Banyak Main TikTok Bisa Sebabkan Fokus Menurun

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Rabu, 21 Feb 2024 12:32 WIB

Banyak Main TikTok Bisa Sebabkan Fokus Menurun

Surabaya (optika.id) - Saat ini, aplikasi TikTok telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari banyak orang, khususnya anak-anak dan remaja. Media sosial yang digandrungi banyak orang tersebut menyuguhkan video pendek berdurasi hingga 60 detik atau 1 menit dan belakangan ini durasi tersebut ditambah menjadi 10 menit. TikTok pun memiliki keunggulan dibandingkan media sosial lainnya yakni algoritmanya cukup akurat.

Memang TikTok merupakan medsos yang menggoda bagi anak-anak dan remaja alias kawula muda. Mereka bisa menghabiskan waktu hanya dengan menonton klip pendek yang mengalir tanpa henti, lantas dipersonalisasi agar sesuai dengan minat yang spesifik, lalu ditambah musik yang simple dan asyik didengar telinga. Alhasil, segala keunggulan tersebut membuat TikTok menarik bagi anak-anak dan remaja kebanyakan. TikTok pun lantas memberikan mereka hiburan sesaat dan tak jarang membuat ketergantungan.

Baca Juga: 5 Cara Ini Bisa Kamu Coba untuk Download Video Tiktok Tanpa Watermark

Dilansir dari data We Are Social, Rabu (21/2/2024) pada Januari 2024 TikTok berhasil menduduki medsos terpopuler ke-5 di dunia di bawah Instagram, WhatsApp, Facebook, dan WeChat. Adapun tiap bulannya, TikTok berhasil menjangkau sekitar 1,56 miliar penggunanya secara global.

Mengutip Verywell Health, Rabu, (21/2/2024), TikTok ini ternyata membuat khawatir professional kesehatan, pendidik, hingga orang tua. Walaupun penelitian tentang dampak penggunaan TikTok masih terbatas, mereka tetap khawatir dan menaruh perhatian lebih terhadap fenomena TikTok yang mereduksi kemampuan anak untuk fokus dalam jangka waktu yang lama ini.

Meskipun kami belum memiliki penelitian jangka panjang, tidak diragukan lagi TikTok memengaruhi otak. Otak anak-anak masih berkembang hingga pertengahan 20-an, kata profesor psikiatri dan pediatri di University of California, Jessica Griffin kepada Verywell Health, dikutip Optika.id, Rabu (21/2/2024).

Menurut The Wall Street Journal, kebanyakan menonton video di TikTok pun bisa memicu TikTok brain. Yang dimaksud dengan TikTok brain yakni sebuah fenomena anak-anak dan remaja yang merasa lebih sulit berpartisipasi dalam aktivitas yang tidak menawarkan kepuasan instan layaknya mereka yang mendapatkan konten instan menghibur berdurasi pendek di TikTok.

Sementara itu, dalam New York Post, psikiater dan pakar trauma Nina Cerfolio menjelaskan bahwa fenomena TikTok brain ini dihasilkan dari menonton video yang dipersonalisasi dengan cara menggunakan algoritma yang dirancang secara akurat dalam memprediksi konten mana yang lebih disukai.

Ada peningkatan dopamin di pusat otak saat menggunakan TikTok dan otak menjadi kecanduan sekresi dopamin yang berkelanjutan, kata Cerfolio kepada New York Post.

Untuk diketahui, dopamine merupakan zat kimia di dalam otak yang bisa meningkat kadarnya ketika seseorang tersebut mengalami sensasi yang menyenangkan. Lebih lanjut, Cerfolio menyebut jika hal ini kerap mendorong remaja untuk terus menggunakan situs ini agar merasa baik dan diterima setelah berhasil masuk ke dalam kelompok tertentu.

Perasaan baik ini secara paradoks merusak kepercayaan mereka terhadap keunikan dan orisinalitasi diri mereka sendiri, ujar Cerfolio.

Lain hal nya dengan penelitian yang diterbitkan di jurnal NeuroImage yang menjelaskan mengenai efek neurolgis spesifik TikTok. Dalam penelitian itu, digunakan aplikasi Douyin yang merupakan aplikasi serupa TikTok di China dalam memengaruhi otak mahasiswa di China.

Hasilnya, menonton video yang dipersonalisasi dan dipilih berdasarkan algoritma akan mengaktifkan sistem penghargaan di otak lebih dari sekadar menonton video acak yang belum pernah ada sebelumnya. Pemindaian otak siswa yang menggunakan aplikasi ini secara teratur menunjukkan respons yang menyerupai kecanduan. Beberapa subjek penelitian juga dinyatakan kurang memiliki kendali untuk berhenti menonton video pendek tersebut.

Baca Juga: Cegah Jual Rugi Bisnis, Ini Jurus Jitu TikTok dan Tokopedia

Jika kita menonton video di TikTok dalam jangka waktu lama, hal ini dapat menyebabkan masalah pada fokus, konsentrasi, dan memori jangka pendek, kata Griffin kepada Verywell Health.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sedangkan, menurut peneliti dari Guizhou University of Finance and Economics dan Western Michigan University dalam penelitiannya di jurnal Computers in Human Behaviour menyatakan bahwa video di TikTok dan Youtube Shorts melibatkan pengguna dalam kegembiraan dan perasaan menyenangkan yang singkat serta mengarah pada pengembangan perilaku adiktif. Hal inilah yang menjelaskan mengapa menonton video pendek begitu menyenangkan bahkan candu.

Banyak orang melaporkan, penggunaannya secara berlebihan menyebabkan gangguan pada kehidupan sehari-hari merekamisalnya, seperti depresi emosional, rendahnya efisiensi belajar atau kerja, dan manajemen waktu yang burukgejala-gejala ini mirip dengan bentuk perilaku kecanduan, tulis para peneliti.

Berkaca dari hal itu, para peneliti pun menyebut bahwa fenomena itu mirip dengan kecanduan social networking service (SNS) atau internet. Alhasil, perilaku kecanduan tersebut juga membuat penggunaan aplikasi video pendek secara berlebihan hingga tak kenal waktu. akan tetapi, apabila dibandingkan dengan SNS atau internet, video pendek ini memiliki perbedaan utama yang cukup signifikan.

Perbedaan itu antara lain kondensasi konten ke dalam jangka waktu terbatas, lebih menarik bagi generasi muda yang sedikit atau tak memerlukan pengetahuan teknologi, dan terlibat lewat konten yang menegangkan dan singkat, bukan konten yang luas dan berdurasi panjang.

Di sisi lain, TikTok juga bisa mengurangi interaksi dalam kehidupan nyata. Griffin menegaskan bahwa TikTok bisa menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional dan sosial. Bahkan, anak-anak lebih besar terpapar pada informasi yang berpotensi mengganggu, berbahaya, atau tidak akurat.

Baca Juga: TikTok dan Tokopedia Kuasai Pasar, Ancam Shopee dan UMKM?

Jika anak Anda memiliki kekhawatiran tentang gangguan makan, kecemasan, atau depresi, kemungkinan besar mereka akan mencari lebih banyak konten terkait topik tersebut di feed merekayang bisa memberikan dukungan, tetapi berpotensi sangat merusak, ujar Griffin.

Mengutip dari Verywell Health, Kathryn Smerling seorang psikoterapis yang berbasis di New York menyarankan agar orang tua selalu memproteksi anak-anak dari TikTok brain. Caranya adalah dengan berbicara kepada mereka secara terbuka tentang potensi bahaya serta mendorong mereka untuk mengisi waktu dengan berbagai aktivitas yang berbeda bersama para orang tua sebagai pendampingnya.

Orang tua juga bisa membantu anak-anak mereka memanfaatkan alat manajemen waktu layar TikTok, yang memungkinkan pengguna memilih durasi yang dapat dikunci dengan kode sandi empat digit.

Pastikan anak Anda memiliki kehidupan yang seimbang dan memiliki banyak waktu bersama keluarga, ujar Smerling, dikutip dari Verywell Health.

 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU