Membaca Peran dan Posisi Folklor Lewat Film Mbok Rondo Kuning

author Denny Setiawan

- Pewarta

Senin, 14 Mar 2022 01:45 WIB

Membaca Peran dan Posisi Folklor Lewat Film Mbok Rondo Kuning

i

(foto: tangkapan layar/optika.id)

Optika.id, Surabaya - Wulansary, Director Film Mbok Rondo Kuning, mengatakan perjalanan film Mbok Rondo Kuning terinspirasi saat di tahun 2016 sedang menulis buku tentang warisan leluhur di penanggungan.

"Folklor ini saya temukan di tahun 2016 saat  sedang menulis buku tentang warisan leluhur di penanggungan. Di situ saya melihat bahwa mbok rondo kuning itu sakti, nandur isuk panen sore. Saya langsung menganalisa logikanya yang dipanen itu bukan yang ditanam tadi pagi. Kalau dilihat seperti ada hal gaib atau yang tidak logis," kata Wulansary dalam Webinar Mbok Rondo Kuning "Folklor Tentang Pertanian Leluhur", Minggu (13/3/2022).

Baca Juga: Mengapa Orang Madura Senang Bermigrasi?

Wulansary menjelaskan keterbatasan durasi membuat banyak hal tidak bisa dimasukkan dalam film tersebut.

"Film Mbok Rondo Kuning memang tidak bisa menjawab semua hal karena keterbatasan durasi. Karena memang ketentuan dari PEN (Percepatan Ekonomi Nasional) soal durasi maksimal hanya boleh tiga puluh menit saja. Makanya data yang saya dapat selama riset tidak bisa saya masukkan semua," jelasnya.

Lebih lanjut, Wulansary mengungkapkan alasan dibalik pembuatan film tersebut.

"Lewat film ini saya ingin mengambil peran untuk menyelesaikan masalah bangsa kita dengan menggunakan folklor," ungkapnya.

Dosen Antropologi Unair, Djoko Adi Prasetyo menjelaskan beberapa macam folklor yang harus dipahami sebelumnya melihat film Mbok Rondo Kuning.

"Di antara salah satu folklor iki adalah pralogis karena dia punya logika sendiri  dan kenapa pralogis karena dia punya pemikiran sendiri dan punya masyarakat pendukungnya. Hal itu bisa berupa tradisi agraris atau bisa tradisi maritim. Kemudian ada lagi tradisi komunal. yang sifatnya bukan milik sendiri tapi milik masyarakat. Dan yang keempat ini anonim, tidak tahu siapa yang menceritakan," kata Djodi sapaan akrabnya.

Baca Juga: Al-Jahiz Menulis Praktik Homoseksual Dalam Islam

Djodi menambahkan bahwa folklor sendiri bisa berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Kaitannya dengan hukum ini baru pertama kali seperti UU tentang Pemajuan Kebudayaan terkait dengan berbagai macam kepribadian, kerukunan, ketahanan, dan lain-lain. Saya kira kita bisa lihat folklor itu milik masyarakat pendukungnya. Nah antara satu daerah dengan daerah lainnya itu berbeda. Mungkin itu memiliki simbol yang berbeda tapi maknanya sama," terangnya.

Menurut Ade Afrillian Saputra, Praktisi Comdev Sustainability terkait dengan film Mbok Rondo Kuning bisa sebagai referensi kemajuan budaya.

"Saya menemui berbagai tradisi di masyarakat dengan budaya yang berbeda. Misalnya masyarakat pertanian yang menjaga pertanian mereka yang itu bisa mencapai tujuh sampai sepuluh tahun. Dan juga seperti masyarakat pesisir juga menjaga tradisi dan menghormati laut sebagai mata pencaharian mereka juga hidup mereka dan memberikan rasa syukurnya atas apa yang mereka dapatkan. Ada juga masyarakat di hutan yang menyebut gunung tak boleh dihancurkan lembah tak boleh sampai kering, larangan tak boleh dilanggar. Ini yang dipakai sebagai ketentuan mereka dalam menjaga hutan," terang Ade.

Baca Juga: Gamelan Jawa Mengarungi Gelombang Sejarah

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU