Jakarta (optika.id) - Survei terbaru yang dilakukan oleh Populix menunjukkan bahwa 73 persen pekerja formal mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan saat bekerja, tetapi tidak menyadarinya.
Survei ini dilakukan terhadap 1.412 pekerja yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Mereka didominasi oleh pegawai swasta (66 persen), pekerja lepas (19 persen), dan sisanya ASN/PNS/pegawai BUMN.
Baca Juga: Perlukah Berdamai dengan Diskriminasi Kerja?
Mereka mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan berbentuk verbal sebanyak 76 persen, kemudian diskriminasi 63 persen, pemaksaan kerja 61 persen, pelecehan seksual 41 persen, dan kekerasan fisik 25 persen.
Senior Executive Social Research Populix, Wayan Aristana, mengatakan bahwa perlakuan tidak menyenangkan dalam bentuk verbal yang dialami pekerja adalah kata-kata yang menghina atau meremehkan sebanyak 76 persen; makian, teriakan, dan bentakan sebanyak 47 persen.
Lalu, candaan tidak senonoh sebanyak 40 persen, fitnah dan gosip 40 persen, penghinaan fisik (body shaming) 38 persen, ancaman dan tekanan 27 persen, dan perundungan 19 persen.
Adapun dalam hal pelecehan seksual yang mencapai 40 persen, sebanyak 76 persen di antaranya mengalami pelecehan verbal dalam bentuk cat calling, seperti godaan, candaan, dan siulan berbau seksual.
Selain itu, 42 persen di antara juga mengalami pelecehan dalam bentuk diperhatikan bagian tubuh tertentu secara terus menerus. Sebanyak 22 persen mendapatkan gestur seksual dan disentuh, dicium, bahkan dipeluk tanpa persetujuan.
Baca Juga: Benarkah Kinerja Gen Z Buruk di Kantor?
Aristana mengatakan bahwa sebagian besar pekerja yang mengalami perlakuan tak menyenangkan di dunia kerja tidak mendapatkan penanganan kasus secara maksimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban, sebanyak 35 persen penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan. Ditambah lagi, sebanyak 21 persen penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban, ungkap Aristana dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.tv, Selasa (25/6/2024).
Terkait upaya pencegahan, Aristana mengatakan bahwa 35 persen responden mengaku perusahaannya memiliki peraturan khusus untuk menangani kasus tersebut.
Baca Juga: Pro Kontra Cari Rekam Jejak Pekerja di Media Sosial, Etis atau Tidak?
Lalu, sebanyak 28 persen responden menyebutkan bahwa perusahaan menentukan sanksi tegas bagi pelaku dan mekanisme pelaporannya sebanyak 25 persen.
Sayangnya, 22 persen lainnya menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki mekanisme apapun.
Hal inilah yang menyebabkan kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menjadi kasus yang berulang. Korban bahkan mendapatkan perlakuan yang lebih buruk, seperti pelaku melakukan perbuatannya lagi, korban mendapatkan ancaman, hingga diberhentikan dari pekerjaannya.
Editor : Pahlevi