Jakarta (optika.id) - Organisasi Poros Buruh Nasional memprotes pemilihan umum atau Pemilu 2024 yang disebut terjadi banyak dugaan kecurangan. Pelanggaran itu diduga terjadi sebelum dan sesudah pemilu.
"Banyak kecurangan dari sebelum pemilihan sampai penyelenggaraan, hingga sampai akhir pemilu terjadi banyak kecurangan secara terstruktur," kata Ketua Poros Buruh Jakarta Timur Endang Hidayat, saat ditemui di kawasan gedung Komisi Pemilihan Umum, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, (21/2/2024).
Baca Juga: KPU Segera Terbitkan Aturan di Setiap Daerah untuk Patuhi Putusan MK
Menurut Endang, kecurangan terstruktur dalam Pemilu 2024 antara lain pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah. Kasus itu berupa uji materil batas usia calon presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi sehingga putusan MK itu memberi karpet merah kepada putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dicalonkan sebagai cawapres.
"Akhirnya di situ meloloskan pasal (batas usia capres-cawapres), di mana anak Presiden sendiri bisa lolos menjadi wakil presiden. Itu kasus yang terjadi secara terstruktur," kata Endang melansir tempo.co.
Baca Juga: KPU Amati Putusan MK dan Akan Konsultasi dengan DPR RI
Kedua, pelanggaran terstruktur berupa pengarahan kepala desa di berbagai daerah diarahkan para pimpinan daerah untuk mencoblos pasangan calon tertentu. "Itu sebagai bukti pelanggaran terstruktur dari atas sampai bawah. Itu bukti konkrit adanya pelanggaran pemilu ini," ujar Endang, yang menyatakan memicu aksi unjuk rasa di depan gedung KPU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kasus lain yang membuat aksi itu dijalankan dengan melibatkan 27 federasi dan tiga konfederasi buruh di Indonesia, yakni penghitungan suara yang dilakukan KPU melalui Sirekap. Dalam penghitungan suara, kata dia, ada upaya rekayasa berupa pengelembungan suara salah satu paslon.
Baca Juga: Puan Sampaikan Terimakasih pada Mahasiswa Usai Revisi UU Pilkada Batal!
"Yang menjadi bukti konkrit di TPS 034 di Tangerang Selatan, itu paslon 02 dapat 86 suara. Tapi berubah menjadi 886 suara," kata Endang. "Kalau itu direvisi, 800 lebih suara itu akan pindah ke TPS yang lain. Sehingga sistem (Sirekap) itu tidak akan bisa diubah."
Dengan sejumlah pelanggaran dan dugaan kecurangan tersebut, Endang mengatakan KPU hari ini didesak supaya melakukan uji forensik terhadap aplikasi Sirekap yang dipakai KPU. "Saat kami melakukan pendalaman, ternyata walau angka ratusan itu diubah, itu tidak mengubah presentase angka di Sirekap," ujar Endang, yang juga salah satu koordinator aksi tersebut.
Editor : Pahlevi