Refleksi Peringatan Hari Antikorupsi se-Dunia: Obral Remisi Terpidana Kasus Korupsi

author Haritsah

- Pewarta

Sabtu, 10 Des 2022 06:40 WIB

Refleksi Peringatan Hari Antikorupsi se-Dunia: Obral Remisi Terpidana Kasus Korupsi

i

download

Optika.id - Peringatan Hari Antikorupsi se- Dunia (Hakordia) 2022 beberapa waktu yang lalu memberikan satu catatan penting. Yaitu obral remisi kepada terpidana kasus korupsi.

Terdapat 23 terpidana korupsi yang dibebaskan bersyarat beberapa bulan ke belakang. Obral remisi ini mendapat perhatian yang serius, karena ada terpidana yang belum lama menjalani masa hukuman, seperti mantan jaksa, Pinangki Sirna Malasari.

Baca Juga: Empat Orang Anggota DPRD Jatim Ditetapkan Tersangka Baru Oleh KPK, Siapakah Mereka?

Kasus Pinangki termasuk yang mendapat perhatian besar masyarakat. Selain Pinangki, beberapa terpidana korupsi yang mendapat remisi yakni mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, dan mantan hakim konstitusi, Patrialis Akbar.

"Terdapat 23 narapidana Tipikor yang dibebaskan pada tanggal 6 September 2022 dari 2 Lapas, Lapas Kelas I Sukamiskin dan Lapas Kelas IIA Tangerang, kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pas Kemenkumham Rika Aprianti dalam keterangan resminya, seperti dilansir Kompas, Rabu (7/9/2022).

Rika menjelaskan, 23 terpidana korupsi itu merupakan bagian dari 1.368 yang mendapatkan program pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), maupun cuti menjelang bebas (CMB). Sebagai informasi, pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan di luar lapas bagi narapidana setelah menjalani sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidana dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.

Menurutnya, sejak awal tahun sampai bulan September 2022, Ditjen Pas Kemenkumham telah menerbitkan 58.054 SK PB/CB/CMB narapidana semua kasus tindak pidana di seluruh Indonesia.

Pengurangan masa hukuman dan pembebasan bersyarat menjadikan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi tidak menimbulkan efek jera. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, obral remisi tersebut terkesan membuat kejahatan korupsi tidak lagi menjadi kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.

Baca Juga: Wakil Ketua KPK: Pemberantasan Korupsi Masih Gagal!

Ia memberi contoh kasus eks Jaksa Pinangki yang hanya diputuskan sekitar 2 tahun penjara meski telah divonis 10 tahun penjara. Karena seorang terpidana korupsi cukup sebentar saja menjalani pidana kemudian sudah dapat pembebasan bersyarat, kata Zaenur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Zaenur berpandangan fenomena banyaknya koruptor mendapat remisi ini karena Mahkamah Agung (MA) di tahun 2021 membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang membatasi hak narapidana korupsi.

Dalam peraturan itu, narapidana korupsi baru bisa mendapatkan remisi jika menjadi justice collaborator, membantu membongkar kasus korupsi yang dilakukan, membayar lunas denda dan uang pengganti. Namun, dengan dibatalkannya PP 99 Tahun 2012, maka semua terpidana korupsi berhak mendapatkan remisi.

Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, setelah putusan hakim terkait perkara korupsi berkekuatan hukum tetap, narapidana terkait menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Baca Juga: Walikota Surabaya: Pemkot Terus Pegang Teguh Pencegahan Kasus Korupsi

Reporter: Ibnu Haritsah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU