Putusan MK Terkait Batas Usia Tidak Berlogika dan Tidak Konsisten

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 20 Okt 2023 14:16 WIB

Putusan MK Terkait Batas Usia Tidak Berlogika dan Tidak Konsisten

Optika.id - Peta perpolitikan Indonesia saat ini berbeda dengan yang sebelumnya. Banyak warna yang terjadi menjelang tahun pemilu 2024. Salah satunya adalah konstitusi yang seolah dipermainkan dengan disahkannya putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait enam gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres secara beruntun pada Senin (16/10/2023) yang membuat peluang putra sulung Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, untuk maju di Pilpres 2024 semakin mulus.

Dari total enam gugatan tersebut, tiga di antaranya ditolak sementara dua tidak diterima dan hanya satu yang diterima sebagian. MK membuat putusan berbeda terkait gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru Re A. sementara gugatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Garuda ditolak mentah-mentah oleh MK.

Baca Juga: Menteri Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto, Siapa Saja?

Dalam putusan tersebut, MK sepakat dan menyatakan bahwa berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.

MK, dalam putusan tersebut menilai bahwa permasalahan umur tidak menjadi masalah untuk menjadi capres dan cawapres dengan syarat pernah menjadi atau sedang menjadi kepala daerah. MK berdalih bahwa mereka yang sudah dipilih melalui pemilu, bisa maju di Pilpres.

Sementara itu, dalam perkara batas usia tersebut, ada dua hakim konstitusi yang teguh memiliki alasan berbeda. Yakni Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmich P. Foekh. Sedangkan yang menyatakan dissenting opinion ada empat hakim, yaitu: Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Disahkannya putusan MK tersebut membuat publik khawatir akan adanya politik dinasti pasca publik sudah terlepas dari cengkeraman rezim Otoriter Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto selama lebih dari 30 tahun.

Putusan MK dalam permohonan ini pun, dinilai oleh Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Felia Primaresti inkonsisten. Menurut Felia, permohonan cawapres 35 tahun seharusnya bisa dikabulkan apabila permohonan batas umur 40 tahun atau pejabat negara dikabulkan.

Baca Juga: Prabowo-Gibran akan Dilantik Hari Ini, Apa Isi Sumpahnya?

Ini termasuk kebijakan yang tidak konsisten dan logikanya tidak bisa diterima, kata Felia, Kamis (19/10/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pasalnya, keputusan batas umur tersebut berkaitan dengan komitmen negara yang selama ini menggaungkan partisipasi anak muda dalam ranah politik. Apabila negara memang konsisten dengan hal tersebut, imbuhnya, seharusnya putusan MK terkait dengan batasan usia cawapres 35 tahun bisa dikabulkan.

Di sisi lain, dia mengamini bahwa upaya pengabulan gugatan syarat capres-cawapres ini penuh dengan politik kepentingan. Pasalnya, hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari status Ketua Hakim Konstitusi, Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Jokowi itu sendiri. dengan kata lain, dia juga merupakan paman dari Gibran yang namanya santer disebut-sebut sebagai bakal cawapres potensial pada Pilpres 2024 mendatang kendati dia telah berulang kali membantah maju sebagai cawapres.

Di sisi lain, dosen hukum tata negara Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Ilahi menjelaskan mengapa gugatan dari PSI dan Partai Garuda ditolak oleh MK sementara permohonan mahasiswa bernama Almas dikabulkan. Dia menilai bahwa definisi penyelenggara dalam gugatan yang diajukan oleh PSI dan Partai Garuda memiliki cakupan permohonan yang luas.

Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Di gugatan Partai Garuda dan PSI meminta penyelenggara negara, scope-nya terlalu luas (elected dan non-elected officials). Permohonan yang mahasiswa Unsa ini minta kepala daerah/elected officials. Jadi lebih acceptable dan bisa dipersamakan karena sama-sama rumpun eksekutif, kata Beni.

Kendati demikian, dirinya menegaskan bahwa putusan MK terkait hal ini adalah bentuk upaya permainan dalil hakim konstitusi dalam meloloskan syarat usia capres-cawapres. Putusan ini, imbuhnya, akan membuka peluang Gibran untuk maju dalam Pilpres 2024.

Meskipun menolak berulang kali ya, dan walaupun nanti cawapres nya bukan Gibran, tetap saja putusan MK tersebut adalah permainan konstitusi tegasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU