Optika.id - Setiap momentum pesta demokrasi, munculnya kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, khususnya penculikan belasan aktivis 98 akan semakin mencuat. Khususnya pada Pilpres 2024 ini yang membuat Prabowo Subianto, kandidat presiden yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) geram. Hal ini seperti yang tergambar dalam jawabannya pada debat perdana capres, Selasa (12/12/2023) lalu.
Kala itu, Ganjar Pranowo bertanya pada komitmen Prabowo untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc dan membantu keluarga korban penculikan menemukan makam keluarganya yang masih hilang agar bisa berziarah. Menanggapi pertanyaan tersebut, Prabowo merespons dengan geram.
Baca Juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang
"Tiap 5 tahun kalau polling saya naik, ditanya lagi soal itu. Itu tendensius, Pak!" ucap Prabowo.
Respon Prabowo tersebut ditanggapi oleh aktivis 98 Surabaya, Dandik pada acara bedah buku Buku Hitam Prabowo Subianto yang digelar di Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (16/12/2023) lalu.
Menurutnya, munculnya kasus penculikan aktivis dalam Pilpres 2024 merupakan hal yang wajar. Pasalnya, pelanggaran HAM berat adalah masalah yang sangat serius namun pelakunya masih bebas berkeliaran di luar sana.
"Isu HAM tidak akan pernah hilang dalam proses politik di Indonesia selama pelakunya masih berkeliaran dan dipelihara oleh negara," jelasnya.
Apabila Prabowo tidak bisa dihukum secara pengadilan HAM, sambungnya, setidaknya Prabowo bisa dihukum secara politik. Dia menilai hal tersebut diperlukan karena Menteri Pertahanan (Menhan) itu dikhawatirkan mengancam masa depan demokrasi jika menang Pilpres.
Dalam debat perdana saja, sudah kental unsur militeristiknya. Belum lagi dia berkata bahwa isu HAM itu tendensius, ucapnya.
Baca Juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025
Meskipun demikian, dirinya menegaskan munculnya isu kasus penculikan aktivis 98 yang kian gencar pada tahun politik bukanlah harapan para keluarga korban. Sebabnya, isu-isu tersebut masih belum memberikan keadilan seutuhnya bagi mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dihubungi secara terpisah, Pegiat Pemilu dan Demokrasi, Hasnu Ibrahim mengapresiasi terbitnya Buku Hitam Prabowo Subianto ini. Dia menilai buku tersebut adalah bentuk protes para aktivis kepada pemerintah lantaran tidak berkomitmen penuh untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
Buku tersebut, ujar Hasnu, juga akan terus mengangkat memori publik atas tragedy kemanusiaan sebagai catatan kelam demorasi. Apalagi, kasus tragedy kemanusiaan itu juga disinyalir melibatkan aktor-aktor penting dalam lingkaran kekuasaan.
Maka dari itu, dia berharap daya kritis masyarakat bisa muncul dengan terbitnya buku tersebut. Khususnya dalam menimbang-nimbang nasib demorasi Indonesia di masa depan apabila Prabowo berkuasa atas Indonesia.
Baca Juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet
Apalagi, calon wakil presidennya (cawapres) yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, bisa maju pada Pilpres 2024 melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sarat pelanggaran kode etik berat. Lalu Prabowo yang berseloroh bilang ndasmu etik! itu sudah kelihatan arogansinya. Mulai sekarang, kita harus menghidupkan alarm demokrasi sebagai pengingat bahwa tolak dinasti politik dan menghukum pelaku pelanggar HAM secara politik jelang Pemilu 2024," ungkap Hasnu kepada Optika.id, Senin (18/12/2023).
Sementara itu, menurut Pengamat Politik, Moh. Khoirul Umam mengingatkan bahwa sebuah negara yang menjunjung nilai-nilai demokrasi juga akan menghargai HAM sebagai aspek yang utama dalam negara tersebut.
"Pelaku pelanggar HAM berat masa lalu tidak pantas dan layak memimpin dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi!" tegasnya.
Terakhir, dia mengajak kepada masyarakat agar tidak asal memilih calon pemimpin terlepas bagaimanapun citra yang ditampilkan. Pasalnya, Pilpres 2024 ini menjadi salah satu fase yang penting bagi rakyat sehingga demokrasi bisa tetap hidup dan tumbuh subur di masyarakat.
Editor : Pahlevi