Persoalan Sampah Elektronik yang Belum Dilirik

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 23 Jan 2023 13:15 WIB

Persoalan Sampah Elektronik yang Belum Dilirik

Optika.id - Hingga saat ini masih belum banyak masyarakat yang sadar akan bahayanya limbah elektronik terhadap lingkungan. Ironisnya, hal tersebut diperparah dengan wacana subsidi kendaraan listrik secara besar-besaran oleh pemerintah.

Baca Juga: Masalah Transportasi Publik, Sampah, dan Kawasan Kumuh di Tahun 2045, Ini Solusi Gibran

Padahal, seperti yang diketahui limbah elektronik termasuk ke dalam kategori B3 (bahan beracun dan berbahaya) yang tidak terurai. Dan, masih banyak yang membuang sampah jenis ini secara sembarangan.

Menurut Dosen Universitas Pancasila, Dino Rimantho, pemerintah harusnya mengamplifikasi kepedulian warga terhadap sampah berbahaya ini. Pasalnya, penanganan sampah elektronik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Kendati peraturan tersebut sudah diterbitkan sejak lama, namun Dino menyayangkan sebab dirinya tidak melihat langkah masif dari pemerintah baik pusat maupun daerah yang setidaknya memberikan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat terkait memilah sampah elektronik.

Dari berbagai daerah di Indonesia, Dino menyebut jika yang menerapkan sosialisasi dan melakukan gerakan untuk menata limbah elektronik hanya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saja.

Dia menilai jika Pemprov DKI gencar untuk meletakkan tempat sampah elektronik di sejumlah lokasi strategis, misalnya terminal Blok M. tak hanya itu, Pemprov DKI juga sudah menjalin kerja sama dengan berbagai komunitas yang peduli di isu tersebut.

Lebih lanjut, dia mengatakan jika seharusnya gerakan seperti itu tak hanya digencarkan di Jakarta saja. Sebabnya, ketergantungan pada barang-barang elektronik seperti handphone, charger, powerbank, dan lain sebagainya juga sudah tinggi di daerah lain. Hal itu juga tak memungkiri menumpuknya sampah elektronik yang ada di seluruh wilayah.

Makanya, ada yang terputus dari regulasi ini. Edukasi ke masyarakatnya dan tindakan nyata belum dilakukan pemerintah, kata Dino, kepada Optika.id, Senin (23/1/2023).

Baca Juga: Pengolahan Air Bersih di Indonesia untuk Memenuhi Tujuan Sustainable Development Goals (SDGS)

Tak hanya itu, dia mengingatkan jika sampah elektronik bisa menimbulkan masalah yang serius apabila pengelolaannya tidak baik dan diabaikan. Dino menegaskan jika secara umum limbah elektronik merupakan rangkaian yang sangat rumit dari sejumlah material yang berbeda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Adapun material dalam limbah sampah elektronik banyak mengandung senyawa yang sangat beracun bagi manusia seperti CPU yang mengandung merkuri, kadmium, dan timbal yang merupakan logam berat.

Dengan kata lain, akan berisiko tinggi bila proses daur ulang limbah elektronika dilakukan oleh bukan ahlinya. Paparan senyawa logam berat dari limbah produk-produk elektronik bisa mendorong terjadinya penurunan kualitas kesehatan manusia ucap Dino.

Contohnya, bahan tercemar arsenik bisa menimbulkan gangguan mata, kulit, darah dan liver.Dampak lainnya, kontaminasi limbah elektronik pada manusia dapat melalui berbagai cara seperti melalui rantai makanan, udara dan lain-lain.

Baca Juga: Pengolahan Air Bersih di Indonesia untuk Memenuhi Tujuan Sustainable Development Goals (SDGS)

Oleh sebab itu, Dino berharap pemerintah bisa lebih fokus dan menaruh perhatian lebih soal sampah elektronik ini. Minimal, pemerintah baik pusat maupun daerah, menyiapkan bank sampah elektronik secara khusus yang ditempatkan di berbagai tempat strategis.

Selain itu, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi, termasuk ke 11.556 unit bank sampah yang tersebar di 363 kabupaten/kota di seluruh indonesia.

"Itu menurut data yang tercatat KLHK, samaurgentnya.Sebab kalau saja bank sampah masih mencampurkan seluruh limbah, warga tak terlatih untuk memilah sampah di rumahnya masing-masing.Kan ujung tombaknya di bank sampah. Edukasi dan sosialisasinya itu wajib dilakukan secara masif,ungkapnya.

Sosialisasi ini sangat krusial, karena menurut data KLHK, pada tahun 2021, timbulan sampah elektronik di Indonesia sudah mencapai 2 juta ton. Apalagi, Pulau Jawa disebut berkontribusi hingga 56% sampah elektronik, hanya pada tahun itu. Pada waktu sebelumnya, hal sama kemungkinan terjadi.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU