Goenawan Mohamad, Liddle, dan Jokowi 3 Periode

author Aribowo

- Pewarta

Selasa, 05 Apr 2022 17:55 WIB

Goenawan Mohamad, Liddle, dan Jokowi 3 Periode

i

Goenawan Mohamad, Willian Liddle, dan Jokowi

Optika.id. Ditahun 2020 Goenawan Mohamad (GM), melalui twitternya (@gm_gm) menulis kepedihan dirinya atas langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi), sosok yang dikagumi, memberangus KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Itu adalah kepedihan seorang begawan sastra yang sedih melihat kekagumannya membuat langkah keliruh, sementara dirinya tidak mampu berbuat apa-apa.

Ketika hari2 ini KPK versi baru tak tampak bisa dipercaya, ketika Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yasona lebih berpihak kpd partainya ketimbang kpd keadilan, ketika Presiden terpilih kita @Djokowi tampak membiarkan semua, bisakah NKRI bersih? 5.34 PM. 21 Jan 2020. @gm_gm

Baca Juga: Para Elite Politik yang Meresahkan

Cuitan itu ditulis saat Jokowi mengeluarkan Undang Undang No 19 Tahun 2019 tentang KPK yang dilawan berbagai kalangan masyarakat. masyarakat menentang keluarnya UU tersebut dan Jokowi dianggap sebagai rezim yang ikut melemahkan KPK. Dan sejak saat itu maka KPK, pimpinan Firli Dauri, semakin terpuruk dan kepercayaan masyarakat kepada KPK semakin rendah.

Cuitan GM bagai keluh kesah orang tua yang tak berdaya berbuat apa-apa saat anak kesayangannya melakukan kesalahan. Cuitan itu adalah cuitan kesayangan seorang begawan yang sedih tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Begitu pula GM merasa kesal dan sedih tatkala isu penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, dan presiden 3 periode meluas kemana-mana. GM tetap merasa sayang, percaya, dan menyesalkan isu presiden 3 periode dikaitkan dengan diri Jokowi. GM menulis di twitternya sebagai berikut.

Ada usaha2 utk membuat Pak Jokowi terus jadi presiden sampai 3 masa jabatan. Saya kataksn: Janganlah merusak nama Pak Jokowi. Dia sdh katakan dgn tegas dia tak mau satu sikap yg terpuji. 12:42 PM · Jun 12, 2021·@gm_gm

GM adalah budayawan. Dia dekat dengan Jokowi. Dia bela Jokowi. Berbeda dengan William Liddle, Indonesianis dari Amerika Serikat, yang sangat hapal tentang politik Indonesia. Liddle sebenarnya memberikan kesan istimewa kepada Jokowi karena berasal dari kalangan bawa menjadi presiden yang fenomenal.

Liddle tampaknya juga sayang kepada Jokowi. Liddle ingin memberi nasihat kepada Jokowi lewat tulisannya di Kompas, Senin, 4 April 2022 yang berjudul SesepuhBangsa. Dia ingin beri wejangan bahwa upayanya untuk amandemen konstitusi agar masa jabatan presiden 3 periode bisa merusak demokrasi. Dan resikonya bisa menimbulkan krisis politik.

Wejangan Liddle, seorang yang faham nilai Jawa, kepada Jokowi dengan simbolik dan cerita tentang pikiran cerdas dan demokratis Presiden 1998-1999, B.J Habibie.

Menurut Liddle, Jokowi berada di balik upaya amandemen konstitusi agar masa jabatan presiden 3 periode. Dia menulis tegas sebagai berikut:

Kiranya tidak tersangkal lagi: Presiden Jokowi sedang menggalang kekuatan politik agar Sidang MPR diselenggarakan dan konstitusi diamendemen demi perpanjangan masa jabatannya.

Mengapa kesimpulan saya mengenai hal ini begitu pasti?

Perencanaan presiden mulai terungkap akhir Februari ketika Muhaimin Iskandar dari PKB, Airlangga Hartarto dari Partai Golkar, dan Zulkifli Hasan dari PAN mengusulkan penundaan Pemilu dan Pilpres 2024 agar kekuasaan Presiden Jokowi bisa diperpanjang.

Menurut berita CNN, tokoh pemerintah yang menghubungi pemimpin-pemimpin partai dengan permintaan tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Ketika diwawancarai Kompas TV pada 5 Maret, Jokowi sendiri mengaku bahwa siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan dan perpanjangan (masa jabatan presiden).

Dalam perkataan lain, ia setuju dengan usaha Menko Luhut, para menteri, dan pemimpin-pemimpin partai yang ingin mengubah konstitusi demi perpanjangan masa jabatannya. Setelah itu, hampir setiap hari ada pernyataan dari Luhut, menteri lain, atau Jokowi sendiri yang memperkuat kesimpulan itu.

Kalau boleh saya usulkan, sebaiknya kita kembali ke kearifan atau hikmah Presiden BJ Habibie (BJH), presiden demokratis pertama dalam era Reformasi.

Kearifan Habibie

Bagaimana seharusnya kita menanggapi kenyataan baru yang amat mencolok mata ini? Kalau boleh saya usulkan, sebaiknya kita kembali ke kearifan atau hikmah Presiden BJ Habibie (BJH), presiden demokratis pertama dalam era Reformasi. Mengapa saya sebutkan demokratis? Beliau adalah presiden pertama dalam sejarah Indonesia merdeka yang menyerahkan nasib politiknya kepada suara rakyat.

Setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR hasil pemilu demokratis 1999, ia langsung menarik kembali pencalonannya untuk masa jabatan 1999-2004. Penarikan kembali itu dilakukan dengan penuh kesadaran atas posisi historisnya. Pada 7 September 1998, baru beberapa bulan setelah disumpah selaku presiden ketiga RI, ia diwawancarai oleh Forum Keadilan (FK), majalah dua-mingguan yang peliputan politiknya salah satu yang paling tepercaya waktu itu. Kepala berita: Presiden Republik Indonesia BJ Habibie: Saya Tak Ingin Berakhir dengan Tragedi.

Beberapa petikan

Berikut adalah beberapa petikan dari wawancara itu.

Baca Juga: MPR Bantah Punya Agenda Gelap Terselubung Tunda Pemilu

FK: Apakah dalam kondisi perekonomian begini kita mampu mengejar cita-cita masyarakat madani? [Visi religious civil society Habibie, yang mengandung nilai moral dan spiritual dari agama apa pun, selain kesejahteraan dan demokrasi.]

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

BJH: Saya percaya bangsa kita mampu. Sekarang tinggal membuat sistemnya, yaitu sistem perundang-undangan, peraturan, mekanisme, dan sistem pendidikan.

FK: Tapi, kan untuk mencapai semua itu harus ada stabilitas dulu.

BJH: Stabilitas terjadi dengan sendirinya jika sudah ada transparansi, demokrasi, dan kesejahteraan. Dalam hal ini pendekatan saya adalah bottom-up (dari bawah ke atas). Bukan top-down. Kalau masyarakat madani sudah terjadi, akan lahir stabilitas yang mandiri, abadi, dan tidak bergantung pada perorangan.

Orang-orang selalu mengatakan Habibie adalah presiden yang sangat lemah. Begitu toh? Kalau saya dibandingkan dengan presiden pertama dan kedua, yang sama-sama menganut pendekatan keamanan, top-down, ya jelas dong, saya tampak lemah. Tapi, dalam top-down, yang terjadi adalah sistem komando. Semua berdasarkan perintah dari atas. Tok! Kalau enggak, saya tangkap, lo.

Kalau masyarakat madani sudah terjadi, akan lahir stabilitas yang mandiri, abadi, dan tidak bergantung pada perorangan. Memang, dengan cara itu, seorang pemimpin kelihatan kuat. Tapi, sebenarnya, orang yang bertindak begitu adalah lemah. Ia terlihat kuat, tapi itu semu. Oleh sebab itu, pemerintah yang top-down, yang terlihat kuat itu, selalu berakhir dengan tragedi. Awalnya dia kelihatan kuat, tapi begitu dia tidak mampu lagi menahan semuanya, maka serentak prak! Dia jatuh. Kita sudah dua kali mengalami tragedi.

Peralihan dari presiden pertama ke presiden kedua terjadi tragedi. Begitu juga dari presiden kedua ke presiden ketiga. Tapi, saya tidak ingin era saya berakhir dengan tragedi.

FK: Caranya?

BJH: Saya memulai era saya dengan era Kebangkitan Demokrasi. Saya ingin mengawalinya dengan era kristalisasi masyarakat madani. Nah, katakanlah SU MPR pada Desember 1999. Saat itu, bagi saya hanya dua option, dua pilihan. Pertama, saya tidak terpilih lagi. Berarti era saya berakhir.

Option kedua, saya diminta dengan hormat untuk meneruskan kepemimpinan satu periode lagi. Berarti itu adalah masa jabatan saya yang terakhir. Setelah itu saya tidak bisa dipilih lagi. Karena saya akan memperjuangkan dan mengeluarkan ketentuan yang akan kita jadikan Ketetapan MR bahwa tiap presiden dan wakilnya hanya boleh dua masa jabatan.

Baca Juga: Skenario Penundaan Pemilu Dihembuskan Lagi, Ada Apa?

FK: Anda setuju ada pembatasan begitu?

BJH: Iya, arah kita ke situ. Bagi saya, itu adalah awal dari suatu tradisi peralihan kekuasaan yang tidak tragis. Mengerti, toh? Tapi kalau pada Desember 1999 rakyat menghendaki saya maju lagi, berarti itu adalah periode kedua, sekaligus terakhir bagi saya. Dengan kepastian masa jabatan presiden, kalau era saya berakhir, kan enggak ada ribut-ribut lagi. Buat apa kita ribut-ribut ganti presiden?

Bahaya yang dihadapi demokrasi Indonesia kini begitu nyata dan solusinya juga begitu terang.

Bahaya bagi demokrasi

Akhirul kata, kiranya sulit menambahkan apa pun kepada tindakan serta wejangan Presiden Habibie hampir seperempat abad lalu.

Bahaya yang dihadapi demokrasi Indonesia kini begitu nyata dan solusinya juga begitu terang. Kepastian dua masa jabatan presiden dan pengadaan pemilihan nasional setiap lima tahun perlu dipertahankan.

Optika.id sengaja mengambil semua tulisan Liddle di Kompas agar pembaca bisa utuh baca wejangan Liddle yang njawani itu. R William LiddleProfesor Emeritus Ohio State University, Columbus, Ohio, AS

Tulisan Aribowo

Editor Amrizal Ananda Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU