Optika.id - Awal musim hujan menjadi berkah bagi sebagian warga Lamongan, terutama warga Lamongan selatan. Awal musim hujan berarti waktunya bagi mereka untuk mencari enthung (kepompong) ulat jati untuk dimasak sebagai lauk dan dimakan.
Salah satu warga yang berburu enthung ulat jati itu adalah warga Desa Morongamplung, Kecamatan Kembangbahu. Mereka berburu enthung ulat jati di kawasan hutan jati tak jauh dari rumah mereka. Tidak ada peralatan khusus yang harus mereka bawa, hanya wadah untuk membawa enthung.
Baca Juga: Arus Lalu Lintas Warga Laren Terganggu, Usai Jalan Poros Ambles 1 Meter
"Awal musim hujan seperti sekarang ini banyak enthung ulat jati," kata Inez, salah seorang warga Desa Morongamplung yang tengah mencari enthung ulat jati saat ditemui wartawan, Rabu (3/1/2024).
Waktu yang dibutuhkan warga untuk mencari enthung ulat jati ini pun tidak lama, hanya sekitar 2 sampai 3 jam saja. Sebab, menurut warga, mereka mencari enthung bukan untuk dijual tapi untuk dikonsumsi sendiri. Enthung ulat jati adalah lawuh (lauk) tambahan yang sangat enak.
"Paling hanya 2-3 jam saja nyari enthungnya, kalau hujan juga pulang, nyarinya juga yang dekat-dekat rumah saja," ujarnya.
Warga setempat, kata Siti, mencari enthung ulat jati itu setahun sekali. Yakni pada awal musim hujan. Masyarakat sekitar memanfaatkan enthung ulat jati ini untuk lauk pauk sehari-hari. Biasanya, enthung dengan kandungan protein tinggi itu akan dimasak dengan cara digoreng, ditumis atau sayur asam.
Baca Juga: Terkenal dengan Sebutan Lele, Warga Lamongan Justru Mayoritas Pantang Makan Lele!
"Biasanya ya kita goreng atau ditumis," akunya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Enthung yang dicari warga, sebagian besar sudah ada di tanah. Warga tinggal menggaruk-garuk tanah yang gembur dengan tangan atau dengan kayu kecil yang bisa mereka cari di sekitar hutan.
"Enthung kadang juga ada di daun-daun jati kering yang sudah rontok, lalu kita bersihkan sehingga terlihat cuma kepompongnya saja," kata warga lain yang turut mencari enthung.
Siti bersama warga lain tinggal memungut satu demi satu enthung yang jatuh bersama daun pohon jati untuk dimasukkan ke dalam wadah atau kantong plastik yang mereka bawa.
Menurutnya, enthung yang berhasil mereka cari kemudian mereka bawa pulang untuk di konsumsi sendiri atau mereka jual kembali dengan harga sekitar Rp 100 ribu per kilogram.
"Kami masak sendiri, tapi ada juga yang kami jual buat tambah-tambah kebutuhan," ungkap Siti seraya menambahkan kalau mereka mencarinya bareng-bareng dengan warga lainnya.
Editor : Pahlevi