Korupsi Pengadaan Tower PLN, Kejagung Naikkan Status ke Tahap Penyidikan

author optikaid

- Pewarta

Selasa, 26 Jul 2022 18:50 WIB

Korupsi Pengadaan Tower PLN, Kejagung Naikkan Status ke Tahap Penyidikan

i

Kasus Impor Baja, Kejagung Periksa Tiga Pejabat Bea Cukai

Optika.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menaikkan status perkara korupsi pengadaan tower transmisi 2016 pada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) persero ke tahap penyidikan.

"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus resmi menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi 2016 pada PT PLN (persero) ke tahap penyidikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam keterangan yang diterima Optika.id, Selasa (26/7/2022).

Baca Juga: Kasus Timah 271T, Kejagung Akan Panggil Sandra Dewi untuk Menuntaskan

Menurut Sumedana, hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Sumedana menjelaskan, kasus ini berawal ketika pada 2016 PT PLN (persero) memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp2.251.592.767.354.

Dalam pelaksanaan, PT. PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO), serta 14 penyedia pengadaan tower telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Dalam proses pengadaan tower transmisi tersebut, diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Sebelumnya, tegas Sumedana, telah dilakukan penyelidikan dan ditemukan peristiwa pidana terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower 2016 pada PT. PLN, yaitu adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

Fakta- fakta tersebut diantaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat. Menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan pun selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

Baca Juga: Aplikasi Nanoteknologi pada Sel Surya untuk Keberlanjutan Energi!

Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing. Kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama satu tahun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

PT PLN dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower. Perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.

Pada kasus ini, ditemukan juga tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum.

Berdasarkan surat erintah penyidikan tersebut, penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada tiga titik lokasi yaitu PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH.

Penyidik telah memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam kasus tersebut.

Baca Juga: Kejagung Jamin Proses Hukum Berlanjut Meski Achsanul Qosasi Kembalikan Uang

Tim Jaksa penyidik pun sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap 12 saksi sampai dengan minggu ke depan.

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Pahlevi 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU