Optika.id - Seperti isu yang berkembang pemerintah dianggap sebagai dalang dari wacana penundaan Pemilihan Umum (pemilu) 2024. Dengan menggunakan elite partai politik sebagai kepanjangan tangannya. Hal tersebut direspons oleh Pengamat Politik Universitas Airlangga Fahrul Muzaqqi. Dia menuturkan sebenarnya yang berkaitan dengan pemilu itu tak hanya pemerintah saja, dalam hal ini eksekutif. Tetapi juga ada kesepakatan dengan legislatif, termasuk juga KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai penyelenggara.
"Paling tidak 3 lembaga (pemerintah, DPR RI dan KPU) itu sih. Jadi kalau wacananya kemudian mengerucut ke pemerintah, satu sisi ada kemungkinan untuk itu. Tapi juga di sisi lain bahwa keputusan ini secara prosedural itu ya melalui pembahasan dengan DPR maupun dengan pelaksananya yaitu KPU," ujar Fahrul melalui sambungan telepon pada Optika.id di Surabaya, Kamis (3/3/2022).
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
"Jadi rasanya ini agak apa istilahnya agak menyempitkan jika ini menjadi agenda pemerintah saja, meskipun tetap ada kemungkinan untuk itu," imbuhnya.
Fahrul menuturkan wacana penundaan Pemilu 2024 sangatlah berisiko.
"Jadi itu (penundaan pemilu) sebenarnya wacana yang kurang elok khususnya di periode kepemimpinan Pak Jokowi. Bagi pemerintah sendiri khususnya Pak Jokowi, munculnya wacana penundaan pemilu bahkan ada wacana lain yang seiring dengan itu, nada-nadanya itu beriringan ya yakni penambahan periode, khususnya di periode kedua Pak Jokowi itu kurang elok menurut saya," tutur dosen Departemen Ilmu Poltik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair ini.
Menurut Fahrul pemilu sudah diatur di dalam konstitusi berjalan 5 tahun sekali.
"Jadi ya 5 tahun itu yang harus diperhatikan. Seandainya pun ada pergeseran waktu ya itu tidak sampai melewati 1 tahun dalam periode 24 bulan. Jadi yang bisa digeser itu bulannya bukan tahunnya. Secara prosedural dan secara substansi ya pemilu 5 tahun sekali ini sudah diatur di konstitusi ya memang harus dilaksanakan," tukasnya.
Kalaupun ada penundaan atau percepatan, lanjutnya, sebagaimana amanah konstitusi tetap di tahun yang sama. Jadi tidak lantas ditambah 1 tahun itu secara legal/formal sudah menyalahi aturan konstitusi.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Fahrul kembali menekankan penentuan jadwal Pemilu itu tidak semata-mata hanya pemerintah saja. Tetapi ada DPR RI atau parlemen, dan KPU sebagai penyelenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"KPU pun rasanya sudah merasa siap seandainya dilakukan tahun 2024, masih sekitar 2 tahun lagi. Jadi rasanya persiapan KPU sudah cukup dan memungkinkan, jadi ngapain harus ditunda? Kalaupun wacana harus ditunda itu tentu orang akan dengan mudah menganggap itu sebagai aransemen kepentingan politik," tukasnya.
"Bukan dalam kepentingan yang lain-lain seperti administratif tapi lebih kepada kepentingan politik. Kepentingan politik bagi siapa? Ya bagi orang-orang yang menyuarakan wacana penundaan," sambungnya.
Dengan dalih pandemi, kata Fahrul, merupakan alasan yang mengada-ada. Lantaran menurutnya pandemi COVID-19 ini sudah dalam tahap istilahnya pemulihan.
Baca Juga: Meski Tak Ikut Kontestasi Pilgub, Pengamat Prediksi Karier Anies Tak Meredup!
"Wacana itu muncul di saat grafik pandemi mulai landai walau sempat terjadi gelombang ketiga," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi