Optika.id - Direktur Eksekutif IndoStrategic, Khoirul Umam angkat suara terkait pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024. Umam mengawali dengan 3 usulan nama yang diajukan oleh NasDem yakni Okky Asokawati, Wibi Andrino, dan Ahmad Sahroni.
"Dari 3 nama itu belum ada yang memenuhi standar kompetensi elektoral yang memadai, dan juga belum terbukti memiliki kompetensi teknis kepemimpinan yang kuat untuk level DKI Jakarta," kata Umam dalam keterangannya, Selasa (11/1/2022).
Baca Juga: NasDem Tidak Mau Masuk Kabinet Prabowo, Meskipun Bukan Oposisi
Meski belum memenuhi, Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini mengatakan Sahroni masih berpeluang. Dia menyebut posisi Sahroni sebagai ketua penyelenggara Formula E bisa menjadi daya tawar di Pilkada 2024.
"Adapun posisi Sahroni sebagai ketua penyelenggara Formula E barangkali bisa ia gunakan dengan track record untuk menawarkan nama dalam bursa politik pilkada, namun efek getarnya masih relatif kecil," katanya.
Kemudian, Umam membahas terkait Anies Baswedan yang saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Menurutnya Anies berpeluang menjadi petahana jika tidak jadi maju di Pilpres 2024, sedangkan jika jadi maju pilpres, maka Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria bisa berpotensi naik.
"Jika Anies tidak jadi maju di pilpres, ia berpotensi menjadi petahana yang punya catatan relatif baik untuk maju lagi di Pilkada 2024. Namun jika Anies maju di pilpres, maka Wakil Gubernur sekarang berpotensi menjadi salah satu alternatif lainnya. Terlebih lagi, Partai Demokrat konon juga dikabarkan sering menyebut nama Dede Yusuf untuk dicalonkan di Pilgub DKI Jakarta mendatang," ujarnya.
Selanjutnya, Umam menjelaskan potensi kandidat dari PDIP yakni putra Jokowi yang juga Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Menurutnya Gibran masih prematur untuk Pilkada 2024 sedangkan Risma lebih berpeluang karena track record sebagai Wali Kota Surabaya dan saat ini menjabat Mensos.
"Kalau Gibran terlalu prematur untuk dibawa ke Pilkada DKI Jakarta. Selain itu, narasi 'politik dinasti' dan 'aji mumpung' akan menjadi hambatan besar untuk mempromote dia di level Jakarta, yang mana masyarakatnya relatif plural dan memiliki literasi politik yang relatif baik," ujarnya.
"Adapun Risma bisa menjadi alternatif yang potensial untuk diusung PDIP ke pertarungan DKI 1, karena track record kinerja dia di Kota Surabaya yang baik dan sekarang sudah diboyong ke level kementerian. Sehingga secara kapasitas dan pengalaman tata kelola pemerintahan lokal sudah cukup layak dan memadai untuk bertarung di DKI 1," lanjutnya.
Meski begitu, Umam menyebut ada sifat Risma yang bisa menghambat di Pilkada 2024. "Yang menjadi kelemahan sekaligus mungkin juga kelebihan Risma adalah, karakternya yang tempramental sehingga memunculkan karakter kepemimpinan yang eratik, tidak mudah ditebak dan meledak-ledak. Efektivitas model pendekatan kepemimpinan semacam itu keberhasilannya cenderung bersifat temporal, dan kurang mendorong keberlanjutan sistem manajemen pemerintahan yang mapan," imbuhnya.
PDIP Klaim Banyak Stok Kader
Sebelumnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, khusus PDIP memiliki banyak stok kader yang mumpuni untuk gantikan Anies Baswedan di Jakarta dua tahun mendatang. Salah satunya Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Risma).
Hasto mengatakan Risma sudah teruji dan partainya tak melihat seberapa banyak penghargaan yang diterima mantan Wali Kota Surabaya itu. Hasto menyebut PDIP melihat perubahan kultural yang terjadi saat Risma menjabat kepala daerah dua periode.
Dalam hal ini, Hasto pun menyinggung nama Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
"Ya kalau kualifikasi kepemimpinan Ibu Risma kan sudah teruji. Saya tidak melihat dari berapa banyak penghargaan yang diterima Ibu Risma, tapi dari perubahan kultural di dalam mengubah Kota Surabaya. Bukan hanya Ibu Risma, ada Pak Hendi Wali Kota Semarang," kata Hasto Kristiyanto di Jalan Inspeksi Banjir Kanal Timur, Jakarta Timur, Minggu (9/1/2022).
Hasto juga bicara soal potensi Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dalam Pilgub DKI. Dia menyebut putra sulung Presiden Joko Widodo itu harus menunjukkan kualitas kepemimpinannya terlebih dahulu karena belum genap satu periode.
"Kalau Mas Gibran kan satu periode belum, sehingga ya Mas Gibran harus menunjukkan kualitas kepemimpinannya di dalam mengubah Kota Surakarta," kata Hasto.
Hasto membocorkan beberapa kualifikasi yang harus dimiliki kader untuk maju dalam kontestasi politik. Menurut Hasto, kader itu harus mampu membuktikan politik tata ruang, politik hijau dan harus membuat rakyat merasa nyaman.
Baca Juga: NasDem Jatim Gelar Rakorwil: Panaskan Mesin untuk Kemenangan Khofifah-Emil
"Tetapi banyak kepala daerah PDIP yang mampu membuktikan politik tata ruang, politik hijau yang membuat rakyat merasa nyaman, merasa cinta dengan lingkungannya. Ini yang harus kita dorong dan Pilkada DKI masih lama 2024, PDIP tidak pernah kekurangan calon pemimpin, termasuk calon gubernur dan wakil gubernur DKI karena proses kaderisasi terus-menerus dilakukan partai," kata Hasto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasto menyebut kader partai berpotensi maju Pilgub nantinya akan akan dipilih langsung Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Ibu Mega yang secara konstitusional itu memiliki kewenangan untuk menetapkan, tetapi saya dan Pak Basarah ini terus menjadi pengajar di sekolah partai," kata Hasto.
Selain Risma dan Hendi, Hasto juga menyebut nama Budi Sulistiyono atau Kanang dan I Made Agus Mahayastra serta Ni Putu Eka Wiryastuti yang memiliki potensi ikut kontestasi politik Pilgub DKI.
"Pak Kanang Bupati Ngawi, ada di Bali itu kita punya yang sudah dua periode bagus, Pak Agus Mahayastra, kemudian ada Bu Eka Bupati Tabanan, cukup banyak stok pemimpin yang dimiliki PDIP," katanya.
Gibran Dinilai Kurang Pengalaman
Selain itu, Pengamat politik Universitas Negeri Semarang (Unnes), Cahyo Seftyono, mengatakan Gibran memang banyak dikenal karena putra Presiden Jokowi. Namun pengalamannya sebagai kepala daerah dinilai masih kurang.
"Gibran kalau ke (Pilgub) Jakarta berat juga, pengalaman kurang," ujar Cahyo.
Sedangkan untuk Hendi, Cahyo menilai pengalaman dan prestasi memang cukup baik. Namun popularitas juga diperlukan, sedangkan saat ini sosok Hendi hanya dikenal di Kota Semarang dan sekitarnya.
Baca Juga: Jika PDIP Bersama Anies, Pilpres 2029 Bisa Jadi Hadirkan Calon yang Kuat!
"Nah walaupun oke, apakah perubahan yang dilakukan mas Hendi di Kota Semarang bisa dirasakan ke level yang lebih tinggi? Gagasannya masih level kota, saya belum melihat banget yang kolaborasi lintas wilayah," jelas Cahyo.
"Kan dikenalnya masih Semarang dan sekitarnya. Walau prestasi oke tapi kan elektoral ada popularitas juga," imbuhnya.
Ia juga menjelaskan kans paling besar di Pilgub DKI Jakarta memang Mensos Tri Rismaharini yang juga mantan Wali Kota Surabaya. Namun ia menjelaskan Risma juga belum terlalu mentereng. Meski demikian, dia mengingatkan politik terkait Pilgub saat ini masih sangat cair.
"Mas Hendi dan Mas Gibran di Jakarta sebenarnya berat juga, karena kalau level DKI itu biasanya dari menteri. Tapi Bu Risma sendiri nggak terlalu mentereng, sudah diorbitkan begitu tapi nggak terlalu mentereng, jadi agak berat juga, maka masih sangat cair," katanya.
Untuk Pilgub Jateng, Cahyo menjelaskan Gibran dan Hendi memiliki kans. Ia menjelaskan Gibran yang merupakan sosok muda bisa menggaet milenial, sedangkan Hendi juga sudah aktif di media sosial dan bisa juga menarik para pemilih muda.
"Kalau Jawa Tengah, mas Hendi dan mas Gibran ada kans, mas Hendi jejaringnya non partai juga oke, tinggal mas Gibran menurut saya, kalau bisa menarik jaringan milenial pasti juga akan melenggang. Mereka bisa memainkan medsos, seperti mas Hendi saat mencalonkan yang kedua, lebih banyak di medsos, karena milenial sekarang lebih tergoda ide," ujarnya.
Reporter: Amrizal
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi