Optika.id - Gerakan Perubahan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyerahkan keputusan terkait batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai open legal policy. Menurut Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, hal ini merupakan kewenangan DPR dan bukan ranah MK.
Baca Juga: Anies Tantang Buktikan Tuduhan Ada Ordal di TGUPP Saat Jadi Gubernur
Muslim Arbi menjelaskan, "Itu bukan ranah dan wewenang MK. Kalau diputuskan MK, berarti melampaui kewenangannya. MK itu hanya uji UU, bukan susun UU."
Ia juga mengkhawatirkan bahwa jika MK ikut campur dalam penetapan batas usia Capres-Cawapres, khususnya dalam mengabulkan beberapa gugatan yang menginginkan penurunan usia menjadi 35 tahun, maka MK akan dianggap bersikap partisan.
"Karena soal syarat usia yang diuji, batas bawah 35 tahun dan batas atas 70. Itu mendekati usia Gibran dan Prabowo. Yang oleh publik dilihat sedang didukung Jokowi," katanya.
Baca Juga: Sukses Bangun JIS, Anies Baswedan : Insya Allah, Kami Akan Bangun Stadion di Banjarmasin
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Muslim Arbi juga menyoroti potensi konflik kepentingan dalam MK, dengan Ketua MK yang merupakan ipar dari presiden dan adanya spekulasi tentang putra presiden sebagai calon wakil presiden.
"Jika ketua MK-nya ipar presiden, yang diuji usia Capres-Cawapres yang didukung presiden, dan puteranya presiden sedang digadang-gadang kelompok tertentu sebagai Cawapres, maka MK dapat dianggap sarang KKN. Berarti MK mengkhianati reformasi. Karena salah satu amanat reformasi adalah basmi KKN," tegas Muslim Arbi.
Baca Juga: Program Makan Siang Gratis Dipertanyakan, Begini Tanggapan Gerindra
Saat ini, persidangan gugatan mengenai batas usia Capres-Cawapres sedang berlangsung di MK, dan sudah mencapai tahap mendengarkan keterangan ahli pihak terkait pada Selasa (29/8).
Editor : Pahlevi