Tidak Boleh Malu Memberantas Korupsi

author Seno

- Pewarta

Minggu, 25 Des 2022 09:09 WIB

Tidak Boleh Malu Memberantas Korupsi

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Keturunan India Menjadi Presiden Singapura

Optika.id - Pada tahun 2010 pihak berwenang di Meksiko telah memecat hampir 10 persen dari kepolisian Federal ketika Presiden Felipe Calderon berusaha untuk mengendalikan kartel narkoba yang kuat dan mengekang korupsi yang meluas di kalangan polisi Meksiko.

"Karena mereka gagal melaksanakan tugas yang ditetapkan dalam undang-undang kepolisian federal, 3.200 polisi dipecat," kata Wakil Kepala Polisi Facundo Rosas saat itu.

Pemecatan massif anggota kepolisian Meksiko ini diberitakan berbagai media internasional. Diberitakan juga 465 polisi lainnya, termasuk seorang kepala polisi di kota utara Ciudad Juarez yang kejam yang diserahkan karena korupsi oleh stafnya sendiri, juga akan diberhentikan.

Seorang juru bicara polisi Federal mengatakan beberapa dari mereka yang dipecat telah gagal dalam tes narkoba, pendeteksi kebohongan atau penglihatan atau telah ditemukan memiliki aset yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh atasan. Dia menolak berkomentar apakah ada yang dicurigai melakukan korupsi polisi, pengaduan umum di Meksiko, di mana polisi diketahui meminta suap dan bahkan bekerja dengan kartel narkoba yang coba dilawan oleh pemerintah.

Apakah pemerintah Meksiko malu dengan melakukan pemberantasan korupsi besar-besaran seperti itu? Tentu tidak, bahkan Meksiko dianggap tidak main-main dalam upaya memberantas kejahatan yang extraordinary itu.

Baru-baru ini Menko Marvest Luhut Binsar Panjaitan mengeluarkan pernyataan ketidak setujuannya terhadap Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilaukan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK karena bikin malu negara dan membuat kesan negara itu jelek.

Pernyataan pak Luhut itu tentu mendapat komentar dari berbagai pihak yang umumnya tidak setuju dengan pernyataan itu. Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Profesor Suparji Ahmad menilai bahwa yang menjadi persoalan bukan OTT. Lebih jauh daripada itu, praktik korupsi itu sendiri yang harus diberantas agar tidak membuat negara malu.

Operasi Tangkap Tangan atau yang di Amerika Serikat disebut caught red-handed itu memang diperlukan karena OTT tersebut menjadi alat bukti yang terang benderang.

Seharusnya bangsa ini malu bila negara ini dipenuhi dengan praktek yang memalukan itu. Pada tahun 2005 menurut data Political and Economic Risk Consultancy Indonesia pernah menempati urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia.

Baca Juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Praktek korupsi itu terjadi disetiap kehidupan masyarakat. Perlu diketahui praktek korupsi itu muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat.

Korupsi itu sendiri merupakan penyakit lama dan sudah muncul ribuan tahun lalu. Semma (2008) mengungkapkan bahwa di Mesir jamannya Firaun negeri nya terperangkap praktek kourpsi, ada juga perintah raja Hammurabi dari Babilonia pada 1200 Sebelum Masehi untuk menyelidiki masalah penyuapan.

Raja Shamash dari Asiria abad 2 Sebelum Masehi menghukum hakim yang menerima suap.

Dulu pakar sosiologi pak Selo Sumardjan pernah mengungkapkan dalam kata pengantarnya untuk buku Membasmi Korupsi karya Robert Klitgaard (1998) bahwa baginya korupsi itu adalah suatu penyakit ganas yang menggerogoti Kesehatan masyarakat seperti penyakit kanker yang setapak demi setapak menghabisi daya hidup manusia.

Pak Selo Sumardjan membantah bahwa korupsi di Indonesia itu merupakan budaya, namun menegaskan bahwa korupsi itu sebuah penyakit sosial.

Baca Juga: Polusi Udara DKI Sebagai Pembenar Perlunya IKN

Semua ajaran agama di Indonesia ini mengajarkan bahwa praktek korupsi itu perbuatan nista penuh dosa. Dalam agama Islam malah disebutkan bahwa baik yang memberi uang (suap) atau yang menerima uang sama-sama berdosanya. Kiai Masdar Masudi salah satu tokoh NU pernah mengatakan dalam tulisannya yang berjudul Korupsi dalam Perspektif Budaya dan Syariat Islam mengatakan bahwa uang pajak itu adalah uang Allah SWT, yang diamanatkan kepada negara untuk dibagi-bagikan kepada rakyat sejujur-jujurnya sesuai petunjuk Allah.

Hal ini berarti bahwa seseorang yang melakukan korupsi uang negara yang nota bene berasal dari uang rakyat pada hakekatnya telah berkhianat terhadap perintah Allah SWT.

Negara Indonesia yang dikaruniai kekayaan alam yang tak terhingga dari Allah Tuhan Yang Maha Esa bisa-bisa kolaps menjadi miskin karena praktek korupsi yang menggurita dikalangan pemerintahannya.

Karena itu upaya pemberantasan praktek korupsi misalkan dengan cara Operasi Tangkap Tangan tidak boleh membuat bangsa malu. Harusnya malah membuat kita bangga karena kita benar-benar serius membabat penyakit masyarakat ini.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU