10 Pasal Bermasalah dalam RKUHP Versi Koalisi Masyarakat Sipil

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 28 Nov 2022 22:03 WIB

10 Pasal Bermasalah dalam RKUHP Versi Koalisi Masyarakat Sipil

i

ea3db08df66d17fd2a9d576faf92f8b7

Optika.id - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Diketahui Pemerintah bersama Komisi III DPR RI telah menyepakati pengambilan keputusan tingkat I atas RKUHP.

Menurut Muhammad Isnur selaku Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang merupakan salah satu bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil menjelaskan bahwa dalam RKUHP saat ini setidaknya masih ada 10 pasal yang bermasalah dan rawan.

Baca Juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?

Adapun yang pertama yakni living law atau hukum yang hidup di masyarakat. Pasal ini dinilai berbahaya sebab rawan kriminalisasi yang kian mudah disebabkan adanya aturan untuk menuruti penguasa masing-masing daerah.

Pasal kedua yang dianggap bermasalah yakni pasal yang mengatur hukuman mati. Menurut Isnur, klausul tentang hukuman mati harus dihapuskan dalam RKHUP sebab, ada contoh kasus pidana mati yang salah eksekusi.

Pasal ketiga yakni pasal mengenai perampasan asset untuk denda individu. Hukuman kumulatif berupa denda menurut Isnur semakin memiskinkan rakyat miskin serta memperkuat penguasa.

Hal yang keempat yakni pasal penghinaan terhadap presiden. Menurut pihaknya, pasal ini merupakan pasal anti kritik dan rawan penyalahgunaan karena masyarakat yang melontarkan kritikan kepada presiden dapat dituduh menghina dan berujung pada pidana penjara.

Berikutnya yakni pasal penghinaan lembaga negara atau pemerintah yang dianggapnya dapat menjadi alat agar negara dilabeli layaknya pasa masa kolonial, padahal tujuan dibentuknya RKUHP adalah meniadakan label kolonial.

Lalu yang keenam yakni contempt of court atau penghinaan terhadap pengadilan. Pasal ini rawan disalahgunakan sebab dalam pasal ini, hakim di ruang persidangan diposisikan seperti dewa yang menentukan nasib orang tanpa pandang bulu.

Baca Juga: Ramai Asing Komentari UU KUHP, Wamenkumham Akui Tidak Khawatir

Ketujuh adalah pasal unjuk rasa tanpa pemberitahuan. Ia menilai bahwa pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjamin kebebasan berkumpul, ujar Isnur dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/11/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yang kedelapan yakni pasal terkait edukasi kontrasepsi. Menurutnya, pasal tersebut memiliki peluang dan celah dalam mengkriminalisasi pihak yang mengedukasi kesehatan reproduksi, orang tua atau pengajar yang mengajarkan anaknya mengenai kesehatan reproduksi bagi dirinya.

Berikutnya poin sembilan adalah pasal tindak pidana terkait agama. Terakhir adalah pasal penyebaran paham yang bertentangan dengan Pancasila, seperti marxisme dan leninisme.

"Aturan ini dapat mengekang kebebasan akademik dan akan mudah digunakan untuk membungkam oposisi dan masyarakat yang kritis," ucap Isnur.

Baca Juga: Sempat Diinterupsi, DPR Akhirnya Sahkan RKUHP Hari Ini

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU