Simbiosis Parasitisme Kerjasama Universitas dengan Pinjol

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 05 Feb 2024 17:14 WIB

Simbiosis Parasitisme Kerjasama Universitas dengan Pinjol

Bandung (optika.id) - Ratusan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Senin (30/1/2024) yang lalu menggelar demonstrasi untuk menuntut pencabutan kebijakan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) melalui skema pinjaman online (pinjol). Ironisnya, hingga saat ini tidak ada hasil dari polemik ini meskipun beberapa perwakilan Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB telah diundang untuk berdialg dengan beberapa petinggi rektorat.

Dalam keterangannya, Muhammad Yogi Syahputra selaku Ketua KM ITB menjelaskan jika perwakilan mahasiswa, setelah memasuki ruang diskusi, hanya sempat menyampaikan tuntutan mereka kepada pihak rektorat tanpa sempat bernegoisasi.

Baca Juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional

Adapun pinjol yang ditawarkan oleh kampus adalah pinjol yang bekerja sama juga dengan mereka, yakni Danacita. Adapun besaran pinjaman adalah sebesar Rp12,5 juta dengan bunga 20%. Opsi tersebut, meskipun pembayarannya bisa dicicil selama 12 bulan, namun kenyataannya justru memberatkan mahasiswa. Apalagi, UKT yang harus mereka bayarkan justru kebanyakan lebih kecil daripada jumlah pinjaman yang ditawarkan.

Menanggapi kegaduhan ini, Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menilai jika masalah pantas atau tidaknya pembayaran UKT menggunakan pinjol, pada dasarnya tergantung pada kemampuan dan kemauan masing-masing mahasiswa. Kendati demikian, OJK sebagai regulator, telah memanggil pihak Danacita.

Pemanggilan itu bertujuan untuk mendalami apakah ada instrument yang dilanggar terkait proses penetapan pihak yag dapat diperkenankan mendapatkan pinjaman, serta hal-hal yang dilanggar berkaitan dengan langkah-langkah dari pengembalian utang tersebut.

Dirinya juga tidak menampik bahwa ada kerja sama antara pihak Danacita dengan ITB terkait penyaluran pinjaman biaya kuliah ini. Tak hanya itu, Danacita juga diketahui telah menjalin kerja sama serupa dengan berbagai universitas lainnya. Mahendra menyebut, untuk menjalankan kerja sama semacam itu, perusahaan yang telah resmi terdaftar di OJK tidak lagi memerlukan perizinan khusus dari regulator.

Kendati demikian, pihaknya juga tetap meminta agar Danacita tetap memperhatikan serta menjalankan dengan baik seluruh prosesnya, khususnya kehati-hatian dan transparansi dalam penyaluran pinjaman. Selain itu, yang paling penting menurutnya adalah perusahaan peer to peer (P2P) lending bisa terus berupaya meningkatkan edukasi kepada mahasiswanya terkait hak, kewajiban, dan risiko konsumen.

“Termasuk juga mengetengahkan aspek perlindungan konsumen,” ucap Mahendra.

Bisa Picu Kredit Macet

Baca Juga: FSGI Koreksi Visi Misi Capres Terkait Pendidikan

Nyatanya, ITB bukanlah satu-satunya perguruan tinggi yang menjalin kerja sama dengan pinjol untuk memberikan pinjaman biaya UKT kepada para mahasiswanya. Misalnya, Danacita. Perusahaan yang memiliki fokus penyaluran pinjaman biaya kuliah, kursus dan pendidikan ini telah bekerja sama dengan universitas lainnya seperti Universitas Presiden (UP), Universitas Bina Sarana Informatika (BSI), Universitas Nusa Mandiri (UNM), Institut Teknologi PLN (IT PLN), Universitas Ciputra (UC), Universitas Paramadina, Universitas Tarumanegara (Untar), Uninversitas Pembagunan Jaya (UPJ), dan Sampoerna University.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Disusul ada Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (UNS), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH UNHAS), Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran (FKG UNPAD) dan lain sebagainya. Dari segi pinjaman, Danacita ini mematok bunga sebesar 1,75% per bulannya dan biaya persetujuan 3% dalam memberikan pinjaman untuk pembayaran UKT.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut, pinjol yang diberikan untuk pembayaran UKT, selain memberatkan mahasiswa, justru akan memicu pertumbuhan kredit macet.

“Karena, biasanya yang membutuhkan pinjaman ini adalah mahasiswa dengan kemampuan ekonomi kurang. Padahal, kalau pinjol harus dibayarnya tiap bulan,” ujar Huda dalam keterangannya, Senin (5/2/2024).

Dirinya juga khawatir apabila pinjol tersebut digunakan oleh mahasiswa tanpa pengawasan dari orang tua. Pasalnya, alih-alih pemberian pinjol untuk biaya kuliah, Huda menyarankan agar pemerintah turun tangan memfasilitasi pinjaman mahasiswa atau student loan dengan dana Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Baca Juga: Debat Final Capres Bahas Isu Pendidikan, JPPI: “Semuanya Kosong”

Saran tersebut diamine oleh Pengamat Pendidikan, Doni Koesoema. Menurutnya, student loan atau pinjaman dana pendidikan dari dana LPDP atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lebih ringan bagi mahasiswanya. Karena pembayaran utang biaya pendidikan dapat dibayarkan ketika mahasiswa sudah lulus kuliah dan bekerja.

“Kalau mahasiswa enggak bisa kuliah karena biaya, terus ditawari pinjol, itu enggak bener. Pemerintah harus turun tangan untuk mengatasi masalah ini,” kata Doni.

Sementara itu, di sisi lain tidak seharusnya universitas membuka kerja sama dengan perusahaan pinjol untuk pemenuhan akses biaya pendidikan tinggi. Pasalnya, kebijakan tersebut justru bisa mereduksi persoalan akses pendidikan tinggi yang sampai saat ini masih belum inklusif.

“Seharusnya, kampus bisa berdialog dengan Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi). Setelah itu, mereka bisa meneruskan dialog ini dengan Kemenko (Kementerian Koordinator Bidang) PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) untuk mencari alternatif pembiayaan lain,” tuturnya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU