Optika.id - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres oleh beberapa kepala daerah dan partai politik termasuk dari PSI. Keputusan MK tersebut dianggap tepat oleh sejumlah pengamat.
Pengamat politik Universitas Langlangbuana Bandung Rafih Sri Wulandari mengatakan, sejatinya MK tidak berwenang untuk mengotak-atik aturan tentang undang-undang Pemilu. Menurutnya yang berwenang untuk hal itu yakni DPR RI.
Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Pilkada Bukan Pesta Rakyat, tapi Pesta Elite Parpol
"MK itu sudah melakukan tindakan yang tepat. Dia tidak memiliki kewenangan untuk bisa menerima ataupun seperti apa. Karena kalau mau digodok terkait hasil produk hukum UU No. 7 tahun 2017 tentang kepemiluan, harus digodok oleh legislatif dan eksekutif," kata Rafih saat dilansir detiknews, Senin (16/10/2023).
"Tapi kalau misalkan MK memutuskan menerima, ya itu berarti sudah ada intervensi di situ. Jadi saya rasa MK sudah tepat melakukan langkah yang baik. Sudah tepat," imbuhnya.
Rafih memperkirakan, ada beberapa faktor yang akhirnya membuat MK menolak gugatan batas usia capres-cawapres. Menurutnya itu karena adanya pertimbangan soal tingkat kematangan seseorang jika batas usia dari 40 tahun diturunkan ke 35 tahun.
"Harus juga dipertimbangkan terkait dengan kemampuan, kapasitas dan kapabilitas seseorang. Apalagi kita di negara yang provinsinya banyak, dengan masyarakat yang majemuk. Saya rasa membutuhkan orang yang betul-betul memiliki kompetensi," ujarnya.
Baca Juga: Analis Sebut Wajar PDIP Tak Bersama Anies, Bukan Elektoral Penentu Utama
Selain itu, jika gugatan tersebut dikabulkan, Rafih berujar akan ada opini yang menyebut keputusan MK kental akan nuansa politik. "Kalau misalkan posisinya disetujui ini sama MK ya, ini nuansa politika soalnya relatif sangat kencang sekali kan," tegasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih lanjut, dia menerangkan peta politik nasional langsung berubah setelah MK menolak gugatan tersebut. Seperti diketahui, banyak isu jika gugatan itu diajukan untuk meloloskan Gibran Rakabuming Raka agar bisa menjadi cawapres.
"Banyak yang sudah ter-Gibran-gibran ya. Banyak yang sudah deklarasi. Tapi tidak apa-apalah, jadi politik itu sangat dinamis. Nanti mungkin akan muncul lagi strategi baru seperti apa," ungkap Rafih.
Baca Juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!
Masih kata Rafih, terlepas dari ditolaknya gugatan tersebut namun saat ini mulai banyak tokoh-tokoh muda yang bermunculan di politik nasional. Hal itu menurutnya merupakan hal positif yang mesti dipertahankan.
"Kalau saya sangat menangkap potensi positif bagaimana pemuda sekarang lebih berani menyuarakan keinginannya, berkiprah, mewarnai. Itu hal yang sangat positif yang diperlukan bangsa ini. Terlepas misalkan ajuannya itu diterima atau ditolak itu konsekuensi politik," jelasnya.
"Karena kita sadar pemilu sekarang itu 20 persen itu banyak kaum milenial. Kaum generasi Z pemilih pemula itu tinggi," tutup Rafih.
Editor : Pahlevi