Jakarta (optika.id) - Setelah pandemi Covid-19, istilah hybrid working dengan melakukan kombinasi Working from Home (WFH) dan Working from Office (WFO) semakin lazim di kalangan masyarakat dan dunia kerja.
Hal ini karena model kerja hybrid dipercaya dapat meningkatkan work-life balance dan produktivitas karyawan karena mereka tidak perlu lagi menghabiskan waktu untuk melakukan perjalanan ke kantor maupun pulang ke rumah setiap hari.
Baca Juga: MenPANRB: ASN Boleh WFH 16-17 April, Pelayanan Publik Tetap WFO
Hybrid working juga menawarkan fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan WFO atau bekerja di kantor saja, sebab karyawan memiliki kesempatan dan kebebasan untuk menentukan di mana ia akan bekerja sambil tetap melakukan hal lain di luar pekerjaan atau melakukan pekerjaan kantor dari rumah.
Sayangnya, hybrid working juga mempunyai kekurangan yakni tidak semua karyawan mampu selalu produktif bekerja di mana saja.
Bekerja di rumah dan tempat lain berpotensi untuk mendapatkan pengalihan atau distraksi.
Semisal harus mengurus anak di rumah, suara bising di area terbuka, atau hal lainnya yang dapat menurunkan efektivitas kerja. Selain itu, sebaliknya malah banyak juga karyawan merasa kewalahan saat WFH dan berakhir mengalami burn out akibat pola dan jam kerja yang tidak teratur, ataupun jadwal rapat online yang dilakukan secara terus menerus.
Akibatnya, seseorang bisa mengalami kelelahan secara emosional dan rasanya tidak mampu menjalankan tanggung jawab keseharian karena tidak ada keseimbangan dalam aspek kehidupan, seperti kesehatan fisik dan mental.
Mengacu pada studi terbaru dari Mercer Marsh Benefits bertajuk 'Health on Demand 2023', ditemukan ada sebanyak 26% karyawan di Indonesia yang mengaku stres dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Lama Perjalanan ke Kantor Bikin Depresi Karyawan
Hal serupa juga ditemukan oleh survei Champion Health UK 2023, yang menemukan kalau penyebab stres di lingkungan kerja adalah akibat adanya beban kerja yang berlebihan, kelelahan, serta WFH, dan di mana karyawan wanita cenderung lebih rentan mengalami kecemasan dan depresi dibanding karyawan pria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Maka dari itu, penting bagi karyawan untuk menerapkan work-life balance karena selain dapat membantu mengurangi tingkat stres, juga meningkatkan kesehatan mental dan fisik, produktivitas, serta mempererat hubungan. Namun, bagaimana caranya?
"Kunci untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup serta memiliki kehidupan yang seimbang adalah dengan mindful living, yakni hidup secara sadar dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai saat ini, yang lebih dari sekedar pencapaian materi atau kebutuhan fisik dan psikologis," kata International Certified ZEN Counselor & Couple Relationship Therapist Rani Anggraeni dalam keterangan tertulisnya, dikutip Optika.id, Kamis (25/1/2024).
Dengan melakukan mindful living, seseorang bisa mengendalikan perasaan yang sedang dialami dan tidak berbawa, maupun tenggelam di dalamnya. Sebab apapun tindakan yang dilakukan pasti didorong oleh perasaan yang timbul saat itu.
Baca Juga: Pro Kontra Cari Rekam Jejak Pekerja di Media Sosial, Etis atau Tidak?
Semisal, saat berada di rumah dan menikmati waktu bersama keluarga, seseorang tidak perlu membawa masalah dan perasaan di kantor. Begitupun sebaliknya.
"Saat kita sedang bekerja di rumah maupun di kantor, kita harus melakukan mindful working, fokus terhadap tanggung jawab pekerjaan yang harus diselesaikan. Kita harus punya kemampuan untuk switch on/off mode WFH atau mode WFO, memiliki kesadaran penuh atas peran dan tanggung jawab di manapun kita berada, baik sebagai karyawan di kantor atapun orang tua/anak/pasangan di rumah," timpal Rani.
Jika bisa dikendalikan, maka seseorang pun bisa menjalani hidup secara harmonis dengan diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan pekerjaan.
Editor : Pahlevi