ICW Nilai Pengangkatan 5 Pj Gubernur Tak Transparan

author Denny Setiawan

- Pewarta

Sabtu, 14 Mei 2022 20:11 WIB

ICW Nilai Pengangkatan 5 Pj Gubernur Tak Transparan

i

Pelantikan Lima Pj Gubernur oleh Mendagri Tito Karnavian (foto: Tribunnews/Irwan Rismawan)

Optika.id, Jakarta - Sebanyak lima penjabat atau Pj resmi dilantik Mendagri Tito Karnavian di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022) pagi. Penunjukan penjabat gubernur di lima daerah ini dilakukan agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan.

Kelima penjabat kepala daerah tersebut, yaitu Al Muktabar menjadi Pj Gubernur Banten, Ridwan Djamaluddin menjadi Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Akmal Malik menjadi Pj Gubernur Sulawesi Barat, Hamka Hendra Noer menjadi Pj Gubernur Gorontalo, dan Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw menjadi Pj Gubernur Papua Barat.

Baca Juga: Empat Orang Anggota DPRD Jatim Ditetapkan Tersangka Baru Oleh KPK, Siapakah Mereka?

Rupanya, proses pengangkatan lima penjabat (pj) kepala daerah itu dikritik karena tidak transparan. Hal itu dikhawatirkan mengarah pada terjadinya praktik korupsi.

Dengan adanya proses yang tidak transparan, partisipatif, dan akuntabel, ruang gelap untuk terjadinya praktik korupsi akan semakin terbuka lebar, kata Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha, melalui keterangan tertulis, Sabtu (14/5/2022).

Menurut dia, sebelum dilantik nama-nama calon penjabat tidak pernah disosialisasikan. Bahkan, publik tak dilibatkan dan diberikan informasi yang jelas mengenai prosesnya.

Selain itu, tidak pernah ada informasi mengenai rekam jejak, kapasitas, integritas, serta potensi konflik kepentingan yang dimiliki oleh para calon penjabat kepala daerah, ujarnya.

ICW juga menyoroti minimnya informasi mengenai afiliasi para calon penjabat kepala daerah. Mulai dari afiliasi dengan pebisnis, politisi, atau pihak lain yang memiliki kepentingan.

Baca Juga: Wakil Ketua KPK: Pemberantasan Korupsi Masih Gagal!

Ini penting agar publik dapat mengawasi potensi konflik kepentingan yang mereka miliki. Perlu diingat bahwa konflik kepentingan adalah pintu masuk korupsi, jelasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Konstitusi, kata Egi, telah mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Namun, pemerintah dinilai abai terhadap hal itu.

Proses pengangkatan sepatutnya melibatkan pihak lain di luar pemerintah. Proses itu pun juga semestinya diatur dalam aturan teknis sebagai turunan dari Undang-Undang Pilkada. Namun, sayangnya hal itu tidak diatur, ucapnya.

Dia menyebut publik patut mengawasi proses pengangkatan penjabat kepala daerah yang dilantik bertahap sampai 2023. Sebab, posisi mereka punya dampak luas bagi masyarakat.

Baca Juga: Walikota Surabaya: Pemkot Terus Pegang Teguh Pencegahan Kasus Korupsi

Hal ini penting karena penjabat kepala daerah memiliki kewenangan besar dan berdampak luas bagi masyarakat selama satu tahun lebih ke depan, tutupnya.

Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU