Riak Konflik Masyarakat dengan Pengungsi Rohingya, Pemerintah Cuci Tangan?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 12 Des 2023 14:27 WIB

Riak Konflik Masyarakat dengan Pengungsi Rohingya, Pemerintah Cuci Tangan?

Optika.id - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna menyebut jika jumlah pengungsi Rohingya yang datang ke Aceh, tepatnya Tanah Rencong dalam sepekan terakhir sekitar 1.200 orang. Nana, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa para pengungsi yang datang sudah tidak lagi berada di bibir pantai atau masih terombang-ambing di perairan.

Jumlahnya sekitar 1.200-an dan sudah terkonsentrasi di tiga penampungan. Ada di kantor eks imigrasi Lhokseumawe, di desa Kulam kabupaten Pidie, dan di Gedung Mina Raya Kabupaten Pidie, kata Nana dalam keterangannya, dikutip Optika.id, Selasa (12/12/2023).

Baca Juga: Isu Rohingya Tak Cukup Laku Buat Jadi Komoditas Politik?

Adapun riak-riak penolakan warga Aceh kepada pengungsi Rohingya, ujar Nana, diakibatkan oleh pemerintah pusat yang absen dalam menangani permasalahan ini. Di sisi lain, dia menyoroti pemerintah daerah yang lamban dalam menangani pengungsi sehingga warga simpang siur dengan apa yang terjadi atau tindakan apa yang dilakukan ke depannya.

Selain itu, ada oknum-oknum tertentu yang sangat aktif mempromote stigma-stigma negatif soal pengungsi Rohingya, ucapnya.

Merespons pernyataan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Lalu Muhammad Iqbal yang menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya karena Indonesia tidak ikut meratifikasi Konvensi 1951 soal pengungsi, Nana menilai, alasan tersebut sangat memberi arang hitam kemanusiaan.

Tentu saja pernyataan seperti itu mencoreng wajah Indonesia, jadi seperti menaruh arang ke wajah sendiri. Begitu juga pernyataan-pernyataan lain misalnya seolah-olah Indonesia tidak punya kewajiban ini kan amat sangat disayangkan, kata dia.

Padahal, sambung Nana, Indonesia memiliki Peraturan Presiden (Perpres) 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Berdasarkan Perpres ini, para pengungsi yang ditemukan di daratan harus diamankan oleh kepolisian, sementara jika para pengungsi ditemukan di perairan, khususnya sedang dalam kondisi darurat, maka Basarnas bertanggung jawab terhadap mereka.

Baca Juga: Para Pengungsi Rohingya Diusir oleh Mahasiswa, Narasi Kebencian di Medsos atau Agenda Terselubung?

Sementara di pemerintah daerah jelas, kewajibannya hanya menunjuk tempat yang dapat digunakan untuk penempatan pengungsi, tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Lebih lanjut, adanya bibit-bibit konflik sosial antara warga setempat dengan pengungsi Rohingya seharusnya menjadi sinyal bagi pemerintah untuk segera turun tangan agar tidak menimbulkan konflik yang meledak dan menjadi lebih besar. Nana menyarankan pemerintah perlu menjalankan Perpres 125/2016 sekaligus memperjelas teknis implementasinya dalam kasus pengungsi Rohingya.

Dalam keterangan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyampaikan Indonesia berkewajiban melindungi para pengungsi meskipun tidak meratifikasi konvensi pengungsi.

Menurut Usman, mengusir para pengungsi Rohingya sama saja mengabaikan rasa kemanusiaan. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak instrument HAM seperti berbagai pernyataan internasional serta telah meratifikasi berbagia konvensi kemanusiaan.

Baca Juga: Mahasiswa Usir Pengungsi Rohingya, Terprovokasi atau Diprovokasi?

Misalnya saja ketentuan-ketentuan pada Bali Process dan konvensi-konvensi HAM yang melindungi perempuan, anak-anak, dan kelompok disabilitas, prinsip non-refoulement, dan ketentuan-ketentuan penyelamatan nyawa pada hukum laut atau UNCLOS.

Tak hanya itu, Indonesia juga bisa mengambil peran dalam kepemimpinan di Asia Tenggara (ASEAN). Caranya dengan memastikan bahwa lima poin consensus yang Indonesia prakarsai di dalam pertemuan tingkat tinggi ASEAN benar-benar diterapkan dalam pelaksanaannya.

Syukur-syukur bisa ada semacam resolusi di tingkat Dewan Keamanan (PBB), untuk memastikan bahwa kejahatan junta di Myanmar terhadap oposisi, terhadap minoritas, terhadap eksodus Rohingya, ujar Usman.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU