Beberapa waktu yang lalu Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) menyatakan bahwa skripsi tidak lagi diwajibkan sebagai syarat kelulusan mahasiswa sarjana.
Baca Juga: Jokowi Tolak ke Jawa Timur Usai Ada Rancangan Demo Mahasiswa
Menanggapi hal tersebut, pengamat pendidikan dari Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Tans Feliks berharap agar kebijakan dari Kemendikbudristek tersebut ditinjau kembali.
"Kebijakan tersebut perlu ditinjau kembali karena mengabaikan esensi pendidikan sebagai salah satu pilar utama menumbuhkembangkan budaya literasi dan numerasi tingkat tinggi yang sangat dibutuhkan manusia," kata Tans Feliks dalam keterangannya di laman Undana, dikutip Optika.id, Selasa (12/9/2023).
Direktur Pasca Sarjana Undana Kupang ini juga mengingatkan bahwa kebiasaan menulis, meneliti dan publikasi tidak bisa dijauhkan dari ilmuwan top dunia, termasuk Indonesia. sehingga, dia menganggap bahwa tidak mewajibkan penulisan skripsi/tesis/disertasi adalah hal yang salah.
Apabila kebijakan tidak mewajibkan skripsi digunakan, imbuhnya, maka Kemendikbud perlu memberikan perlakuan yang berbeda bagi mahasiswa yang menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dengan skripsi.
Baca Juga: Pasar Bandeng Gresik: Mahasiswa PMM UMG Terjun ke Warisan Budaya Lokal
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya mahasiswa yang mampu menulis skripsi diperkenankan untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 dan S3, sementara mahasiswa yang tidak menulis skripsi tidak diperkenankan mengenyam pendidikan di jenjang S2 dan S3, ucapnya.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa mahasiswa S2 dan S3 wajib menulis tesis atau disertasi lantaran mereka merupakan calon ilmuwan. Di sisi lain, dia menegaskan bahwa yang tidak wajib yakni melakukan publikasi di jurnal internasional bereputasi.
Baca Juga: Kesempatan Emas, Bank BSI Buka Lowongan Magang, Lulusan SMA sampai S1 Bisa Daftar!
Sebuah artikel yang berisi atau bermanfaat boleh saja diterbitkan di mana saja, tidak harus di jurnal internasional bereputasi yang biaya publikasinya sangat mahal, ujarnya.
Editor : Pahlevi