Klitih, Kriminalitas Tanpa Motif

author optikaid

- Pewarta

Rabu, 06 Apr 2022 00:11 WIB

Klitih, Kriminalitas Tanpa Motif

i

Klitih, Kriminalitas Tanpa Motif

[caption id="attachment_14301" align="alignnone" width="150"] Ruby Kay[/caption]

Teori klasik menyatakan tingkat kemiskinan berbanding lurus dengan kriminalitas. Namun pernyataan ini sepertinya tidak relevan lagi. Maraknya fenomena begal dan klitih dibeberapa daerah menjadikan kita harus berpikir ulang, kriminalitas tak selalu linier dengan kemiskinan.

Baca Juga: Kompak, Dua Pasangan Suami-Istri Curi Motor di Minimarket di Surabaya

Antara begal dan klitih, sadis mana?
Begal dilakukan oleh pria dewasa dengan tujuan untuk merampas harta benda seseorang. Pelaku begal tak segan melukai korban dengan senjata tajam, baik itu parang atau pistol rakitan.

Klitih dilakukan oleh bocah yang berusia dibawah 15 tahun. Pelaku klitih biasanya menjadikan pengendara motor sebagai sasaran. Parang atau clurit diayunkan secara membabi buta ke arah korban. Setelah terluka parah, korban ditinggalkan begitu saja, pelaku klitih tak mengambil motor atau barang berharga lainnya. Bocah pelaku klitih hanya bertujuan melukai orang yang kebetulan lewat, sasarannya acak, tak mengenal usia maupun gender, dilakukan hanya untuk bersenang-senang.

Klitih jelas lebih brutal. Gue juga baru tahu kalau ada fenomena kriminalitas seperti ini. Jika dibilang pelaku klitih melakukan kesadisan itu karena faktor ekonomi, hal ini gak sinkron jika kita melihat kasus klitih yang sudah pernah terjadi. Mereka tak mengambil sepeda motor, korban pembacokan dibiarkan bersimbah darah hingga kehilangan nyawa. Beberapa jam kemudian, jasad korban klitih ditemukan masih mengenakan perhiasan, bahkan smartphone juga masih utuh dalam saku celana.

Model kejahatan seperti ini tentu bukan dampak dari kemiskinan. Ada motif lain dari pelaku klitih, apakah mereka melakukan itu hanya untuk bersenang-senang, kebanggaan, pengakuan atau ada yang mengajarkan?

Kriminolog merilis hasil riset mereka tentang kasus kejahatan dibeberapa perkumpulan genk motor. Agar bisa bergabung dan mendapat pengakuan dari senior, newbie yang baru bergabung diwajibkan untuk melakukan aksi kriminalitas atau vandalisme. Target dipilih secara acak, bisa memalak pejalan kaki, membacok pengguna sepeda motor, melempar pengendara mobil yang lewat dengan batu, mengacak-acak warung pinggir jalan, melempari rumah warga atau rumah ibadah dengan batu atau bom molotov. Proses rekrutmen member baru ini divideokan oleh anggota genk motor yang lain. Sambil tertawa, mereka merekam aksi kejahatan tersebut.

Baca Juga: Viral Korban Begal Jadi Tersangka, Wartawan Tanya Polisi Jika Ketemu Begal: Lari Tinggalkan Motor?

Namun kejahatan yang dilakukan genk motor itu masih ada muatan ekonomi. Mereka tak segan merampas barang berharga korban. Setidaknya uang, perhiasan atau handphone menjadi target yang akan diambil pelaku. Dengan cara seperti itulah member baru genk motor mendapat pengakuan dari senior. Newbie dianggap berani dan punya nyali karena tak segan merusak properti atau melukai manusia hingga mati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ada pula bentuk kejahatan yang bisa disimpulkan kalau sang pelaku mengidap kelainan seksual. Sasarannya tentu saja perempuan yang sedang berjalan kaki atau naik motor sendirian. Lebih dikenal dengan nama begal payudara/pantat. Yup, pelaku mendekati perempuan hanya untuk meremas organ vital kaum hawa. Setelah hasrat ditunaikan, pelaku langsung tancap gas, meninggalkan seorang emak-emak atau gadis yang tentu saja syok berat. Ia tak menyangka disiang bolong telah menjadi korban kejahatan seksual.

Semua kejahatan pasti miliki motif tertentu. Namun fenomena klitih yang sedang marak di Jogja membuat gue berpikir keras. Tak menyangka ada bocah yang baru duduk dibangku SD atau SMP tega membacok pengguna jalan hingga tewas hanya untuk mendapatkan rasa puas.

Klitih merupakan fenomena kejahatan yang sudah eksis sejak beberapa tahun lalu. Warga Jogja sendiri menilai kalau pemerintah DIY dan aparat terkait lambat melakukan penanganan. Sri Sultan Hamengkubuwono X sempat mengeluarkan statement kontroversial. Ia meminta kriminalitas klitih tak perlu dibesar-besarkan, khawatir bisa merusak citra aman Jogjakarta. Maaf Sultan, sebagai gubernur anda seharusnya aware dengan kejahatan sekecil apapun. Dulu sempat marak kasus mark up harga yang dilakukan beberapa oknum pedagang kaki lima dikawasan Malioboro. Seliweran pengaduan di media sosial dari netizen yang merasa telah dipalak oleh penjual makanan. Kasus penipuan itu memang eksis dan pemerintah daerah seharusnya bisa langsung bertindak dengan membuat regulasi agar setiap PKL dikawasan wisata mencantumkan harga makanan.

Baca Juga: Pria di Jakarta Tiru Aksi Perampokan Film "Money Heist" 

Lain Sultan, lain pula statement Bupati Sleman. Entah apa yang ada dikepala ibu ini sehingga ia menganggap klitih hanya bentuk kreatifitas anak yang tak tersalurkan. "Bu, bocah-bocah cilik iku mbacoki uwong sampek matek lho. Begitu kok disebut kreatif?"

Ruby Kay

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU