengan hal ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun menentang terhadap kebijakan tersebut sehingga hukuman mati menjadi sebuah kontroversi global.
Negara yang Memiliki Hukuman Mati
Hukuman mati disebut sebagai salah satu hukuman terkejam di dunia. PBB telah mengadvokasi agar kebijakan ini dihapuskan karena tidak layak dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Hari ini, masih ada 55 negara yang masih memiliki dan menjalankan hukuman mati. Negara-negara yang terkenal paling kejam dengan hukuman matinya termasuk Cina, Saudi Arabia, Mesir, Iran, dan Indonesia.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang masih memiliki hukuman mati. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 100 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Proses hukuman mati di Indonesia adalah terdakwa yang divonis dengan pidana mati akan menjalankan masa percobaan selama 10 tahun dimana perilaku dan sifat terdakwa akan diamati. Jika terdakwa menyesali perbuatannya dan menunjukan harapan untuk memperbaiki diri, hukuman terdakwa akan dikurangi dan dapat diubah menjadi penjara seumur hidup.
Tercatat bahwa 70% negara yang sebelumnya memiliki sanksi mati kini telah meniadakan hukuman ini. Beberapa negara tersebut termasuk Luxembourg, Nicaragua, dan Norway telah untuk segala macam pelanggaran. Selain itu, ada beberapa negara lain yang mengubah ketentuan hukuman mati untuk beberapa kejahatan. Brazil, Fiji, dan Peru telah menghilangkan pidana mati untuk beberapa kejahatan yang tidak berat.
Perdebatan mengenai etika dan nilai pidana mati dalam HAM sungguh dipertanyakan. Ada banyak resiko dalam memvonis seorang tersangka dengan sanksi mati. Tidak terbukti juga bahwa keluarga korban merasakan kedamaian atau rasa puas saat seorang penjahat dihukum mati. Efek jera seorang kriminal atau terdakwa dengan adanya kebijakan ini juga tidak terbukti benar.
Yang baru-baru ini terjadi, sebuah unjuk rasa di Kenya dimana rakyatnya berdemokrasi agar pemerintahnya menghapus sanksi mati dari undang-undangnya karena pajak meningkat di Kenya selagi inflasi tengah melonjak. Meningkatnya pajak di Kenya disebabkan karena meningkatnya jumlah hukuman mati yang dieksekusi. Ternyata, pidana mati tidak hanya memiliki resiko yang besar, tetapi juga menyebabkan krisis ekonomi.
Tingkat Kriminalitas Negara
Disangka bahwa semakin tinggi tingkat kekejaman sebuah hukuman dapat menjamin keselamatan dan keamanan sebuah negara dari pelaku kriminal dan kejahatan. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki hukuman mati. Jepang adalah salah satu negara dengan tingkat kriminalitas 0,26 per 100.000 penduduk untuk melakukan tindakan kejahatan pada tahun 2018. Di sisi lain, Venezuela, negara dengan angka kriminalitas tertinggi, 40,9 melakukan pembunuhan per 100.000 penduduk pada tahun 2021, tidak memiliki hukuman mati. (Zhang, 2021)
Namun, tidak ada bukti jelas bahwa hukuman mati efektif dalam menurunkan angka kejahatan di sebuah negara. Jepang memiliki angka kriminalitas yang rendah dengan memiliki hukuman pidana mati. Selain itu, Spanyol juga salah satu negara paling aman, dan tidak memiliki hukuman mati. Islandia juga salah satu negara paling bahagia dan aman yang tidak menjalankan hukuman mati.
Efek Hukuman Mati
Hukuman mati dianggap dapat memberikan efek jera terhadap seorang kriminal untuk melakukan aksi melanggar peraturan. Tetapi, hal ini tidak sepenuhnya benar. Nyatanya masih banyak pelaku kejahatan yang sadar dan tahu tentang kebijiakan ini tetapi tetap melakukan kejahatan tersebut dengan harapan bahwa dia tidak akan tertangkap oleh pihak kepolisian dan keamanan. Selain itu, ada beberapa penjahat pembunuh berantai terkenal dalam sejarah, Ted Bundy salah satunya, yang menyatakan bahwa dia tidak menyesali perbuatannya meskipun akan divonis hukuman mati.
Selain itu, ternyata tidak semua keluarga dari korban juga setuju untuk tersangka untuk dibunuh dalam sebuah pengadilan. Mendapat bahwa seorang pembunuh telah mati tidak memberikan keluarga korban merasakan rasa damai atau tenang. Sebaliknya, ada beberapa keluarga korban menentang terdakwanya untuk dihukum mati.
Baca Juga: RPJP Prabowo Subianto, Ini yang Harus Diperhatikan
Seperti halnya yang dialami Renny Cushing, seorang keluarga korban yang ayah dan kakak iparnya dibunuh mengatakan bahwa hukuman mati adalah sebuah ritual pembunuhan yang tidak dapat mengimbangi rasa duka dan kehilangan keluarga korban. Menurut penelitian psikologis yang dilakukan oleh Carlsmith, Wilson, dan Gilbert diterbitkan dalam tahun 2008 menyatakan bahwa dalam sebuah permainan, pemain yang menghukum orang lain yang curang seharusnya merasa lebih baik. Sebaliknya, setelah hukuman dijatuhkan, pemain justru merasa lebih buruk dan negatif, terutama jika mereka sendiri yang menjatuhkan hukuman tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harga Hukuman Mati
Seperti yang kini sedang ramai diperbincangkan di Kenya tentang harga hukuman mati yang mahal. Nyatanya benar hal tersebut. Tercatat bahwa mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam lima eksekusi terakhirnya menghabiskan sebesar $4.7 juta dollar atau lebih dari $900,000 dollar per eksekusi di awal tahun 2021. (Stubbs, 2021)
Uang yang digunakan untuk membayar hukuman mati ini yang dijatuhkan kepada seorang tersangka dibayar dengan cara meningkatkan pajak yang dibayar oleh rakyat, walaupun mereka setuju ataupun tidak terhadap peraturan ini.
Integritas Meja Hijau
Hukuman mati adalah satu-satunya hukuman yang menjamin bahwa tersangka tidak akan melakukan ulang tindakan kejahatan. Namun, karena hal ini juga, hukuman mati dapat menjadi hukuman yang paling fatal jika terdakwa yang divonis dengan sanksi mati ternyata telah salah hukum. Terjadi banyak kasus di seluruh dunia dimana pengadilan ternyata tidak akurat, telah ternodai, atau hakim memberikan sebuah vonis mati dengan maksud tersirat atau perasaan benci dan diskriminasi terhadap suatu suku, rasa, dan agama.
Walaupun banyak teknologi forensik yang telah berkembang dan bertambah maju, namun, tidak menutupi kemungkinan bahwa seorang saksi atau bukti dapat menjatuhkan hukuman mati kepada seseorang yang salah. Tidak menutup kemungkinan bahwa lokasi sebuah kejahatan telah dimanipulasi dan tertuju terhadap orang yang salah.
Selain itu, integritas hakim atau pelaksana keadilan tidak dapat terjamin apalagi di dalam negara dimana seorang yang miskin dijatuhkan hukuman sepuluh tahun penjara karena telah mencuri sebuah mangga, sedangkan seorang koruptor uang rakyat diberikan hukuman hanya beberapa bulan dengan alasan memiliki seorang balita di rumah. Kejadian ini membuktikan bahwa uang berperan penting dalam mempertimbangkan keadilan dalam meja hijau.
Baca Juga: Pengamat Sebut Mundurnya Airlangga Karena Kasus Hukum Sudah By Design
Maret 5, 2020, Nathaniel Woods dieksekusi oleh pengadilan Alabama, Amerika Serikat untuk tuduhan sebagai dalang dibalik pembunuhan polisi saat dia terciduk menggunakan obat-obatan terlarang. Padahal dia bukanlah dalang dalam pembunuhan tersebut. Melainkan temannya yang merupakan seprofesinya yang merupakan eksekutor. Namun, hukum pidana tetap dijatuhkan kepada Woods yang bukan merupakan dalang. Walaupun, eksekutor telah mengakui baha dia adalah dalang. Namun disayangkan, kasus ini terkuak adanya diskriminasi rasial atas pemutusan hukuman yang dijatuhkan kepada Woods.
Alternatif Hukuman Mati
Jika kita berpikir tentang prinsip mata ganti mata, maka akan rumit untuk menerapkan prinsip ini pada saat sebuah pengadilan yang tidak akurat dan terkorupsi salah hukum seseorang yang tidak bersalah. Oleh karena itu, kita tidak boleh memberikan pengadilan atau pemerintah kekuatan untuk menentukan hidup mati seseorang yang bersalah sebesar apapun itu.
Benar ada beberapa kejahatan yang layak mendapatkan hukuman mati, namun tidak menutup kemungkinan bahwa terdakwa yang dibunuh benar adalah pelaku kejahatan. Penting untuk menjaga integritas dan konsistensi pemimpin dan pemerintah negara agar tetap adil. Penjara seumur hidup menjadi sebuah alternatif bagi hukuman mati karena tidak fatal. Selain itu, penjara seumur hidup juga bersifat lebih ekonomis.
Editor : Pahlevi