Ramlan Surbakti: Demokrasi Masih Berjalan Tak Sesuai Prosedur!

author Danny

- Pewarta

Kamis, 23 Nov 2023 10:31 WIB

Ramlan Surbakti: Demokrasi Masih Berjalan Tak Sesuai Prosedur!

i

Dok. Pribadi

Optika.id - Mantan Dosen FISIP Universitas Airlangga, Prof. Ramlan Surbakti mengatakan Pemilu memiliki empat kajian, tata kelola pemilu, operasionalisasi untuk memilih wakil rakyat di tingkat manapun. Voting Behavior, perilaku pemilih yang setiap hari sudah dilihat dan ditemukan bersama.

Hal ini disampaikan pada acara Seminar Nasional Fisip 2023, Regesi Demokrasi Indonesia di Ruang Adi Sukadana Fisip Unair, Kamis, (23/11/2023). Konsep demokrasi yang minimalis ini hanya melihat demokrasi dari aspek Pemilu tetapi tidak hanya dari segi empirik tetapi juga dari segi validitas eksternalnya.

Baca Juga: Ikrar Nusa Bhakti: Demokrasi Bisa Kembali Berjalan Atau Kalah dengan Politik Dinasti?

"Integritas pemilu, berbeda pendapat dengan banyak pihak mengenai integritas pemilu. Seperti mengalami inflasi, apa saja integritas pemilu, artinya pemilu demokratik. Integritas pemilu ada 4 prinsip, jujur, akurat, transparan, akuntabel," kata Ramlan dalam pantauan Optika.id, Kamis, (23/11/2023).

Demokrasi adalah pemilu unpredictabrl procedure and predictable results. Ada kepastian hukum mengenai prosedur, mendaftar menjadi peserta, itu semua sudah mendapatkan aturan secara pasti. Tetapi, perlu juga dilembagakan ketidakpastian mengenai hasil pemilu.

"Jaman orde baru, seringkali menurut Adam Przeworski, yang harus dijamin adalah hasil pemilu tidak ada yang boleh tau. Karena ada penguasa yang terintervensi. Yang terbuka hanya lembaga survei saja. Tidak ada yang diketahui lembaga survei bisa hitung cepat, sama dengan pemilu yang ditetapkan itu tidak ada. Litbang Kompas itu hasilnya berbeda 0,1 persen dari KPU," katanya.

Menurutnya, kalau memang hasil Pemilu sudah diketahui, untuk apa banyak orang bersaing. Buat apa orang-orang selalu repot mengeluarkan dan berkorban untuk banyak hal.

Baca Juga: Gandeng Kampus Thailand, FISIP Unair Kerja Sama Teliti Pemilu

"Selama 5 tahun pemilu berjalan, apa sudah berjalan sesuai dengan prosedur. Aturan main pemilu itu tidak mengandung kepastian. Pertama, alokasi kursi dan pembentukan darah anggota DPD dan DPRD. MK mengatakan yang berwenang memberikan kursi adalah KPU. Sekarang apakah KPU itu sudah merubah peraturan itu?," terangnya dengan jelas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Maka, alokasi kursi menyimpang dari prinsip kesetaraan. Seperti dalam contoh ada dua darah pemilihan di DPR, pernah dilewatkan ke Bandung. Darah pemilihan DPR itu menggabungkan Kota Bogor dengan Cianjur. Antara Bogor dan Cianjur melewati puncak Kabupaten Bogor. Menggabungkan tapi loncat, jelas tidak boleh.

"Sejak 2019, mendapatkan kursi untuk Sumatera Utara, jumlah penduduk bertambah maka kursi juga harus ditambah. Alokasi yang menyimpang, mengapa komisi 2 meminta KPU supaya tidak mengubah. Karena menyangkut kursi anggota DPR, kita termasuk dari Sumut tidak tahu itu. Jadi KPU tidak melaksanakan Undang-Undang," jelasnya.

Baca Juga: Ini Tanggapan Prof Ramlan Surbakti, Terkait Sidang DKPP Soal Dugaan Kecurangan Pemilu

Kata Ramlan, menurut Undang-Undang partai politik harus menyumbang sedikitnya 30 persen keterwakilan perempuan dalam kontestasi politik. Kalau dianggap 3/10, bisa disimpulkan bahwa itu masih kurang dari keterwakilan politik. Hanya membuat surat edaran ke semua partai, supaya melaksanakan utusan MK.

"Anehnya yang membuat undang-undang itu justru membangkang. Sekarang tidak mau dilaksanakan, justru sehingga sekarang 30% keterwakilan itu tidak dijamin. KPU tidak memperbaiki pasal yang dibatalkan MK-KPU. Ada yang tidak memenuhi syarat, itu kemudian disoroti oleh koalisi masyarakat sipil," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU