[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]
Optika.id - Judul di atas bukanlah kalimat yang saya susun namun saya kutip dari penggalan sebuah lagu yang beredar di berbagai WA grup, lagu yang dinyanyikan sekelompok pemuda tapi saya tidak tahu nama kelompok band itu.
Baca Juga: Keturunan India Menjadi Presiden Singapura
Isi lagu itu tentang penolakan warga Surabaya terhadap munculnya gangster yang meresahkan warga. Memang sebelumnya berbagai media melaporkan bahwa pada tanggal 2 Desember 2022 dini hari sekitar 40 anak-anak muda mengendarai sepeda motor sambal menggeber-geber motor mereka dan medekat di warung kopi lalu mereka menyerang orang-orang yang berada di warung itu tanpa alasan. Di antara mereka membawa senjata tajam.
Insiden itu lalu memunculkan woro-woro atau peringatan di sosial media memperingatkan warga Surabaya agar tidak keluar malam hari karena adanya kelompok gangster anak-anak muda itu. Walikota Surabaya pidato berapi-api mengingatkan warga Surabaya akan keberanian Arek-Arek Suroboyo melawan sekutu dan membunuh Jendral Mallaby dari Inggris. Keberanian warga Surabaya seperti itu dibutuhkan untuk melawan gangster yang meresahkan masyarakat.
Setelah itu tidak tanggung-tanggung walikota Surabaya Eri Cahyadi memimpin sendiri melakukan razia gangster dengan meilibatkan apparat gabungan TNI, Polri dan anggota Ormas tanggal 3 Desember 2022 berpatroli di jalan Dharmahusada, Arif Rahman Hakim, Mulyorejo, Sutorejo, Lebak Jaya hingga Gubeng. Hasilnya 12 anak-anak muda diamankan karena membawa senjata tajam.
Berita tentang munculnya gangster Surabaya itu memang mengejutkan mengingat sudah puluhan tahun tidak ada fenomena adanya kelompok brutal seperti itu di kota Surabaya.
Ketika maraknya geng motor di Bandung, Makassar dan kota-kota lainnya serta kriminal Klitih di Yogyakarta, kota Surabaya aman-aman saja. Seperti diketahui di penghujung tahun 2021 Yogyakarta resah karena munculnya gang motor yang melakukan tindakan kekerasan di jalanan. Ada laporan kalau kelompok Klitih ini sudah muncul di kota pelajar itu tahun 1990 an.
Kasus munculnya gang-gang motor itu ada yang berpendapat karena banyaknya keberadaan geng remaja yang kluyuran tanpa arah lalu membuat keonaran dijalanan, melukai orang dan merusak warung warga maupun mobil mobil yang ditemuinya.
Sebagai orang asli Surabaya saat saya masih anak-anak/remaja di jaman tahun 50 an itu saya sudah menyaksikan tawuran antar remaja antar kampung. Cara berkelahinya (selain tawuran) juga unik, yaitu ala cowboy di Amerika Serikat duel satu lawan satu.
Cara ini juga berlaku bagi kami anak-anak, yaitu dua anak yang berkelahi berhadap-hadapan di tengah dan dikelilingi penonton atau pendukung keduanya sambil berteriak-teriak Sopo Wani Njempok Kuping!! atau berarti siapa yang berani memukul dahulu.
Baca Juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS
Saya juga ingat kalau misalkan kita ditantang anak yang badannya lebih besar, atau lebih tua maka kita mengatakan Gak Pantang atau tidak sepadan, lalu kita bicara pada penantang itu Enteni, tak celokno cacakku atau tunggu aku panggilkan kakak ku, agar perkelahiannya seimbang. Nampaknya cara berkelahi seperti itu fair dan jantan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tawuran antar gang seringkali alasannya sepele, misalkan karena saling adu pandang mata. Ketika ada anak dari luar kampung kita berjalan di kawasan kita sambil matanya menatap kami, maka kami bilang laopo ndelok? atau Kenapa Lihat?. Kejadian sepele in bisa menimbulkan perkelahian satu lawan satu atau tawuran kalau anak yang kita tantang itu lari melaporkan pada seniornya.
Namun seingat saya perilaku tawuran anak-anak muda tahun 1950-1960an tidak mengakibatkan ada yang meninggal dunia atau luka-luka berat, lagipula kelompok gang-gang muda seperti Viking (di kawasan Tanjung Perak Surabaya), Jaket Kulit (para gelandangan di kawasan Pasar Besar) dan Giant (di kawasan Surabaya selatan) tidak menimbulkan keonaran, merusak warung, atau merampok. Sepertinya anak-anak muda jaman itu hanya ingin menunjukkan jati dirinya.
Tapi kejadian munculnya gangster gangster Surabaya kemarin itu perlu kajian yang mendalam dan lengkap apakah perilaku anak-anak muda itu hanya karena ingin menunjukkan jati dirinya sebagai anak muda yang berani, atau karena pengaruh munculnya kelompok-kelompok gangster, atau akibat dari tingkat pengangguran yang tinggi, atau karena kondisi ekonomi yang susah dan sebagainya.
Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani sering memberikan warning bahwa kondisi perekonomian tahun depan 2023 akan sulit mengingat kondisi perekonomian global yang suram disamping karena akibat adanya pandemii covid 1-2 tahun lalu juga akibat masih berlangsungnya perang antara Rusia dan Ukraina.
Baca Juga: Polusi Udara DKI Sebagai Pembenar Perlunya IKN
Kalau memang peringatan kedua pejabat negara itu benar, maka hal ini juga bisa menjadi indikator munculnya anak-anak muda pengangguran dengan menjadikan diri mereka kelompok gangster.
Identifikasi karakter anak-anak muda, sosiologi mereka, tingkat pengangguran, kondisi naiknya cost of living warga Surabaya, tingkat kemiskinan, jumlah warga yang kena PHK dsb akan memudahkan kita semua menyelesaikan persoalan gangster ini.
Semoga kota Surabaya aman dan damai.
Editor : Pahlevi