Optika.id - Gempuran teknologi dan informasi sudah mereduksi beberapa aspek, khususnya buku yang kini sudah beralih menjadi buku digital. Di sisi lain, arus informasi pun bisa didapatkan dari mana saja misalnya Youtube, dan media sosial lainnya.
Baca Juga: Membicarakan Seks Tanpa Tabir dan Lebih Berani!
Namun, menurut Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya (FIP UNESA), Mochammad Nusalim menyebut jika saat ini buku masih relevan digunakan sebagai sumber belajar yang utama dan masih digandrungi oleh orang-orang. Di sisi lain, buku juga merupakan sumber yang terpercaya.
Secara umum, buku, masih terpercaya akan muatannya, ucap Nursalim dikutip dari laman Universitas Negeri Surabaya, dikutip Optika.id, Jumat (11/8/2023).
Dia menjelaskan artian terpercaya yakni buku terbit pasca melewati beberapa tahap seleksi yang cukup ketat, diikuti dengan validasi, editing, dan di dalamnya menyajikan data dan informasi secara mendalam serta komprehensif.
Apalagi, dalam buku mengandung latar belakang, rumusah masalah, faktor, penjelasan dan bagian ilmiah lainnya. Buku juga memuat serangkaian metode, solusi, kesimpulan hingga referensi yang bisa ditelusuri dan dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Dalam konteks tersebut, buku yang dimaksud beragam. Baik buku cetak, buku digital atau e-book, hasil riset orang lain, jurnal-jurnal, dan lain sebagainya yang tersedia di berbagai platform terpercaya dan tersebar di mana saja.
"Akses bacaan atau sumber belajar sekarang melimpah, tinggal kita yang manfaatkannya atau tidak," kata dia.
YouTube Bisa Gantikan Posisi Buku?
Baca Juga: Tak Bisa Dipandang Sepele, Ini Manfaat Menulis Tangan yang Banyak Manfaat
Dirinya juga menjawab pertanyaan apakah YouTube bisa menggantikan keberadaan buku sebagai sarana dan sumber mendapatkan ilmu pengetahuan?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tak dapat dipungkiri bahwa internet juga termasuk sumbe belajar. Nursalim menilai saat ini sudah banyak hasil riset yang bisa diakses di internet secara terbuka. Serta, ada berbagai seminar, diskusi, siniar (podcast), pelatihan, dan kuliah umum yang bisa disaksikan di YouTube. Namun, dia mengingatkan agar mahasiswa dan akademisi pandai-pandai untuk memilah dan memilih sumber belajar atau platform belajar itu sendiri.
Cari yang tepat dan terpercaya untuk meningkatkan kapasitas keilmuan dan kompetensi, ujarnya.
Belajar di YouTube, sambungnya, hampir mirip seperti metode mahasiswa yang sedang kuliah dan menyimak penjelasan dari dosen yang mengajar di depan kelas atau ruang daring waktu pandemi dulu. Dan dia tidak menyangkal bahwa diskusi, podcast dan sejenisnya bagus untuk menunjang belajar mahasiswa. Khususnya, hal yang berkaitan dengan hal-hal praktis seperti tutorial dalam melakukan atau membuat sesuatu.
Baca Juga: Tingkat Kinerja Baca Rendah, IKAPI: Banyak yang Sulit Bedakan Fakta dan Opini
Akan tetapi, dia menegaskan bahwa mengandalkan belajar lewat YouTube saja tidak cukup ketika berkaitan dengan kompetensi dan keilmuwan.
Apalagi video podcast cenderung pendek dan hanya inti-intinya saja. Kita tahu pendapat orang, tapi kita tidak mengerti apa alasan atau premis orang di balik pendapat atau kesimpulannya itu. Intinya informasi dan pengetahuan tidak boleh ditelan mentah-mentah, tetapi perlu dipilah dan diverifikasi," urai dia.
Oleh sebab itu dia menyarankan agar mahasiswa harus banyak memanfaatkan sumber belajar yang tersedia dengan tetap jeli memfilter apa yang didapatkannya. Pasalnya, ilmu yang didapatkan dari dosen di ruang kelas perkuliahan juga perlu diperluas lagi dengan mendengarkan penjelasan dari para ahli. Seperti menyimak dan mengikuti kelas tambahan, seminar, atau kuliah lainnya yang didapatkan di dunia maya,
Hal yang terpenting adalah menelusuri, menggali dan mendalami sendiri dengan membaca referensi utama atau buku babon tiap disiplin keilmuan sebagai penguatan dan pendalaman.
Editor : Pahlevi