Prof Humam Hamid: Ketua MK Sekarang Tak Akan Seperti Anwar Usman

author Dani

- Pewarta

Kamis, 28 Mar 2024 08:22 WIB

Prof Humam Hamid: Ketua MK Sekarang Tak Akan Seperti Anwar Usman

Jakarta (optika.id) - Gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengingatkan sosiolog yang juga Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Prof. Ahmad Humam Hamid akan salah satu penggalan lirik lagu berjudul “Kegagalan Cinta” ciptaan Rhoma Irama. Yaitu, ‘kau yang memulai kau yang mengakhiri.’

Karena kedua pasangan capres-cawapres itu menuntut MK membatalkan hasil Pilpres 2024 dan digelar pilpres ulang tanpa diikuti Prabowo-Gibran. Sementara keduanya menilai berbagai pelanggaran yang terjadi pada Pilpres 2024 yang menjadi dasar pengajuan gugatan justru berawal dari MK.

Baca Juga: Ahmad Humam: Intelektual Bisa Memperbaiki, Bisa Melawan dan Mengkritik

Yaitu, lewat putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai persyaratan batas usia capres-cawapres yang menjadi celah Gibran, yang meski masih di bawah 40 tahun tapi karena menjabat kepala daerah dalam hal ini Wali Kota Solo, bisa maju di pilpres 2024. Pencalonan Gibran ini dianggap biang dari berbagai dugaan kecurangan karena adanya keterlibatan dari Presiden Jokowi selaku ayah kandungnya.

“Ini MK-nya kan lembaga. Tapi MK yang dipimpin oleh Usman dan yang dipimpin oleh Suhartoyo. Kalau ada lagu itu, ‘kau yang memulai kau yang mengakhiri’. Makanya, karena yang memulai MK di bawah Usman itu, sekarang MK-nya harus mengakhiri di bawah Suhartoyo,” ujarnya saat dihubungi, Rabu, (27/3/2024). 

Usman yang dimaksud adalah Anwar Usman, Ketua MK saat putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu keluar. Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, divonis Majelis Kehormatan MK melakukan pelanggaran etika berat terkait penanganan gugatan UU Pemilu berkenaan soal syarat usia capres-cawapres tersebut sehingga dicopot dari jabatan ketua. Anwar Usman digantikan Suhartoyo sebagai Ketua MK.

Lebih jauh, Prof. Humam sendiri tidak habis pikir kenapa putusan MK tentang ketentuan tambahan pernah/sedang menjabat kepala daerah dalam syarat usia minimal capres/cawapres tetap berlaku padahal sudah dipastikan adanya pelanggaran etika berat dalam penanganannya.

“Enak saja, setelah merusak konstitusi, lalu itu sah. Yang benar saja lu. Diakui melanggar etik berat, tapi karena ada klausul boleh, ya boleh (berlaku). Enggak benar itu,” protes master jebolan Universitas Ateneo de Manila, Filipina dan doktor dari University of Kansas, Amerika Serikat ini.

Karena itu publik berharap Suhartoyo tidak seperti Anwar Usman. Ketua MK itu didorong agar menangani perkara gugatan hasil Pilpres 2024 itu secara jujur dan adil. “Suhartoyo ini akan menjadi Usman nomor 2 atau dia akan menjadi pahlawan pelanjut reformasi,” katanya menekankan.

Melihat rekam jejak Suhartoyo selama ini, dia optimistis tidak akan mudah diintervensi kekuasaan seperti Anwar Usman. Selain termasuk yang menolak permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menjadi celah Gibran maju di pilpres itu, MK di bawah kepemimpinannya juga menolak jadwal pilkada serentak 2024 dimajukan dari jadwal mulanya November.

“Jadi sekarang MK di bawah Suhartoyo, kau yang mengakhiri. Saya kira kalau melihat rekam jejak ketika dia membatalkan keinginan ayahnya Gibran untuk mempercepat (pelaksanaan) pilkada, itu bukti-bukti awal bahwa ini orang, orang gitu loh,” tegasnya.

Dia pun yakin gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud akan diterima MK setidaknya dengan melihat komposisi hakim yang menangani uji materi UU Pemilu terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saat itu ada empat hakim MK yang menolak atau dissenting opinion. Yaitu, Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo sendiri. Meski Wahiduddin Adams sudah pensiun, akademisi yang akrab disapa Prof. Humam ini yakin penggantinya, Asrul Sani, juga akan menerima gugatan sengketa hasil Pilpres 2024.

Terlebih PPP, partai tempat bernaung Arsul Sani sebelumnya, tidak lolos ke DPR RI pada Pemilu 2024 ini karena suaranya tidak mencapai 4 persen, yang ditengarai disebabkan faktor kekuasaan. “Kemudian Arsul kan ‘dikerjai’ Jokowi, PPP itu. Makanya sudah jadi itu (terima gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud),” ungkapnya.

Prof. Humam pun berharap agar pilpres ulang nanti benar-benar digelar secara jujur, adil, dan demokratis kalau gugatan diterima MK. Terkait dengan tuntutan diskualifikasi Prabowo-Gibran, dia lebih condong pada petitum alternatif dari pasangan Anies-Muhaimin, yaitu Prabowo tetap ikut pilpres ulang tapi dengan mengganti cawapresnya.

“Jangan disangkutpautkan Prabowo dengan Gibran. Prabowo dikasih kesempatan. Kalau dia menang (saat pilpres ulang), ya kita mau bilang apa. Enggak masalah, yang penting fair,”demikian tandasnya.

Sebagaimana diketahui MK tidak bulat saat mengabulkan uji perkara UU Pemilu terkait batas usia capres-cawapres tersebut. Selain ada empat hakim yang menolak seperti disebutkan di atas, ada dua hakim MK yang memberikan alasan berbeda (concurring opinion), Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.

Keduanya mengatakan permohonan dikabulkan dengan syarat berpengalaman sebagai gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang.

Sementara yang benar-benar mengabulkan tiga hakim, yaitu Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul. Anwar Usman sendiri tidak boleh ikut menanangani sengketa hasil pilpres berdasarkan putusan MKMK. Sementara Manahan sudah pensiun dan digantikan oleh Ridwan Mansyur.

Dengan demikian, hanya delapan hakim MK yang menangani gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud MD tersebut. Kalau Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Asrul Sani, mengabulkan sengketa hasil Pilpres 2024, dan empat lainnya menolak, keputusan akhirnya akan berpihak pada kelompok pertama. Karena keberadaan Suhartoyo selaku Ketua MK memiliki bobot suara satu plus.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU