Bawaslu Ungkap Hal yang Paling Rawan saat Pemilu Khusus WNI di Luar Negeri

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 23 Jan 2023 13:08 WIB

Bawaslu Ungkap Hal yang Paling Rawan saat Pemilu Khusus WNI di Luar Negeri

Optika.id - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja mengatakan hal yang paling rawan dalam pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri yakni metode kotak suara keliling dan metode pos. Hal tersebut berdasarkan pengalaman pemilu yang terjadi sebelum-sebelumnya.

Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

"Yang paling banyak masalah metode kotak suara keliling dan metode pos. Perlu diketahui kotak suara keliling ini terobosan untuk memfasilitasi pemilih pada negara yang mempunyai banyak pekerja migran Indonesia, kata Rahmat Bagja dalam keterangannya yang diterima Optika.id, Senin (23/1/2023).

metode pemungutan suara di luar negeri, ujar Bagja, menggunakan tiga metode pemungutan suara yakni menggunakan kotak suara keliling, metode tempat pemungutan suara (TPS), dan metode pos. Bagja menilai jika hal yang paling rentan yakni metode kotak suara keliling pasalnya rawan ada dokumen ganda seperti penggunaan paspor atau kartu pekerja.

"Menurut saya, kotak suara keliling ini masih relevan sampai sekarang dengan perlunya penguatan pengawasan," ucap dia.

Lebih lanjut dia menjelaskan potensi masalah yang menggunakan metode pos merupakan paling banyak akibat pemilih yang mengambil dua metode sekaligus yakni menggunakan metode pos, serta mencoblos di TPS yang biasanya ada di kedutaan besar setempat.

Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara," ujar Bagja.

Permasalahan lain menurutnya yakni berasal dari daftar pemilih tetap (DPT) itu sendiri, termasuk persoalan memakai paspor ataukah tidak. Bagja mengatakan jika pengalaman pemilu sebelumnya, yakni di Malaysia, parpos ditahan oleh pengusaha sehingga pekerja migran hanya memiliki kartu pekerja semata. Kemudian, alamat domisili juga sering pula menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran.

Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

"Dulu, ada kasus di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6)," ujarnya.

Meski begitu, Bagja meyakinkan kalau negara melalui upaya pemerintah dan penyelenggara pemilu sangat kuat untuk menjamin hak pilih.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU