Optika.id - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Izzuddin Al Farras Adha mengungkapkan bahwa revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang baru masih belum sepenuhnya mengatur perihal cross border oleh e-commerce maupun social commerce, khususnya terkiat reseller atau afiliator.
Permendag yang baru ini menurutnya belum secara gamblang mengatur perihal reseller yang justru menjadi jalan masuk utama barang-barang impor masuk ke Indonesia.
Baca Juga: TikTok Merger Tokopedia, Persaingan E-Commerce Bakal Makin Ketat
"Masalahnya adalah cross border selama ini menjadi jalan masuk barang-barang impor melalui afiliator atau reseller yang ada di Indonesia. Yang mana mereka menjual barang secara murah dan tidak bisa terkena cross border. Itu tidak berpengaruh dengan adanya revisi Permendag soal prosedur ini," kata Izzudin dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Selasa (17/10/2023)
Untuk diketahui, Permendag yang baru yakni Permendag Nomor 31 Tahun 2023 merupakan peraturan baru hasil revisi. Beleid ini mengatur beberapa hal di antaranya yakni Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
Kendati demikian, Izzuddin menilai bahwa terkait cross border ini pemerintah kurang jeli dalam penegakan hukumnya, khususnya pada afiliator atau reseller. Hal ini dikarenakan mayoritas dari mereka yang melakoni bisnis ini sudah mengantongi izin legal serta berbadan hukum sehingga revisi Permendag yang baru ini tidak bisa langsung menindak para afiliator ini.
Baca Juga: Harga Gula Naik Karena India Pemilu
"Artinya di social commerce maupun di e-commerce itu mereka tetap bisa berdagang dengan cara affiliator untuk barang impor murah ini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk diketahui, yang dimaksud cross border yakni praktik perdagangan lintas batas yang merupakan kran masuknya barang impor ke dalam wilayah atau negara tanpa melalui proses pemeriksaan di pabean. Barang yang dipesan umumnya adalah barang melalui e-commerce dan social commerce yang akan dikirimkan langsung ke konsumen oleh penjual dari luar negeri.
Masyarakat, dalam praktik perdagangan seperti itu diuntungkan lantaran mengimpor langsung dengan mudah. Selain hanya memilih dengan klik pada gawai masing-masing, pembayaran pun dalam bentuk mata uang rupiah serta bisa membeli dalam kuantitas kecil. Di sisi lain, keunggulan berikutnya bagi pembeli adalah harganya jauh lebih murah apabila dibandingkan dengan produk serupa di Indonesia.
Baca Juga: Gandeng GoTo, TikTok Shop Dikabarkan Buka Lagi di RI
Alhasil, cross border pun meningkat dna tidak bisa dibendung. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), sepanjang tahun 2021 terdapat 61,49 juta dokumen Consignment Notes (CN). Dan 90ri barang kiriman tersebut merupakan barang kiriman melalui perdagangan elektronik. Lalu, sebanyak 98,71% harga barang kiriman luar negeri bernilai di bawah US$100.
Editor : Pahlevi