Optika.id - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan mulai menghentikan penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap sekolah yang memiliki jumlah siswa kurang dari 60 pada 2022 mendatang.
Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler yang ditanda tangani Nadiem Makarim 15 Februari lalu dan Surat Edaran Dirjen PAUD Dikdasmen Nomor 10231/C/DS.00.01/2021 tentang Pembaharuan Dapodik untuk Dasar Perhitungan Dana BOS Reguler.
Baca Juga: Akar Masalah Struktural Hingga Kultural Perundungan Anak di Sekolah
Namun, kebijakan tersebut mendapat kritikan tajam dari penyelenggara pendidikan. Ketentuan dalam Permendikbud yang disorot yakni syarat sekolah penerima dana BOS reguler harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 (enam puluh) peserta didik selama 3 (tiga) tahun terakhir.
Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang terdiri dari Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, LP Ma'arif PBNU, PB PGRI, Taman Siswa, Majelis Nasional Pendidikan Katolik berpendapat aturan-aturan tersebut diskriminatif dan dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.
"Kebijakan tersebut mendiskriminasi hak pendidikan anak Indonesia dan melanggar amanat konstitusi Negara," ujar Sungkowo Mudjiamano dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah dalam konferensi pers virtual, Jumat (3/9/2021).
Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan meminta Kemendikbudristek tetap mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 ketika membuat kebijakan.
Sungkowo menyebut Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 dinyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Untuk itu, pemerintah seharusnya membiayai pendidikan seluruh peserta didik tanpa syarat tertentu.
"Kemendikbudristek seharusnya memegang teguh amanat UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial," jelasnya.
Baca Juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional
Lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan ini juga mendesak Nadiem Makarim untuk mencabut ketentuan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara terpisah, Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek Anang Ristanto menyatakan aturan tersebut bukan hal yang baru. Sejak tahun 2019, Kemendikbudristek telah mengatur sekolah yang selama tiga tahun berturut-turut memiliki jumlah murid kurang dari 60 orang untuk tidak lagi menerima dana BOS reguler.
Anang menjelaskan pada Permendikbud Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler, Lampiran Bab III, Huruf A, angka 2, huruf k, berbunyi, "Pemerintah Daerah dan masyarakat penyelenggara pendidikan, sesuai dengan kewenangannya harus memastikan penggabungan sekolah yang selama tiga tahun berturut-turut memiliki peserta didik kurang dari 60 peserta didik dengan Sekolah sederajat terdekat, kecuali Sekolah yang dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf i."
"Sampai dengan dilaksanakannya penggabungan, maka sekolah tersebut tidak dapat menerima dana BOS Reguler," ujar Anang dalam keterangan tertulis, Jumat (4/9/2021).
Baca Juga: FSGI Koreksi Visi Misi Capres Terkait Pendidikan
Sekolah-sekolah yang dapat membuktikan bahwa rendahnya jumlah peserta didik bukan karena mutu tapi karena hal lain seperti kondisi daerah, maka sesuai aturan, pemerintah daerah setempat dapat segera mengajukan pengecualian kepada Kemendikbudristek.
Anang menyatakan pada tahun 2021 peraturan ini belum berdampak. Semua sekolah, termasuk satuan pendidikan dengan jumlah peserta didik di bawah 60, masih menerima BOS. (Jen)
Editor : Pahlevi