Optika.id - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat memprotes terkait naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024. Mirah menyebut jika rumusan PP Nomor 51 Tahun 2023 paling banter hanya bakal mengerek upah buruh di kisaran 5-8% saja. Padahal, dengan inflasi dan segala dinamikanya saat ini, kaum buruh tetap tekor jika faktor pandemi Covid-19 dan kenaikan harga BBM turut jadi pertimbangan kenaikan upah.
"Hasilnya sama saja tidak akan pernah mengangkat kesejahteraan para pekerja buruh karena angka itu betul-betul minus. Kenapa minus? Karena dalam situasi dan kondisi pekerja buruh diterpa pandemi Covid-19 di 2021 dan 2022. Belum lagi pada pertengahan 2022 itu kita berhadapan dengan kenaikan BBM," ucap Mirah, Selasa (28/11/2023).
Baca Juga: Kabar Baik! Tak Ada Lagi Upah Dibawah 2 Juta Per Bulan
Mirah menegaskah, pemerintah hanya akan berdalih dengan segala macam alasan. Dan hal tersebut tidak akan berarti apa-apa jika rumusan kenaikan upah yang tertera di PP tidak diubah. Apalagi, saat ini Mirah mengamati banyak pengusaha culas yang menerapkan upah dengan tetap mengacu pada UMP 2020 yang sudah usang.
"Kalau menggunakan rumus PP 51/2023, inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks nilai tertentu itu. Maka, dipastikan upah yang diberikan kepada para pekerja buruh di Indonesia ini ya tidak akan mencapai satu rumusan kesejahteraan. Kita akan protes sampai kebijakan ini diubah," kata Mirah.
Baca Juga: Kamar Dagang dan Industri Indonesia Merasa Keberatan dengan Kenaikan Upah Minimum 2023
Mirah mengaku pesimis dengan nasib buruh yang digadang-gadang bisa berubah dalam beberapa tahun ke depan apabila kebijakan upah tetap stagnan. Tak hanya perihal regulasi, Mirah menegaskan jika pemerintah terkesan tidak berpihak pada buruh lokal. Dia mencontohkan, adalah dibukanya lebar-lebar kran investasi dari Tiongkok ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pola investasi dari Tiongkok ini jika dilihat dari kacamata kaum buruh jelas tidak menguntungkan. Pasalnya, investor Tiongkok lazimnya membawa tenaga kerja mereka sendiri yang tentunya berasal dari negara mereka. Alhasi, rekrutmen untuk tenaga kerja lokal relatif minim.
Baca Juga: Upah Minimum Resmi Naik Maksimal 10% Pada Tahun 2023
"Kalau pun dibuka, itu sudah sangat sedikit. Upahnya juga jauh berbeda dengan tenaga kerja yang mereka bawa. Jauh lebih murah, meski posisi, jabatan, pekerjaannya sama. Artinya, luar biasa ada diskriminasi yang tajam di sana," pungkasnya.
Editor : Pahlevi