Aplikasi PeduliLindungi Diduga Langgar HAM, Kemenkes Akan Pelajari Laporan AS

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 16 Apr 2022 01:47 WIB

Aplikasi PeduliLindungi Diduga Langgar HAM, Kemenkes Akan Pelajari Laporan AS

i

images - 2022-04-15T162929.770

Optika.id - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah merilis Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) terkait kekurangan praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Salah satunya menyoroti penggunaan aplikasi PeduliLindungi yang diduga melanggar HAM. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya angkat bicara. Kemenkes akan mempelajari laporan AS tersebut.

"Kemenkes akan pelajari dulu," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi dalam keterangannya , Jumat (15/4/2022).

Baca Juga: Suramnya Hak Asasi Manusia di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran

Juru Bicara Pemerintah untuk program Vaksinasi COVID-19 itu mengatakan Kemenkes akan mempelajari laporan tersebut dan juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI.

"Dan akan berkoordinasi dengan Kemenlu terkait hal ini," ujarnya.

Diketahui, penggunaan aplikasi PeduliLindungi disorot dalam laporan tersebut. Dikutip Optika.id dari 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia yang dilihat dari situs Deplu AS, Jumat (15/4/2022), ada sejumlah hal yang disorot dalam laporan tersebut. Salah satunya terkait gangguan sewenang-wenang atau melanggar hukum terkait privasi.

"Laporan Tahunan Negara tentang Praktik Hak Asasi Manusia - Laporan Hak Asasi Manusia - mencakup hak individu, sipil, politik, dan pekerja yang diakui secara internasional, sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan perjanjian internasional lainnya. Departemen Luar Negeri AS menyerahkan laporan tentang semua negara yang menerima bantuan dan semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa kepada Kongres AS sesuai dengan Undang-Undang Bantuan Luar Negeri tahun 1961 dan Undang-Undang Perdagangan tahun 1974," demikian tertulis di awal laporan itu.

AS telah mengeluarkan Laporan Negara tentang Praktik Hak Asasi Manusia selama hampir lima dekade. AS mengklaim laporan itu ditujukan untuk memberikan catatan faktual dan objektif tentang status HAM di seluruh dunia - pada tahun 2021, yang mencakup 198 negara dan wilayah.

"Informasi yang terkandung dalam laporan-laporan ini sangat penting atau mendesak mengingat pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung di banyak negara, kemunduran demokrasi yang terus berlanjut di beberapa benua, dan otoritarianisme yang merayap yang mengancam hak asasi manusia dan demokrasi," tulis Deplu AS.

Dalam laporannya terhadap kondisi HAM di Indonesia, AS membahas gangguan sewenang-wenang atau melanggar hukum terkait Privasi, keluarga, rumah, atau korespondensi.

Baca Juga: Isu Rohingya Tak Cukup Laku Buat Jadi Komoditas Politik?

"Undang-undang mensyaratkan surat perintah pengadilan untuk penggeledahan kecuali dalam kasus-kasus yang melibatkan subversi, kejahatan ekonomi, dan korupsi. Pasukan keamanan umumnya menghormati persyaratan ini. Undang-undang juga mengatur penggeledahan tanpa surat perintah ketika keadaan 'mendesak dan memaksa'. Polisi di seluruh negeri kadang-kadang mengambil tindakan tanpa otoritas yang tepat atau melanggar privasi individu," tulis laporan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Laporan itu mengatakan lembaga swadaya masyarakat (LSM) mengklaim petugas keamanan kadang-kadang melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap individu dan tempat tinggal mereka dan memantau panggilan telepon. Laporan itu kemudian menyoroti penggunaan PeduliLindungi.

"Pemerintah mengembangkan PeduliLindungi, sebuah aplikasi smartphone yang digunakan untuk melacak kasus COVID-19. Peraturan pemerintah berupaya menghentikan penyebaran virus dengan mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi. Aplikasi ini juga menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah," tulis laporan itu.

Sebelumnya, indikasi pelanggaran PeduliLindungi pernah diutarakan oleh sebuah riset yang dilakukan University of Toronto, Kanada, pada Desember 2020 lalu.

Baca Juga: Mahasiswa Usir Pengungsi Rohingya, Terprovokasi atau Diprovokasi?

Riset menyebut menemukan ada beberapa penarikan data yang tidak begitu dibutuhkan untuk tracing. Sebenarnya aplikasi mirip PeduliLindungi juga dipakai sejumlah negara. Misalnya Singapura (Trace Tigether), China (The Alipay Health Code), India (AArogya Seetu) dan Australia (COVIDSafe).

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU