Pelajaran Kesederhaan

author Pahlevi

- Pewarta

Sabtu, 07 Sep 2024 14:00 WIB

Pelajaran Kesederhaan

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
 
Surabaya (optika.id) - Saat pemimpin ummat Katolik sedunia Paus Fransiskus tengah berada di Indonesia sejak 3 hingga 6 September 2024 dalam rangka perjalanan apostolik ke Asia dan Pasifik banyak pernyataan kekaguman atas kesederhanaan yang ditunjukkan Paus.

Baca Juga: Musuh Bersama Itu Anies Baswedan

Misalnya tidak menggunakan pesawat kenegaraan melainkan pesawat penerbangan komersial dan atas permintaannya sendiri beliau menggunakan mobil Kijang Innova warna putih yang biasa ditumpangi orang biasa.

Semua presenter saluran TV dan tokoh-tokoh yang diwawancarai tentang kunjungan Paus itu mengatakan bagaimana Paus mempertontonkan kesederhanaannya yang menurut mereka dilakukan dengan tulus dan konsisten. Malah ada yang memperhatikan sepatu Paus yang sudah berlipat tanda sepatu yang sudah sering dipakai.

Mereka juga mengatakan bahwa kesederhanaan Paus itu harus menjadi contoh para pemimpin negeri ini. Misalnya pengamat politik Pieter C. Zulkifli menilai kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia membawa pesan moral bagi dunia politik di Tanah Air. Selain seruan persaudaraan, menurutnya, Paus memberikan contoh positif tentang hidup dalam kesederhanaan.

Menurut dia, kesederhanaan Sri Paus kontras dengan gaya hidup hedonis serta perilaku korupsi yang sering ditemukan di kalangan pejabat Indonesia.
 
Kebetulan, kunjungan Sri Paus yang penuh kesederhanaan dengan menumpang pesawat penumpang komersial itu sepertinya menampar perilaku anak presiden yang menggunakan pesawat jet pribadi ketika plesir ke Amerika Serikat dengan istrinya dan mempertontonkan kemewahan.

Meskipun menjadi seorang pemimpin umat Katolik dunia beliau tidak segan-segan menumpangi mobil biasa yang sangat kontradiktif dengan perilaku banyak pejabat negara yang digarasinya dipenuhi dengan mobil mewah yang mahal.
 
Saya ingat ketika menghadiri ceramahnya mantan Ketua PB HMI, almarhum cak Prof. Nurcholis Madjid di Surabaya tahun 1970 an dimana Cak Nur mengatakan  merasa malu ketika mendengar para pejabat, menteri negara Indonesia menuju tempat perundingan IGGI (Kelompok Antarpemerintah bagi Indonesia bahasa Inggris: Intergovernmental Group on Indonesia; disingkat IGGI; adalah sebuah kelompok internasional yang didirikan pada tahun 1967, diprakarsai oleh Amerika Serikat untuk mengkoordinasikan dana bantuan multilateral kepada Indonesia) di Paris dengan mengendarai mobil-mobil mewah yang disiapkan oleh Kedutaan Besar RI di Paris; namun beberapa delegasi negara anggota IGGI yang nota bene pemberi hutang kepada Indonesia malah naik kereta api bawah tanah dengan membawa sendiri tas-tas bawaan tanpa dibantu staf atau ajudan.

Baca Juga: There Is No Free Lunch

Almarhum Cak Nur juga merasa malu ketika melakukan kunjungan ke India dengan menggunakan mobil Kedubes RI yang mewah namun menyaksikan para pejabat India yang ditemui itu menggunakan mobil sederhana merek Tata buatan India dan memakai pakaian yang sederhana pula.
 
Memang ajaran soal kesederhanaan itu ada disemua agama, misalkan dalam agama Islam ada contoh tentang kesederhanaan ini.
Sahabat nabi, Umar bin Khattab RA, pernah sampai menangis karena melihat kesederhanaan Rasulullah SAW. Hal ini diceritakan dalam salah satu riwayat hadits dari Anas bin Malik RA. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dikutip dari Ibnul Jauzi dalam Al-Wafa, Anas RA bercerita, saat itu Rasulullah SAW tengah tiduran hanya beralaskan tikar dan mengenakan selimut. Bantal yang digunakan sebagai penyangga kepalanya terbuat dari kulit yang diisi serabut.

Ada kisah lain, pada suatu ketika, Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) mengutus seorang duta ke Madinah, ibu kota kekhalifahan Islam. Tujuannya adalah menemui Khalifah Umar bin Khattab. Dalam benaknya, daulah Islam adalah negeri yang besar dan bahkan sukses menaklukkan Imperium Persia. Maka, pasti sang khalifah tinggal di sebuah istana yang megah.

Baca Juga: Atas Nama Toleransi Menghina Agama

Berbagai jalan dilaluinya di Madinah. Namun, upayanya sia-sia. Akhirnya, duta Bizantium ini bertanya kepada orang-orang di pasar. Di manakah istana Raja Umar? tanyanya. Mendengar pertanyaan itu, mereka terheran-heran. Raja Umar? Istana? kata seorang dari mereka.
Amirul Mukminin tidak tinggal di istana! sahut seorang pedagang. Kalau begitu, di mana bentengnya? tanya si duta Bizantium.
Tidak ada. Amirul Mukminin juga tidak punya benteng, sambung si penjawab. Jadi, di mana raja kalian tinggal!?
Engkau bisa dengan mudah menemukannya karena lokasi rumahnya dekat dari sini, jawab seorang warga.
 
Kemudian, seseorang memberi petunjuk arah kepada duta Bizantium itu. Mendengar penuturannya, orang Romawi ini terkejut karena alamat itu berada di kawasan permukiman warga biasa. Ya, rumah Khalifah Umar tidak ubahnya rumah-rumah rakyat.

Maka duta itu meneruskan langkahnya, sesuai petunjuk tadi. Setibanya di tujuan, orang Romawi ini lagi-lagi terkejut. Ia mendapati seorang lelaki sedang tidur di bawah pohon kurma, persis di depan rumah yang kata warga adalah milik Khalifah Umar. Dilihatnya, laki-laki yang sedang tidur itu hanya beralas batu-batu kecil atau kerikil. Pakaian yang dikenakannya pun terdapat beberapa tambalan.

Begitu jelek, bila dibandingkan dengan baju yang sedang dipakai si duta Bizantium. Siapa orang kumuh ini? Apakah penunjuk jalan tadi memberi keterangan yang salah kepadaku? batin si utusan Romawi. Salam, apakah benar ini rumah Raja Umar? katanya sambil menghampiri dan membangunkan si lelaki. 'Umar bin Khattab', maksudmu? Saya sendiri Umar, jawab lelaki yang berbadan tegap itu. Ia terbangun begitu mendengar seorang mengucapkan salam kepadanya. Tidak mungkin seorang raja berpakaian jelek seperti kamu! Mustahil seorang yang kekuasaannya terbentang dari Mesir dan bisa menaklukkan Persia tidur-tiduran di bawah pohon dengan beralas kerikil! timpalnya. Aku adalah Umar, amirul mukminin," kata lelaki itu lagi, "dan aku sedang menunggu bajuku kering sehingga di sini (tertidur)."Melihat lawan bicaranya hanya diam, Umar pun berkata lagi untuk menjelaskan, "Penampilanku seperti ini supaya rakyat dengan mudah menemui dan mengadu padaku. Terlebih lagi, semua ini kulakukan dengan mencontoh kekasihku, Rasulullah SAW.
 
Kesederhanaan memang tidak boleh dipakai sebagai alat pencitraan politik, tidak boleh juga hanya di ucapkan dalam pidato, kampanye, seminar dsb, namun harus secara konsisten dijalankan oleh para pemangku negeri ini apapun jabatannya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU