DPR Sebut Ada Praktik Pemerasan pada Pengguna Narkoba, KontraS: Praktik Lancung Bukan Barang Baru

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 20 Sep 2022 15:41 WIB

DPR Sebut Ada Praktik Pemerasan pada Pengguna Narkoba, KontraS: Praktik Lancung Bukan Barang Baru

i

stop-g519bc81a4_1920

Optika.id - Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengklaim jika pihaknya baru mendapat laporan dan informasi terkait soal penyalahgunaan penanganan kasus narkotika oleh aparat. Menurutnya, penanganan kasus narkotika ini telah menjadi bisnis gelap industri pemerasan.

Adanya aktivitas ilegal oleh aparat ini menurutnya karena terdapat pasal karet atau penafsiran ambigu soal rehabilitas dan penahanan bagi pelaku penyalahgunaan narkotika yang ada dalam UU Narkotika saat ini.

Baca Juga: KontraS: Pegiat HAM Masih Dipandang Sebagai Musuh Negara

"Sehingga rehabilitasi ini semacam stempel bagi orang yang tidak ingin masuk penjara, deal dengan angka tertentu oleh penegak hukum. Pasalnya bisa dipermainkan dan dinego," ujar Habiburokhman dalam rapat Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/9/2022).

Di sisi lain, dirinya juga mendukung upaya rehabilitasi bagi setiap pengguna narkotika. Dengan catatan, perlu adanya aturan yang lebih jelas serta rinci. Hal ini untuk menghindari adanya pasal karet, serta adanya tafsir ambigu yang membuat adanya potensi penyalahgunaan di kemudian hari.

Politisi Partai Gerindra ini berharap revisi UU Narkotika juga akan memberikan kewajiban negara dalam menanggung biaya rehabilitasi pengguna, agar seluruh proses rehabilitasi tidak dibebankan pada pengguna yang dianggap sebagai korban.

"Dan nanti juga harus ada perbedaan yang jelas antara pengguna narkotika dengan pengedar atau bandar karena berkaitan dengan proses hukum ke depannya," tegas Habiburokhman.

Dia menilai jika pengedar serta bandarnya seharusnya diberikan hukuman berat, seperti hukuman mati sebab keduanya merupakan otak sekaligus akar utama dalam persoalan narkotika yang mengancam masyarakat di Tanah Air.

Tak hanya itu, dia juga menyebut masih ada pengedar dan bandar yang membuat eks pengguna narkotika memungkinkan kembali terjerumus. Maka menurutnya, hukuman mati sangat perlu dilakukan untuk memutus persoalan narkotika ini.

"Kami sepakat pengguna narkotika direhabilitasi, kalau pengedar dan bandar hukuman berat mungkin hukuman mati. Kemudian pada saat ditangkap kalau melawan tembak saja," imbuh dia.

Selain praktik pemerasan terhadap pengguna narkotika, lanjut Habiburokhman, ada aktivitas pengintaian aparat kepada pengguna narkotika yang sudah bebas. Ia menduga hal ini akibat adanya target prestasi yang dibebankan kepada aparat yang diukur dengan jumlah tangkapan.

"Jadi ada kecenderungan bekas pemakai itu dia masih menjadi target, dipancing agar terjerat kembali, kemudian ditangkap. Ini informasi yang saya terima," tutur Habiburokhman.

Baca Juga: Bebas Oktober 2023 dan Ditangkap Ketiga Kali, Ini Komitmen Palsu Ammar Zoni untuk Jauhi Narkoba

Sementara itu, menurut Arif Nur Fikri selaku Wakil Koordinator I Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), narasi pemerintah untuk perang terhadap narkotika (war on drugs) dinilai sebagai upaya untuk melegitimasi penanganan narkotika dengan cara mengebiri hak-hak manusia dan membuka kran yang bisa menyuburkan praktik korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sepanjang tahun 2014 sampai 2016 itu terdapat 18 orang yang dapat eksekusi mati. Pada tahun 2017 sendiri ada 215 insiden penembakan terhadap orang-orang yang bersinggungan dengan barang haram itu dan menewaskan 99 orang, apa namanya jika bukan praktik lancung? tuturnya ketika dihubungi Optika.id, Selasa (20/9/2022).

Menurut Arif, praktik kekerasan aparat penegak hukum dalam menangani perkara narkotika bukan barang baru. Sepanjang tahun 2018 - 2021 setidaknya ada kurang lebih 23 aparat penegak hukum yang berasal dari berbagai latar belakang seperti petugas lapas, polisi, hakim, dan jaksa yang diduga menerima suap dari pelaku narkotika.

Hal tersebut diperparah dengan adanya Surat Edaran Nomor SE/01/II/2018/Bareskrim tentang Petunjuk Rehabilitas bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalagunaan Narkotika yang justru tidak berdampak signifikan pada penyelesaian masalah. Alih-alih menghentikan kasus narkotika, justru kebijakan tersebut membuka peluang korupsi dalam menangani kasus dan berpotensi menjadi pelanggaran hak atas kesehatan.

Sudah jadi rahasia umum bahwa rehabilitas pengguna narkoba membuka peluang gelap kerja sama antara oknum penegak hukum dengan lembaga rehabilitas tertentu untuk dapat memeras para pengguna narkotika tuturnya.

Baca Juga: Riak Konflik Masyarakat dengan Pengungsi Rohingya, Pemerintah Cuci Tangan?

Dirinya juga menyebut bahwa fasilitas rehabilitasi seringkali hanya ditentukan berdasarkan kemampuan finansial serta sangat diskriminatif terhadap golongan ekonomi lemah.

Pilihan yang tersisa hanya dua, mendapatkan rehabilitas atau masuk penjara. Gitu saja pungkas Arif.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU