Optika.id - Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kendaraan atau transportasi diklaim menjadi penyumbang terbesar pencemaran lingkungan dan polusi udara di Jakarta. hal itu dikatakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan di Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Erni Pelita Fitratunnisa.
Baca Juga: Kebiasaan Jalan Kaki Bisa Kurangi Polusi Udara
Menurutnya, sebesar 44% polusi udara di DKI Jakarta disumbang oleh sektor bahan bakar dari transportasi, kemudian industri energy menyumbang sebanyak 31%, perumahan sebanyak 14%, dan 10rasal dari manufaktur, sisanya, 1rasal dari sektor komersial.
"Hasil itu setelah Pemprov DKI melakukan parameter terkait penurunan kualitas udara berdasarkan SO2 yang menjadi kontributor terbesar," ujar Fitri dalam keterangannya, Rabu (30/8/2023)
Dirinya pun mengaku bahwa kualitas udara di DKI Jakarta sejak bulan Mei hingga Agustus 2023 cenderung buruk dan kian memburuk. Akan tetapi, pada Rabu 23 Agustus pukul 14.00 WIB dia mengklaim jika kualitas udara di DKI Jakarta perlahan mulai membaik.
Berdasarkan pantauan dari pihaknya, dari lima wilayah di Jakarta, empat di antaranya menunjukkan bahwa indeks polusi berada di bawah 100 yang menunjukkan kategori polusi sedang. Sementara itu, di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur, indeks poin masih berada di angka 105 yang berarti masuk ke dalam kategori tidak sehat.
Hal tersebut menurutnya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain aktivitas home industry di sekitar wilayah itu dalam radius 300 hingga 350 meter yang menggunakan arang sebagai bahan bakar, kemudian pembangunan jalan yang menyebabkan debu dan sebagainya. Serta sumber emisi bergerak yang dipengaruhi oleh manusia.
"Bisa juga dipengaruhi suhu cuaca dan yang lainnya. Jadi banyak sekali faktor sebenarnya," imbuh Fitri.
Baca Juga: Pemerintah Tak Bisa Mendadak Tilang Untuk Atasi Polusi Udara
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta pun sudah melakukan upaya yang maksimal dalam pengendalian pencemaran udara. Bahkan, sejak tahun 2005 pun Peraturan Daerah (Perda) sudah dibentuk dan diterbitkan.
Disusul pada tahun 2019, Instruksi Gubernur diterbitkan. Dalam instruksi tersebut diatur juga beberapa aksi pengendalian pencemaran udara misalnya penerapan ganjil genap, peremajaan emisi dan pembatasna usia emisi kendaraan pribadi.
Aksi lainnya adalah pengendalian sektor industri, pemanfaatan energy terbarukan, dan penghijauan sarana publik serta pengaturan tariff parkis, memperbaiki fasilitas pejalan kaki hingga peralihan moda transportasi.
Baca Juga: Pro Kontra Uji dan Tilang Emisi, Bukan Barang Baru dan Tidak Cukup Efektif
"Jadi sudah dilakukan jauh sebelum kondisi tahun ini, dari strategi sampai sanksi. Razia uji emisi juga akan dilakukan pada 25 Agustus 2023 nanti terhadap kendaraan bermotor," ungkapnya.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan itu, ditambah dengan prediksi bahwa bulan September sampai Desember hujan akan turun, Fitri optimis bahwa kondisi pencemaran kualitas udara di DKI Jakarta akan segera menurun.
"Kondisi ini bisa membaik di September sampai Desember karena masuk musim hujan, itu bisa mempengaruhi sekali," tutur Fitri.
Editor : Pahlevi