Optika.id - Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengisi hari libur dengan menonton dokumenter The Edge of Democracy (2019) bersama anaknya, Mikail Azizi.
Baca Juga: Intip Hangatnya Pertemuan Anies, Pramono, dan Rano di Lebak Bulus
Anies mengatakan film dokumenter politik itu bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Presiden Brazil Lula da Silva. Adapun dokumenter tersebut dibuat oleh Petra Costa.
Anies mengatakan film dokumenter politik itu bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Presiden Brazil Lula da Silva. Adapun dokumenter tersebut dibuat oleh Petra Costa.
Momen itu dibagikan Anies melalui unggahannya di akun resmi Instagram resmi @aniesbaswedan, Senin (2/1/2023). Anies membagikan total enam foto pada unggahan media sosialnya itu.
"Menghabiskan awal tahun bersama Mikail dengan menonton The Edge of Democracy (2019) di Netflix. Dokumenter yang dibuat oleh Petra Costa, sineas perempuan milenial dari Brazil, bercerita tentang erosi demokrasi dan perjalanan politik Lula da Silva sebagai Presiden," kata Anies.
Calon Presiden yang diusung Partai NasDem itu bercerita bahwa dokumenter tersebut juga berisi upaya penyingkiran terhadap Lula da Silva. Kejatuhan Lula da Silva, kata Anies bersamaan dengan erosi demokrasi di Brazil.
Baca Juga: Tom Lembong Terjerat Kasus Impor Gula, Anies Buka Suara
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Dokumenter ini lalu bercerita tentang upaya penyingkiran terhadapnya melalui pengadilan yang kontroversial atas tuduhan korupsi walau pada 2021 Mahkamah Agung membatalkan hukumannya," jelas Anies.
"Kejatuhan Lula dan erosi demokrasi di Brazil membuka jalan bagi Jair Bolsonaro," sambungnya.
Lebih lanjut, Anies menyampaikan usai menyaksikan film dokumenter itu dia teringat buku How Democracies. Dia menyebut bahwa pada film itu ada tiga tahap untuk melemahkan demokrasi.
Baca Juga: Anies dan Ganjar akan Hadir dalam Pelantikan Prabowo-Gibran Minggu Besok
"Menonton dokumenter ini mengingatkan pada buku How Democracies Die, bahwa ada tiga tahap untuk melemahkan demokrasi secara perlahan dan tak disadari," katanya.
"Pertama, 'kuasai wasitnya'. Ganti para pemegang kekuasaan di lembaga negara netral dengan pendukung status quo. Kedua, 'singkirkan pemain lawan'. Singkirkan lawan politik dengan cara kriminalisasi, suap, atau skandal. Ketiga, 'ganti aturan mainnya'. Ubah peraturan negara untuk melegalkan penambahan dan pelanggengan kekuasaan," jelas dia.
Editor : Pahlevi