Akhirnya Ramai-Ramai Meninggalkan Saya

author Pahlevi

- Pewarta

Senin, 26 Agu 2024 09:40 WIB

Akhirnya Ramai-Ramai Meninggalkan Saya

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Rasa Keadilan Dalam Masyarakat

Surabaya (optika.id) - Semua orang akan merasa kecewa apabila ada sanak saudara atau sahabat-sahabat yang dulu sangat dekat lalu tiba-tiba meninggalkannya. Kekecewaan seperti itu adalah human nature. Di dunia politik kenegaraan hal seperti itujuga terjadi.

Hal itu juga terjadi pada diri Presiden Joko Widodo yang menyinggung ada pihak yang datang beramai-ramai dan pergi meninggalkan ketika hendak pergi. "Biasanya datang itu ramai-ramai, terakhir begitu mau pergi, ditinggal ramai-ramai," kata Jokowi dalam pidatonya di pembukaan Kongres ke-III Partai NasDem, Jakarta, Minggu (25/8/2024).Tentu kekecewaan itu dirasakan; bayangkan semasa menjabat pak Jokowi didekati banyak pihak dengan memberikan sanjungan-sanjungan setinggi langit ibarat anak muda yang lagi pacaran mengatakan bahwa pasangannya itu you are the only one I love.

Dalam hubungan dengan hal ini berbagai media mewartakan pendapat Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan yang mengatakan tanggal 24 Agustus 2024, 240824, merupakan tanggal keramat bagi Jokowi. 240824, awal meredupnya pengaruh Jokowi ketika berlangsung rapat konsultasi antara KPU dan DPR yang mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60 dan No 70 secara bulat. Itu artinya pertama, peluang Kaesang untuk bisa ikut pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia sudah tertutup, mungkin untuk selamanya. Karena tanpa pengaruh kekuasaan Bapaknya, Kaesang hanya merupakan anak muda bukan siapa-siapa, no body, kata Anthony Budiawan kepada Jakartasatu.com, Ahad 25/8/2024.

Saya sebagai orang awam soal  manuver politik sudah melihat ketidak taatan kepada pak Jokowi itu ketika pas ramai-ramainya mahasiswa berdemo didepan gedung DPR ada beberapa anggota DPR yang tidak hadir dalam rapat paripurna. Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi alias Awiek mengungkapkan, ada sejumlah anggota DPR RI dilarang istri untuk hadir dalam rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada, Kamis (22/8/2024). Ya terserah apapun. Orang tidak kuorum itu karena misalkan ditelepon istrinya suruh jangan berangkat, ditelepon masyarakatnya suruh jangan berangkat, itu kan aspirasi juga," kata Awiek, saat diwawancarai di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Baca Juga: Jangan Menyerahkan Urusan Bukan Pada Ahlinya

Saya tidak terlalu yakin bahwa karena perintah istri beberapa anggota DPR itu tidak hadir di rapat paripurna DPR. Bisa jadi mereka itu mendapatkan perintah dari ketua fraksinya atau bahkan ketua partainya untuk tidak hadir. Kalau dugaan saya benar, maka sejak itu ada gejala Pak Jokowi mulai ditinggalkan oleh pihak-pihak yang dulunya memberikan dukungan penuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebelumnya tahun 2023 sudah banyak berita Jelang akhir masa Jabatan Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia, sejumlah tokoh buzzer mulai menunjukkan kekecewaan di media sosial. Fenomena sejumlah buzzer yang ramai-ramai meninggalkan Jokowi menuai tanggapan dari pengamat politik sekaligus akademisi Rocky Gerung. Rocky Gerung bahkan menyarankan agar buzzer yang semula mendukung penuh Jokowi untuk tidak pindah gerbong dan "tenggelam" bersama di akhir kepemimpinan tokoh junjungannya.

Tapi menurut saya seharusnya pak Jokowi tidak boleh merasakan kekecewaan yang berat karena ada kekecewaan yang lebih berat dibandingkan dengan yang dialami pak Jokowi yaitu ketika Pak Jendral Soeharto penguasa Orde Baru mulai ditinggalkan banyak sekutunya. Sejarah Orde Baru sudah meriwayatkan betapa kecewanya Soeharto menerima pukulan telak setelah 14 menteri di kabinet Presiden Soeharto menyatakan mundur. Ketika itu, Soeharto berupaya mempertahankan kekuasaannya yang telah berlangsung selama 32 tahun. Sehari sebelumnya, ribuan mahasiswa menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat menuntut dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR dengan agenda pencopotan Soeharto.

Baca Juga: Sang Pengkritik, Cucu Wapres itu Telah Menghadap Sang Khalik

Upayanya mengendalikan situasi awalnya coba dilakukan"The Smiling General" dengan usulan membubarkan Kabinet Pembangunan VII dan menggantinya dengan Kabinet Reformasi. Akan tetapi, 14 menteri di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita menolak masuk ke dalam Kabinet Reformasi. Pengunduran diri para menteri itu adalah sesuatu yang tidak diduga Soeharto. Sebab, selama tiga dekade pemerintahannya, dia tidak pernah menerima kritik, apalagi penolakan, daripara pembantunya. Adapun 14 menteri ekuin yang mundur adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno Hadinardjono, Haryanto Dhanutirto, dan Justika Baharsjah. Kemudian, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaja, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L Sambuaga, dan Tanri Abeng. Hanya ada dua menteri yang tidak mengundurkan diri dan menunggu pengumuman Kabinet Reformasi, yaitu Menteri Keuangan Fuad Bawazier serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mohamad (Bob) Hasan.

Menurut Kompas.com, laporan tertulis pengunduran diri 14 menteri itu baru diterima Soeharto sekitar pukul 20.00 WIB. Soeharto menerimanya dari tangan ajudan, Kolonel Sumardjono. Saat menerima surat itu, Soeharto langsung masuk ke kamar di kediamannya, Jalan Cendana Nomor 8, Jakarta Pusat. Soeharto digambarkan begitu kecewa saat membaca surat itu. Dia merasa ditinggalkan, karena dari 14 nama menteri itu, ada juga orang-orang dekatnya. Surat itu juga membuat Soeharto semakin terpukul, karena dalam alinea pertama tertulis bahwa 14 menteri itu tidak hanya menolak masuk Kabinet Reformasi. Mereka bahkan secara implisit meminta Soeharto untuk mundur.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU