RI Lakukan Studi Internasional Siapkan Pembangkit Nuklir

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 18 Jan 2022 20:30 WIB

RI Lakukan Studi Internasional Siapkan Pembangkit Nuklir

i

RI Lakukan Studi Internasional Siapkan Pembangkit Nuklir

Optika.id - Pemerintah di tahun 2060 mendatang telah memiliki target netral karbon. Dalam mengejar netral karbon ini, pemerintah di sisi lain tidak hanya mengandalkan pembangkit listrik dari energi terbarukan, namun juga mengandalkan dari nuklir dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sendiri.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), memberi pernyataan bahwa pemerintah punya target membangun kerjasama internasional terkait dengan studi pengembangan PLTN tahun ini.

Baca Juga: ESDM: Perubahan Iklim Tuntut Reduksi Emisi Karbon

Hal ini dilakukan setelah di tahun sebelumnya dilakukan pendataan terhadap beberapa vendor dari PLTN khususnya di skala kecil yang melingkupi teknologinya.

"Target untuk PLTN komersial bangun sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah kerjasama internasional, studi pengembangan PLTN," kata Dadan dalam konferensi pers, Selasa (18/1/2022).

Saat ini, jelas Deden, Menteri ESDM sudah menerbitkan Surat Keputusan untuk membentuk tim penyusun kelembagaan pembangkit listrik tenaga nuklir. Menurutnya, mengenai studi yang menjadi sektor pemimpin adalah BATAN atau Badan Tenaga Nuklir Nasional.

Meskipun demikian, ESDM juga turut berkontribusi terlibat khususnya dalam Litbang di mana kajian tersebut dilakukan di Kalimantan dan Bangka Belitung. Akan tetapi, saat ini belum ada penunjukan lokasi pembangunan PLTN itu. Terkait investasi, disinggung juga tergantung variasi kelas pembangkit dan teknologi yang digunakan.

Baca Juga: Aplikasi Nanoteknologi pada Sel Surya untuk Keberlanjutan Energi!

Lebih lanjut Dadan menjelaskan jika beebrapa pihak menyampaikan soal ongkos produksi listrik dari PLTN cukup profit dan menarik dimana mulai dari US$9-10 sen per kilowatt hour (kWh) bahkan, angkanya ada yang menyentuh kisaran US$7 sen hingga di bawahnya per kWh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Ini kajian sampai ke pemerintah, dari sisi harga sebenarnya sudah mulai menarik. Tapi dari pemerintah sesuai regulasi sekarang kajian ini harus terbukti, sudah ada contoh secara komersial," jelasnya.

Reporter: Uswatun Hasanah

Baca Juga: Apakah Negara Berkembang Perlu Menggunakan Reaktor Nuklir?

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU