Optika.id - Proses pengangkatan penjabat (Pj) Kepala Daerah oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diwarnai tiga bentuk maladministrasi yang ditemukan oleh Ombudsman Republik Indonesia.
Temuan ini didasarkan pada laporan akhir hasil pemeriksaan nomor register 0583/LM/VI/2022/JKT yang diadukan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Baca Juga: Ombudsman RI Heran Pemerintah Impor Beras di Tahun Politik
"Maladministrasi pertama, penundaan berlarut dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan," ujar anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers daring, Selasa (19/7/2022).
Robert menjelaskan jika para pelapor menyatakan keberatannya atas proses pengangkatan Pj Kepala Daerah oleh Mendagri. Proses pengisian serta penetapan Pj Kepala Daerah menurut pelapor berlangsung secara tidak transparan dan tidak partisipatif.
Di sisi lain, pemerintah pusat pun tak kunjung menerbitkan peraturan pelaksana mengenai pengangkatan Pj Kepala Daerah seperti yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pelapor juga menyoroti dan mengkritik soal adanya perwira TNI aktif yang ditunjuk menjadi Pj Kepala Daerah.
Oleh sebab itu, para pelapor yang terdiri dari ICW, Perludem, dan KontraS menyampaikan permohonan informasi dan menyatakan keberatannya kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) dan Mendagri. Akan tetapi, tindak lanjut laporan itu masih belum mendapatkan tanggapan apapun.
"Penundaan berlarut karena memang hingga hari ini belum adanya tanggapan yang memadai terhadap permintaan informasi dan surat keberatan dari lembaga yang melapor," kata Robert.
Adapun Maladministrasi yang kedua berupa penyimpangan prosedur dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Salah satunya ialah anggota TNI aktif yang diangkat sebagai Pj Kepala Daerah.
Pada prinsipnya, sambung Robert, anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan di 10 bidang atau instansi yang ditentukan oleh Undang-Undang (UU). Sedangkan, jabatan di luar instansi tersebut, termasuk menjadi penjabat kepala daerah perlu merujuk aturan lengkap dari UU TNI serta UU Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait dengan status kedinasan.
Kemudian, maladministrasi yang ketiga adalah terkait dengan pelaksanaan putusan MK sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan.
Baca Juga: Ada Dugaan Maladministrasi Sertifikat Tanah IKN
Dijelaskan oleh Robert bahwa putusan MK nomor 67/PUU-XIX/2021 berimbas pada keterikatan pemerintah atas sejumlah poin, namun tak terbatas pada pengisian kekosongan jabatan kepala daerah yang masih dalam ruang lingkup pemaknaan secara demokratis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selanjutnya, ada tindak lanjut Pasal 201 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pengunduran diri dari dinas aktif, dan berstatus pejabat pimpinan tinggi bagi TNI dan Polri.
Oleh sebab itu, dalam hal ini Ombudsman menyampaikan tiga tindakan korektif sebagai tindak lanjut laporan maladministrasi. Yang pertama ialah menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor.
Tindakan yang kedua ialah memperbaiki proses pengangkatan Pj Kepala Daerah dari unsur prajurit TNI aktif. Yang ketiga ialah mempersiapkan naskah usulan pembentukan Peraturan Pemerintah terkait dengan proses pengangkatan, evaluasi kinerja, lingkup kewenangan hingga pemberhentian penjabat kepala daerah.
Robert menilai ada potensi permasalahan setelah tahap pengangkatan Pj Kepala Daerah. Misalnya, belum jelasnya lingkup dan batasan kewenangan. Apakah kewenangannya itu adalah mutatis mutandis yang menjadi kewenangan Kepala Daerah yang diatur UU No. 23 Tahun 2014 atau mengacu pada UU dan peraturan-peraturan lainnya.
Baca Juga: Ombudsman Minta Masyarakat Kawal Perubahan Gaya Hidup Berbasis Listrik
"Misalnya kepala daerah tidak boleh melakukan mutasi, kepala daerah tidak boleh mencabut kebijakan dari kepala daerah sebelumnya. Kepala daerah tidak boleh misalnya membuat kebijakan strategis," kata Robert.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi