Demokrasi Seakan-akan..

author Pahlevi

- Pewarta

Jumat, 30 Agu 2024 10:05 WIB

Demokrasi Seakan-akan..


Oleh: 
Cak Ahmad Cholis Hamzah

Surabaya (optika.id) - Saya menggunakan kalimatnya almarhum sahabat saya Dr. Taufikurrahman Saleh, S.H salah satu pendiri LBH Surabaya, mantan ketua HMI Surabaya tahun 70 an, mantan anggota DPRD Surabaya, Jatim dan DPR pusat yaitu Demokrasi Seakan-Akan; artinya tidak sebenar-benarnya demokrasi.

Baca Juga: Oh Ternyata Itu Hanya Analisa To …

Pada bulan April 2020, Wolfgang Merkel gurubesar emeritus dan mantan direktur the Democracy and Democratization research unit menulis di WZB, Berlin Social Science Center berjudul: Who is the Sovereign? atau Siapa yang Berdaulat berpendapat bahwa In democracies, the people is the sovereign atau dalam demokrasi, rakyatlah yang berdaulat.

Mahasiswa yang menaruh perhatian pada ilmu politik tentu akan menemukan di berbagai jurnal atau tulisan ilmiah tentang demokrasi tentu menemukan frasa atau pendapat yang mengatakan bahwa kedaulatan itu ditangan rakyat.

Baru-baru ini di negeri kita ini, kita saksikan euphoria seluruh nusantara akan kembalinya demokrasi kejalan yang benar ketika Mahkamah Konstitusi menganulir aturan tentang batas ambang atau political thereshold dan batas umur seorang calon pemimpin.

Rakyat senang ketika keputusan Mahkamah Konstitusi itu bisa memutus rantai kekuatan kekuasaan yang ingin melanggengkan kekuasaan dengan menaruh keluarganya kedalam pusaran kekuasaan itu.

Baca Juga: Pesan Untuk Prabowo dan TNI Polri dari IKN

Maka itu ratusan ribu mahasiswa diseluruh kota-kota besar di Indonesia turun kejalan ketika mendengus akal bulus angota DPR yang akan menganulir keputusan MK tadi yang akhirnya mau tidak mau mereka harus tunduk pada keinginan rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tapi betulkan, demokrasi itu kembali jalan yang benar, betulkah kedaulatan itu berada di tangan rakyat?; apakah partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi itu mendengar suara rakyat pendukungnya? Apakah Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat itu mengakomodasi keinginan rakyat banyak?

Ternyata jawabannya tidak !!! kalau kita melihat dinamika politik Pilkada diseluruh negeri terutama di Jakarta. Rakyat kebanyakan yang mengidolakan salah satu figur yang cocok untuk memimpin Jakarta misalnya; tokoh yang dikenal masyarakat banyak tentang derajat ke-intelektualisme nya dsb dsb, tiba- tiba rakyat dipaksa untuk tidak memilih tokoh idola mereka itu, atau dipaksa untuk menghilangkan nama tokoh itu diingatannya, atau dipaksa untuk memilih tokoh yang merupakan pilihan penguasa atau partai politik yang dalam banyak hal tidak dikenal atau tidak populer di masyarakat.

Baca Juga: Diluar Nalar

Jadinya keputusan Mahkamah Konstitusi yang berani itu demi demokrasi di negeri ini ternyata dalam kenyataannya mendelegitimasi kedaulatan rakyat, karena partai politk take advantage atau mengambil keuntungan dari keputusan MK tersebut. Secara umum masyarakat akhirnya mengerti bahwa keputusan partai politik seperti itu bisa jadi karena arogansi bahwa hanya parpol-lah yang paham tentang suatu calon pemimpin; atau karena adanya tekanan kepada parpol agar menghindari tokoh idola masyarakat karena dianggap berbahaya bagi kepentingannya dan sebagainya.

Betul menurut almarhum sahabat saya itu bahwa demokrasi di negeri kita ini seakan-akan; kayaknya, sepertinya atau seakan-akan demokrasi padahal tidak; yang maknanya bahwa kedaulatan itu ternyata ada di tangan elite politik.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU