Soal Revisi UU TNI, YLBHI Tolak Wacana Usulan Luhut Pandjaitan

author optikaid

- Pewarta

Selasa, 09 Agu 2022 00:23 WIB

Soal Revisi UU TNI, YLBHI Tolak Wacana Usulan Luhut Pandjaitan

i

master_9012YYqo3w_785_profil_dan_biodata_luhut_binsar_pandjaitan

Optika.id - Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menolak wacana Luhut Binsar Pandjaitan terkait wacana revisi UU TNI yang arahnya mengubah ketentuan agar anggota TNI aktif bisa menduduki jabatan sipil di kementerian dan lembaga pemerintahan.

Usulan itu sebagai upaya serius untuk menghidupkan kembali dwi fungsi TNI yang mengancam kehidupan demokrasi sebagaimana berlaku di masa pemerintahan orde baru.

Baca Juga: Soal Revisi UU TNI-Polri, Megawati: Saya Nggak Setuju, Jangan Sembarangan!

Wacana revisi UU No.24 Tahun 2004 tentang TNI yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD di Sentul, Jumat (5/8/2022) lalu.

"Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, yang mengusulkan adanya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) agar TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil, kata Isnur ketika dikonfirmasi, Senin (8/8/2022).

Isnur berpendapat pernyataan tersebut mempertegas upaya serius untuk menghidupkan kembali dwi fungsi TNI yang pernah berlaku di masa pemerintahan orde baru. Dia mencatat selama pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah banyak kebijakan yang mengarah pada kembalinya rezim otoriter orde baru. 

Misalnya, melakukan militerisasi sipil melalui berbagai kebijakan, salah satunya adalah sistem Komando Cadangan bagi Aparat Sipil Negara (ASN) melalui Surat Edaran Menpan RB No.27/2021 tentang Peran Serta Pegawai ASN Sebagai Komponen Cadangan Dalam Mendukung Upaya Pertahanan Negara.

Isnur melihat iliter juga memiliki ambisi untuk kembali pada kehidupan politik dan demokrasi sebagaimana era orde baru. Seperti, pengangkatan TNI aktif Kepala BIN Sulawesi Tengah sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, serta pengangkatan Penjabat Gubernur Aceh dari kalangan TNI yang mengakali peraturan perundang-undangan. Kemudian perintah kepada prajurit untuk terjun ke sawah, menjaga aset vital nasional dan terlibat mengerjakan proyek infrastruktur.

Tapi penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu serta penyelesaian konflik Papua yang melibatkan TNI belum mendapat titik terang, ujarnya.

Isnur mengungkapkan usulan revisi UU TNI sebagaimana disampaikan Luhut itu dan menguatnya gejala otoriter orde baru di pemerintahan Jokowi sangat membahayakan demokrasi. Pernyataan Luhut juga bentuk kesewenang-wenangan (abuse of power) dan mengingkari konstitusi. 

Tugas pokok dan fungsi TNI itu diatur tegas dalam konstitusi dan berbagai aturan, ujarnya.

Sedikitnya ada 5 ketentuan yang menyebut tegas tugas TNI. Pertama, Pasal 30 ayat (3) UUD NRI 1945 yang mengatur secara yegas menyebutkan bahwa Tugas pokok TNI adalah menegakan Kedaulatan Negara, Mempertahankan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Serta melindungi Segenap bangsa dan Seluruh tumpah darah Indonesia dari Ancaman dan Gangguan terhadap Keutuhan Bangsa dan Negara Telah diatur secara rinci tentang Tugas Militer sebagai alat Pertahanan Negara yang tidak dapat dimasukkan dalam ruang lingkup Penegakan Hukum (Law Enforcement) maupun Instansi Sipil Pemerintahan Daerah.

Kedua, TAP MPR Nomor: X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara yang tertuang pada BAB IV tentang Kebijakan Reformasi Pembangunan pada sektor Hukum menyebutkan Bahwa Penanggulangan Krisis di bidang Hukum Bertujuan untuk tegak dan terlaksananya Hukum dengan sasaran terwujudnya ketertiban, ketenangan dan Ketentraman Masyarakat yakni melalui Pemisahan secara Tegas Fungsi dan Wewenang Aparatur Penegak Hukum agar dapat dicapai Proporsionalitas, Profesionalitas serta Integritas yang Utuh.

Ketiga, TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 menyebutkan pada Pasal 1 Bahwa TNI dan POLRI secara Kelembagaan terpisah sesuai dengan Peran dan fungsi masing-masing. Kemudian pada Pasal 1 ayat (2) memperjelas bahwa TNI adalah Alat Negara yang berperan dalam pertahanan Negara.

Baca Juga: Soal Jokowi Tawarkan Kaesang, Luhut: Jangan Asal Omong!

Keempat, Pasal 10 ayat (1) UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelima, Pasal 5 UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menegaskan bahwa peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara yang pada implikasinya bahwa anggota TNI aktif terpisah dari Institusi Sipil Negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Isnur juga mengingatkan YLBHI telah mengungkapkan 10 persamaan pemerintahan Jokowi dan orde baru. 

Pertama, mengutamakan pembangunan fisik dan serba "dari atas" ke "bawah" untuk kejar target politik minus demokrasi. Kedua, pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis. 

Ketiga, tidak ada perencanaan risiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural. Keempat, pembangunan tidak berizin atau dengan izin yg bermasalah.

Kelima, Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat. Keenam, melayani kehendak kekuasaan dan elit oligarki dengan cara perampasan & perusakan lingkungan. 

Ketujuh, melakukan stigma kepada rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, dan anarko.

Delapan, menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh. 

Baca Juga: Mensesneg: Presiden Belum Membaca Revisi UU dari DPR Soal TNI/Polri

Sembilan, pendamping dan warga yang bersolidaritas dihalangi bahkan ditangkap. Sepuluh, mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta.

Terakhir, Isnur menekankan jika yang menjadi alasan revisi UU TNI adalah efisiensi karena banyak bintang-bintang yang tidak perlu di lingkungan TNI AD, solusinya bukan menempatkan mereka pada jabatan sipil. 

Tapi perlu dilakukan pembenahan sistem dan kaderisasi di tubuh TNI AD untuk mewujudkan TNI yang profesional.

"Pernyataan Luhut itu semakin menunjukkan kegagalan reformasi TNI terutama TNI AD. Hal itu diperkuat dengan banyaknya dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan TNI AD, khususnya di Papua dengan banyaknya penempatan pasukan di Papua, tegasnya.

Reporter: Denny Setiawan

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU