Optika.id - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tengah menyelidiki dugaan kasus mafia minyak goreng. Kasi Intel Kejati DKI Jakarta Ashari Syam dalam keterangan tertulis, Rabu (16/3/2022), mengatakan ada 3 perusahaan diduga melakukan ekspor minyak goreng melalui Pelabuhan Tanjung Priok yang diduga ada kaitannya dengan kelangkaan minyak goreng di Tanah Air.
"Setelah mengungkap mafia tanah dan mafia pelabuhan, hari ini Rabu, 16 Maret 2022, bidang tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali melakukan penyelidikan terkait dengan kasus mafia minyak goreng yang berkualifikasi tindak pidana korupsi," jelasnya.
Baca Juga: Bawa 4 Tuntutan, Ratusan Massa HMI Surabaya Aksi di Depan Gedung DPRD Jatim
Kejati DKI Jakarta menerbitkan surat perintah penyelidikan yang ditandatangani oleh Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani. Kejati DKI menyebut ada 3 perusahaan diduga terindikasi korupsi dalam melakukan ekspor minyak goreng.
"Adapun perusahaan yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum adalah PT AMJ bersama perusahaan-perusahaan lain yang dilakukan pada tahun 2021 sampai dengan tahun 2022 dengan cara melakukan ekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok," ujarnya.
Ekspor minyak goreng kemasan itu diduga secara langsung berdampak pada perekonomian negara, yaitu mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
Kasus ini bermula pada Juli 2021 hingga Januari 2022, ketika PTAMJ bersama-sama dengan PTNLT dan PTPDM diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sejumlah 7.247 karton. Terdiri dari kemasan 5 liter, 2 liter, dan 1 liter.
Serta kemasan 620 mililiter dengan rincian tanggal 22 Juli 2021 sampai 1 September 2021 berdasarkan 9 dokumen PEB, sejumlah 2.184 karton minyak goreng Kemasan merek tertentu dan tanggal 6 September 2021 sampai 3 Januari 2022 untuk 23 PEB sejumlah 5.063 karton minyak goreng Kemasan merek tertentu dengan menggunakan 32 kontainer ke berbagai negara.
Salah satunya ekspor minyak goreng itu dilakukan ke Hong Kong, dengan nilai penjualan per karton sejumlah HK$ 240-280 atau 3 kali lipat keuntungan dari nilai atau harga pembelian di dalam negeri.
"Perbuatan perusahaan-perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di dalam negeri dan diduga menimbulkan terjadinya kerugian perekonomian negara," papar Ashari.
Harga Minyak Goreng Makin 'Melangit' Hebohkan Twitter
Sementara itu, di jagat dunia Maya Twitter, hari ini Rabu (16/3/2022) diramaikan dengan kenaikan harga minyak goreng, banyak netizen menggunggah video yang menunjukkan pengumuman harga baru minyak di berbagai supermarket. Untuk kemasan premium ukuran dua liter dijual dengan kisaran harga Rp 43.900 hingga Rp 50.000 sedangkan satu liter sekitar Rp 25.000.
[caption id="attachment_19145" align="alignnone" width="231"] Harga makin melangit. (Twitter)[/caption]
Sebelumnya pemerintah telah memberikan harga subsidi untuk minyak goreng di mana harga satu liter dijual Rp 14.000 dan dua liter Rp 28.000. Namun justru ketersediaan minyak dengan harga subsidi pun menjadi sangat langka di seluruh daerah.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan harga minyak goreng kemasan akan disesuaikan dengan harga keekonomian. Dengan begitu, harga minyak goreng kemasan akan mengikuti harga di pasar.
[caption id="attachment_19146" align="alignnone" width="225"] Harga minyak goreng meroket. (Twitter)[/caption]
"Harga (minyak goreng) kemasan lain ini tentu akan menyesuaikan terhadap nilai daripada keekonomian, sehingga tentu kita berharap bahwa dengan nilai keekonomian tersebut minyak sawit akan tersedia di pasar modern maupun di pasar tradisional," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/3/2022).
Sontak kenaikan ini pun memunculkan reaksi keras, sindiran, hingga kekecewaan netizen kepada pemerintah terkait kenaikan minyak goreng. Banyak yang mengatakan jika minyak goreng langka karena sengaja ditimbun lalu dikeluarkan kembali di pasaran saat harga minyak sudah naik.
[caption id="attachment_19147" align="alignnone" width="211"] Minimarket di Bandung Umumkan Harga. (Twitter)[/caption]
Inilah beberapa kicauan netizen di media sosial Twitter:
"Aneh sih pas harga masih 14k/liter nyarinya susah bgt, giliran harga normal eh rak minyak goreng penuh ?" tulis @linafi.
Baca Juga: BLT Bukan Solusi Cerdas, Presiden Diminta Evaluasi Mendag dan Ketua Bapanas
"Asli sih, minyak goreng itu penting banget, udah mahal nyarinya susah lagi, tanpa minyak kita gak bisa berlemak riaa," tulis @ay_.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Masih WARAS kah ? Di mana keberpihakan Negara kpd rakyatnya ? Kalah oleh kartel minyak goreng." tulis @hannypur.
"Brand baru negara kita adalah negara miskin susah minyak goreng pak, ga perlu sok banyak gaya, rakyat yg tau aslinya" tulis @karnisulai.
"Ini gak ada yang mau demo turunin harha minyak goreng??? ?" tulis @callme.
"Pemerintah emng g' becus mengurus minyak goreng Cabut izin produksi sawit kelar itu mata sipit balik kampung" tulis @pandi82.
"Selamat datang di negara lawak, dimana harga minyak goreng mahal di negara penghasil minyak sawit yang cukup besar udah kaya mak mak gua ngrasain minyak goreng mahal?" tulis @chusbukan.
Ini Faktor yang Sebabkan Minyak Goreng Mahal
Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM, Dr. Hempri Suyatna, menyebut persoalan kelangkaan minyak goreng ini disebabkan oleh banyak faktor. Mulai dari meningkatnya harga CPO, gangguan distribusi hingga aksi penimbunan minyak goreng.
"Ada banyak faktor. Saya kira faktor pemicunya sudah muncul sejak tahun lalu, November 2021 dikarenakan kenaikan harga CPO (Crude Palm Oil) di pasar internasional. Naiknya harga CPO inilah yang kemudian memicu banyak pedagang minyak goreng menjual produknya ke luar negeri daripada ke dalam negeri," kata Hempri dikutip Optika.id dari laman resmi UGM, Rabu (16/3/2022).
Selain banyaknya produk yang dijual ke luar negeri, kelangkaan diperparah dengan banyaknya pedagang yang bermain dan mencari keuntungan.
Baca Juga: DPR Sarankan Pemerintah Bentuk Satgas Minyak Goreng
Hal ini tentu membuat proses distribusi minyak goreng menjadi tidak berjalan dengan lancar.
"Dalam banyak kasus sering kita temukan, terjadi banyak penimbunan minyak goreng sehingga mengakibatkan proses distribusi menjadi tidak lancar," terangnya.
Untuk mengatasi melonjaknya harga minyak goreng dan kelangkaan produk tersebut di pasaran, Hempri mengimbau pemerintah melakukan beberapa hal.
Misalnya dengan lebih gencar melakukan operasi pasar serta melakukan berbagai langkah inovatif misalnya dengan memotong jalur distributor sehingga bisa menekan harga minyak.
"Melakukan pengawasan terhadap para pelaku usaha termasuk konsumen. Jangan sampai penimbunan juga terjadi di level konsumen," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan memperkuat proses pengawasan distribusi termasuk soal ekspor CPO hingga distribusi minyak goreng di dalam negeri.
"Perlu perbarui proses pengawasan distribusi ini apalagi Indonesia dikenal penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia," tutur peneliti Pustek UGM tersebut.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi