Jakarta (optika.id) - Pengamat politik Yunarto Wijaya mengaku tidak nyaman dengan adanya istilah petugas partai, dan ingin konsistensi agar Prabowo Subianto jangan menjadi petugas Joko Widodo (Jokowi) setelah tak menjabat lagi.
Yunarto Wijaya menyampaikan hal itu dalam Program Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (13/3/2024) dengan tema Masa Depan Jokowi Pimpin Golkar atau Koalisi Besar?
Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Pilkada Bukan Pesta Rakyat, tapi Pesta Elite Parpol
Dalam kesempatan itu, awalnya ia menjawab pertanyaan apakah ada sinyal Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan berlabuh ke Partai Golkar.
Menurut Yunarto, ada dua kacamata yang digunakan untuk melihat demokrasi. Pertama, dari sisi demokrasi yang sesungguhnya dan kedua, demokrasi kultus.
Perbedaannya begini, kalau kita bicara dalam demokrasi kultus, kita akan menempatkan Indonesia atau partai-partai politik bagaimana kemudian ditempatkan supaya Jokowi bisa tetap memiliki posisi dan karier politik, bebernya.
Tapi, kalau kita bicara dalam demokrasi sesungguhnya, bagaimana kita menempatkan Jokowi dalam konteks sebagai mantan presiden supaya Indonesia lebih baik dengan pemerintahan yang baru.
Dalam konteks demokrasi yang sesungguhnya, Yunarto mengulang pernyataan Jokowi yang mengatakan akan kembali sebagai masyarakat biasa dan kembali ke Solo.
Saya pikir saya hanya mengulang pernyataan Pak Jokowi sendiri dalam sebuah wawancara resmi, dia akan kembali sebagai masyarakat biasa, dia akan kembali ke Solo.
Kenapa ini menjadi sangat penting dalam demokrasi? Ketika kita bicara keberlanjutan, apa pun istilahnya, Indonesia emas, Indonesia maju, berdaulat dan lain-lain, programnya yang kita lanjutkan, nilai-nilainya yang kita lanjutkan, tambah Yunarto.
Baca Juga: Analis Sebut Wajar PDIP Tak Bersama Anies, Bukan Elektoral Penentu Utama
Bukan kemudian justru berkutat dan menghabiskan energi dengan berpikir bagaimana menempatkan orangnya dalam kekuasaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau orangnnya sudah tidak bisa, anaknya harus ada, lalu kemudian mantunya harus ada, energi kan habis dalam pro kontra seperti itu.
Ketika kita berbicara mengenai harus menempatkan Pak Jokowi dalam bentuk apa pun, ketua koalisi dan lain-lain, yang terjadi adalah menurut saya ini upaya untuk merendahkan presiden terpilih, tegasnya.
Ia kemudian mengambil konteks dari hasil hitung cepat, bahwa pasangan Prabowo-Gibran terpilih sebagai presiden-wakil presiden.
Kita anggaplah Pak Prabowo dengan Mas Gibran (terpilih) ya, seakan-akan ada rasa tidak percaya bahwa Pak Prabowo tidak bisa melanjutkan legacy Jokowi.
Baca Juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!
Bahkan ketidakpercayaan seakan-akan terjadi pada Mas Gibran, kalau tidak ada ayahnya seakan-akan dia tidak bisa mendampingi Pak Prabowo memberikan pembangunan berkelanjutan, lanjut Yunarto.
Dalam konteks itu, Yunarto mengaku kasihan pada Prabowo sebagai presiden terpilih oleh rakyat langsung jika kemudian menjadi petugas Jokowi. Sebab, ia mengaku tidak nyaman dengan adanya istilah petugas partai.
Kita konsisten, jangan jadikan Pak Prabowo sebagai petugas Jokowi, jangan jadikan juga Gibran sebagai petugas Jokowi, harapnya.
Berikan marwah sebagai seorang presiden terpilih dalam sistem presidential sebagaimana dia bisa bekerja.
Editor : Pahlevi