Ibu Kota Negara Nusantara Dinilai Tidak Demokratis!

author Seno

- Pewarta

Selasa, 25 Jan 2022 02:08 WIB

Ibu Kota Negara Nusantara Dinilai Tidak Demokratis!

i

images - 2022-01-24T190514.119

Optika.id - Ahli tata negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti dan anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritisi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Mereka menilai IKN Nusantara tidak demokratis.

"Ya sangat tidak demokratis. Pendekatannya pendekatan proyek. Badan otorita itu pendekatan proyek, tidak ada demokratisnya sama sekali," kata Bivitri dalam keterangannya, Senin (24/1/2022).

Baca Juga: Problematika Pemilu, Pasangan 02 Bisa Diskualifikasi?

UU IKN menjelaskan daerah setingkat provinsi di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, itu bakal dipimpin oleh Kepala Otorita. Kepala Otorita dipilih oleh Presiden dan bisa diperpanjang masa jabatannya. Tak ada DPRD di IKN Nusantara.

"DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) karena sejarah, maka gubernur tidak dipilih lewat Pemilu, tapi tetap ada DPRD. Artinya di situ tetap ada representasi rakyat. Kalau dalam konstruksi di UU IKN sekarang, itu tidak ada. Ini menurut saya salah kaprah," kata Bivitri.

Representasi kedaulatan rakyat tidak semestinya hanya ditanggung langsung oleh DPR RI (Pusat). Soalnya, urusan daerah dan urusan pusat berbeda. Bahkan di Jakarta, tetap ada DPRD meski sudah ada DPR di provinsi yang sama.

"IKN tidak boleh menghilangkan representasi rakyat di Kalimantan Timur itu," katanya.

Hal senada dikatakan oleh anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Dia mengatakan, DPRD untuk IKN Nusantara, itu wajib ada. Pasalnya, Indonesia adalah negara demokratis.

"Meniadakan gubernur dan DPRD di daerah yang setingkat provinsi selain menimbulkan perdebatan menyangkut konstitusionalitasnya juga merupakan pengkerdilan terhadap suara dan aspirasi rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan," kata Titi.

Bila tidak ada DPRD di IKN Nusantara, maka representasi warga IKN Nusantara dengan pemerintah setempat akan terputus. Aspirasi warga IKN Nusantara tidak bisa hanya digantungkan ke DPR dan DPD. Ada potensi bahaya bila DPRD tidak ada, yakni aspek pengawasan terhadap pemerintah eksekutif akan absen. Dalam kondisi itu, kesewenang-wenangan pemerintah terhadap rakyat dimungkinkan terjadi.

"Distorsi partisipasi politik dan kekosongan representasi ini bukan hanya memicu problem konstitusional, namun juga bisa menimbulkan ketidakpuasan warga serta memicu tindakan yang sewenang-wenang oleh penguasa IKN. Sebab, eksekutif IKN Nusantara tidak terawasi dengan baik oleh skema perwakilan politik yang ada. Penghapusan perwakilan politik di tingkat provinsi selain memicu problem konstitusionalitas juga merupakan pilihan tidak demokratis," tukasnya.

Pasal 10 dalam UU IKN juga mengatur masa jabatan Kepala Otorita IKN Nusantara bisa diperpanjang. Tak ada kejelasan soal batasan perpanjangan masa jabatan itu. Ini juga berpotensi tidak sehat untuk demokrasi.

"Masa jabatan yang tidak dibatasi bisa memicu penyalahgunaan kekuasaan dan terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Apalagi kalau jabatan kepala dan wakil kepala otoritas IKN itu tidak diawasi secara memadai oleh lembaga yang menjadi representasi politik rakyat akibat ketiadaan DPRD," tutur Titi.

IKN Beda dengan Provinsi Lain

Baca Juga: Bivitri Susanti: Masyarakat Mulai Sadar, Pemilu 2024 Banyak Kecurangan

Sementara itu, Juru bicara (Jubir) IKN menanggapi kritik ini. Ketua Tim Komunikasi IKN, Sidik Pramono, menjelaskan IKN berbeda dengan provinsi-provinsi lain meskipun setara dengan provinsi. Namun, bukan berarti IKN Nusantara bertentangan dengan konstitusi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"IKN memang pemerintah daerah khusus. Kekhususan itu dimungkinkan oleh konstitusi," kata Sidik, Senin (24/1/2022).

Konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, sudah mengatur daerah khusus. IKN Nusantara didirikan sesuai dengan Pasal di UUD 1945 berikut ini.

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Baca Juga: Dokumenter Dirty Vote dan Politik Gentong Babi

"Kekhususan dimungkinkan oleh konstitusi kita," kata Sidik.

Di Indonesia saat ini, sudah ada daerah khusus semacam yang dijamin dalam Pasal 18B itu. Daerah itu adalah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Papua, dan Aceh. Di Yogyakarta, kata dia, Gubernur juga tidak dipilih langsung lewat Pemilu. Maka ketika IKN Nusantara nanti dipimpin oleh Kepala Otorita yang tidak dipilih langsung oleh rakyat, itu tidak masalah.

"Yogya gubernurnya tidak dipilih langsung. DKI tanpa DPRD Kota dan kursi DPRD Provinsi DKI lebih besar dari provinsi lain. Toh bisa?" kata Sidik.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU