Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Baca Juga: Keturunan India Menjadi Presiden Singapura
Optika.id - Rakyat Indonesia terutama kaum generasi muda perlu memahami dinamika permainan politik global terutama menyangkut pemilihan presiden di banyak negara. Pada waktu dunia terpecah menjadi dua grup negara super power Uni Sovyet dan Amerika Serikat masing-masing berserta sekutunya, banyak negara di dunia berkembang dan miskin urusan dalam negerinya diacak-acak kekuatan besar itu terutama dalam hal memilih presiden.
Kadang upaya negara-negara besar itu untuk menyingkirkan seorang pemimpin negara berkembang yang tidak disukai dengan cara keji yaitu pembunuhan. Presiden pertama Indonesia Ir. Ahmad Soekarno terkenal dengan panggilan Bung Karno pernah mengalami percobaan pembunuhan yang didalangi CIA dari Amerika Serikat karena sekitar tahun 1950-1960 an Bung Karno dianggap mulai mendekati blok Uni Sovyet yang berpaham komunis.
Ada baiknya kita belajar dari pengalaman negara Venezeula yang dipimpin presidennya Nicolas Maduro. Performa pemerintahan Maduro dianggap tidak becus sehingga harga-harga barang naik dan ribuan orang melarikan diri kenegara lain agar bisa makan, demonstrasi masyarakat yang menentang Maduro secara internsif dilakukan. Pada bulan Januari 2019:
Maduro melanjutkan pelantikannya untuk masa jabatan enam tahun kedua, mengabaikan saran dari beberapa pemerintah Amerika Latin. Juan Guaido, anggota parlemen oposisi yang hampir tidak dikenal mengambil alih kepemimpinan Majelis Nasional yang sebagian besar ompong beberapa hari sebelumnya, menyebut Maduro sebagai "perampas kekuasaan."
Pada Januari 2019 itu pula Guaido secara sepihak menyumpah dirinya sendiri sebagai presiden sementara pada rapat umum terbesar oposisi sejak 2017.
Manuver politik Maduro itu tentu dibantu oleh Amerika Serikat dan negara-negara barat yang kemudian Maduro diakui sebagai presiden sah negara itu oleh Amerika Serikat dan banyak tetangga Venezuela.
Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa dia mengakui pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido sebagai presiden Venezuela yang sah pada Januari 2019 itu.
"Dalam perannya sebagai satu-satunya cabang pemerintahan yang sah yang dipilih oleh rakyat Venezuela, Majelis Nasional meminta konstitusi negara itu untuk menyatakan Nicolas Maduro tidak sah, dan karena itu jabatan kepresidenan kosong.
Baca Juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS
Rakyat Venezuela telah dengan berani berbicara menentang Maduro dan rezimnya dan menuntut kebebasan dan supremasi hukum," kata Trump dalam sebuah pernyataan yang mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Trump juga mendesak pemerintah lain untuk mengakui Guaido, menambahkan bahwa dia "akan terus menggunakan kekuatan ekonomi dan diplomatik Amerika Serikat untuk mendesak pemulihan demokrasi Venezuela." Hampir semua negara di Eropa sekutu Amerika Serikat ikut langkah AS itu dengan mengakui Juan Guaido sebagai presiden resmi Venezeula.
Sejak itu segala upaya dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya untuk menggulingkan pemerintahan resmi presiden Nicolas Maduro.
Tentu keputusan mereka itu juga ditentang oleh banyak negara antara lain Rusia dan Cina yang menganggap pengakuan resmi Guaido sebagai presiden itu adalah sebuah kudeta dan melanggar norma-norma internasional.
Lalu pada bulan Maret 2022 dua bulan setelah dimulai perang Rusia Vs Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022 dimana menyebabkan terjadinya kelangkaan minyak secara global, presiden Amerika Serikat Joe Biden yang sebelumnya mengikuti kebijakan Trump untuk tidak mengakui Maduro sebagai presiden mengemis (begging) ke Maduro agar bisa mendapatkan minyak dari Venezeula.
Baca Juga: Polusi Udara DKI Sebagai Pembenar Perlunya IKN
Manuver politik itu membenarkan pendapat Lord Palmerston, Perdana Menteri Inggris ketika berbicara di Parlemen Inggris tanggal 1 Maret 1848 yang mengatakan we have no eternal allies, and we have no perpetual enemies. Our interests are eternal and perpetual, and those interests it is our duty to follow yang artinya kita tidak memiliki sekutu kekal, dan kita tidak memiliki musuh abadi. Kepentingan kita adalah kekal dan abadi, dan kepentingan itu adalah tugas kita untuk diikuti".
Pendapat itu juga terjabarkan jelas dengan sikap Yang Terhormat Ketua Kongres Amerika Serikat Nancy Pelosi pada bulan Juni 2022 ketika ditanya wartawan dalam sebuah konferensi pers dalam acara Pertemua Kepala-Kepala Negara benua Amerika di Washington kenapa Juan Guaido tidak diundang: Saya punya pertanyaan tentang Venezuela karena dokumen-dokumen penting tentang migrasi ini menyebutkan sepanjang waktu migran Venezuela tetapi orang yang Anda kenali sebagai pemimpin , pemimpin demokratis di Venezuela, tidak ada di sini.
Apa pendapat Anda tentang ketidakhadiran Juan Guaido disini? tanya sang wartawati, lalu sang Ketua Kongres menjawab Siapa?. Tentu jawaban tidak tahu Nancy Pelosi itu absurd atau tidak logis karena dia sebenarnya pernah mengundang Juan Guaido sebagai tamu di Kongres AS. Hal ini dalam peribahasa Indonesia disebutkan sebagai habis manis, sepah dibuang dan itulah Realita Politik atau Political Reality.
Indonesia sebagai negara besar dan kaya, rakyatnya harus cerdas untuk memahami kenyataan politik yang dimainkan kekuatan global diatas. Semoga kejadian di Venezeula tidak terjadi di negeri kita ini. Pilpres Indonesia tahun 2024 nanti mudah-mudahan aman lancar dan tidak terpengaruh dengan dinamika global political game.
Editor : Pahlevi